Selanjutnya ahli filologi Nusantara itu  berbicara tentang  Agama dan Tantangan Modernisasi.
Sejalan dengan kemajuan zaman  ,maka anak zaman now akrab dengan teknologi baru.
Berkaitan dengan hal tersebut muncul "panik moral",yakni ketakutan bahwa perubahan masal dalam masyarakat yang berhubungan dengan proses modernisasi akan mengakibatkan kemerosotan moral seperti di barat. Muncul juga ketakutan dan kehawatiran tentang kehilangan identitas diri ,ketakutan bahwa agama dianggap tidak lagi penting .
Untuk anggapan yang demikian maka banyak pendapat yang mengatakan agar kembali belajar dengan naskah kuno.
Setelah Wieringa berbicara ,Lukman Hakim Syaifuddin pun memberi pandangannya.
Menurut Lukman hal terpenting yang perlu dilakukan ialah bagaimana kita memahami naskah untuk meningkatkan pemahaman terhadap agama.
Menurutnya pada agama ada esensi ajaran universal seperti yang berkaitan dengan keadilan berbuat baik untuk sesama,saling tolong menolong dan yang lainnya.
Oleh karena pesan pesan yang demikian juga terdapat pada naskah Nusantara maka perlulah naskah tersebut dijadikan rujukan dalam menjalin hubungan harmonis ummat beragama di negeri ini.
Karenanya menurut Lukman tantangan untuk kita ialah bagaimana memahami nilai luhur yang terdapat pada naskah Nusantara itu dan bagaimana mewujudkannya pada masa sekarang.
Untuk itu menurut putra KH Syaifuddin Zuhri itu ada dua hal yang harus dilakukan 1) mengkaitkan teks dengan konteks dan 2) pemihakan kita terhadap penerjemahan dan tapsir serta mengkontekstualisasikannya pada kehidupan kekinian.
Selanjutnya Menteri Agama mengemukakan di Kementerian yang dipimpinnya sudah dibentuk Pusat Kajian Manuskrip Nusantara.