Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akhirnya Ratna Sarumpaet Mengaku sebagai Pencipta Hoaks

3 Oktober 2018   18:36 Diperbarui: 4 Oktober 2018   09:46 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus penganiayaan yang dialami oleh Ratna Sarumpaet hingga sekarang ini masih menjadi pembicaraan publik. Di Warung Warung kopi kasus ini juga menjadi topik bahasan yang menarik.

Berbagai komentar bermunculan dan kalau disimpulkan pendapat yang muncul itu bermuara kepada dua hal. Ada yang meyakini peristiwa penganiayaan tersebut benar benar terjadi dan mengutuk dengan keras aksi brutal yang malahan juga disebut biadab itu. Kelihatannya kalangan yang meyakini penganiayaan itu benar benar terjadi, selalu menghubungkannya dengan posisi politik Ratna Sarumpaet yang sering berseberangan bahkan beberapa kali menyerang kebijakan pemerintahan Jokowi.

Dari berbagai komentar yang ada, tersirat keyakinan bahwa pelaku tindakan kekerasan itu ada kaitannya dengan pihak yang bersimpati ke Jokowi. Artinya kalangan ini melihat adanya motif politik di balik aksi kekerasan itu. Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto beserta beberapa petinggi politik dari kubu oposisi juga menyiratkan hal yang sama.

Sementara di sisi lain ada kelompok yang meyakini peristiwa penganiayaan itu sesungguhnya tidak pernah terjadi. Keyakinan mereka terhadap hal yang demikian oleh karena melihat banyaknya kejanggalan kejanggalan yang mengemuka.

Kejanggalan itu antara lain:

1) Sampai sekarang belum ada saksi mata yang melihat peristiwa itu

2) Otoritas Bandara Husein Sastranegara sudah mengumpulkan berbagai informasi termasuk melihat rekaman CCTV yang ke semuanya menunjukkan belum ada bukti bahwa peristiwa penganiayaan itu terjadi di sekitar Bandara Bandung itu.

Seperti diketahui Ratna menyebutkan lokasi penganiayaan itu di sekitar Bandara yang dulu bernama Andir itu.Otoritas Bandara juga menyatakan tidak ada nama Ratna Sarumpaet pada manifes penerbangan.

3) Tentang waktu terjadinya penganiayaan, 21 September hingga diumumkan ke publik  pada 2 Oktober juga menimbulkan tanda tanya. Walaupun ada yang menyebut Ratna butuh beberapa hari untuk menenangkan diri sebelum kasusnya dipublikasikan namun banyak juga kecurigaan berkaitan dengan rentang waktu yang demikian

4) Ratna tidak melapor ke polisi juga menjadi tanda tanya besar

Apakah benar tidak melapornya aktivis perempuan itu karena pesimis kasusnya akan terungkap atau karena alasan lain

5) Disebutkan juga Ratna takut karena diancam sehingga baru sekarang buka suara

Kalaulah benar ancaman ini ada tentu Ratna mengenal atau mengetahui orangnya. Kalau ancaman itu hanya melalui Gadget, rasanya Ratna tidak akan kehilangan nyali. 

Malahan kalau yang mengancam itupun dikenalnya, tidaklah menimbulkan ketakutan pada dirinya

6) Dinyatakan sesudah penganiayaan, Ratna sempat berobat ke salah satu rumah sakit di Cimahi.

Menurut keterangan kepolisian sesudah dicek di seluruh rumah sakit yang ada di Cimahi tidak ada tertera nama ibu kandung Atiqah Hasiholan itu

7) Dikatakan penganiayaan Ratna itu diawali dengan ditariknya ia oleh sekitar 3 orang dari dalam taksi, kemudian dipukuli sehingga badan dan wajahnya lembam lembam. Tetapi sesudah penganiayaan itu, Ratna langsung pulang ke Jakarta malam itu juga.

Dengan berbagai kejanggalan yang demikian itulah banyak kalangan yang tidak percaya bahwa penganiayaan itu benar benar terjadi. Kalangan yang tidak percaya ini juga melihat ada motif politik di balik "penganiayaan" tokoh yang jadi jurkamnas Prabowo-Sandiaga Uno itu.

Walhasil yang kita lihat kalangan yang percaya dan tidak percaya itu melandaskan argumennya sesuai dengan preferensi politik yang dimilikinya. Ketika mencermati perbincangan yang demikian munculah pernyataan yang "mengejutkan" dari Ratna Sarumpaet. Ia mengaku merekayasa kabar penganiayaan dirinya di Bandung. Ratna meminta maaf kepada banyak pihak, termasuk pihak yang selama ini dikritiknya.

Dalam jumpa pers hari ini Rabu,3 Oktober 2018 Ratna mengatakan " Kali ini saya pencipta hoaks terbaik, ternyata menghebohkan semua negeri" .( Kompas.com 3/10/2018). Ratna juga mengaku berbohong soal penganiayaan dirinya saat bertemu dengan sejumlah orang, di antaranya Prabowo Subianto, Fadli Zon dan Amien Rais.

Dengan pengakuan dan permintaan maafnya itu apakah masalahnya sudah selesai?

Menurut pendapat saya belum. Ada beberapa hal yang layak dicermati tentang perbuatannya itu. Pertama, tokoh sekaliber dia telah mampu merekayasa sebuah kebohongan besar yang sedikit banyaknya telah menimbulkan ketegangan politik baru di negeri ini. Pihak oposisi kelihatannya sudah mulai menyerang Pemerintah dengan kejadian itu.

Berbagai tudingan langsung maupun tidak langsung yang dimaksudkan untuk membentuk opini publik mulai terbentuk. Opini yang demikian mulai diarahkan untuk menggerus elektabilitas dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden pertahana itu.

Kedua, saya memperoleh kesan bahwa pengakuan nya tentang rekayasa penganiayaan itu bukanlah didorong oleh sebuah kesadaran yang tulus tetapi karena polisi juga sudah bisa memetakan dan membuyarkan skenarionya itu. 

Polisi berhasil memperoleh fakta yang kuat bahwa pada 21 September 2018, Ratna berada di sebuah rumah sakit kecantikan di Menteng, Jakarta Pusat. Dia berada disana justru untuk sedot lemak. Pada saat keberadaannya di rumah sakit itulah Ratna menyebut dirinya di seputaran Bandara Husein Sastranegara Bandung tempat terjadinya "penganiayaan".

Ketiga, perlu ditelusuri, apakah perbuatannya itu atas ide atau inisiatifnya sendiri atau ada pihak lain yang ikut sebagai penggagasnya. Keempat, dengan "reputasinya" yang demikian, publik menunggu sikap timses Prabowo-Subianto. Apakah timses memaafkannya atau akan memberikan sanksi.

Kelima, selama ini diberbagai tempat, kelompok masyarakat menolak kehadiran Ratna. Terhadap penolakan yang demikian banyak banyak kritik yang muncul.Seolah olah masyarakat yang menolak itu dianggap anti demokrasi.

Tetapi sekarang semuanya sudah jelas. Sudah benarlah tindakan kelompok masyarakat yang menolak kehadirannya itu. Bukankah sekarang ia sudah mengaku sebagai "pencipta hoaks".

Sungguh kecewa kita seorang yang dianggap selama ini sebagai pejuang demokrasi ternyata adalah pembuat hoaks. Sebuah pelajaran yang berharga untuk kita semua. Salam Demokrasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun