Salah satu kegiatan penting yang digelar di Perpustakaan Nasional pada Rabu ,19 September 2018 ialah seminar yang berthema "Nilai - Nilai Luhur Keagamaan Dalam Naskah Nusantara sebagai Acuan Kehidupan Beragama di Indonesia".
Pemilihan thema ini sejalan dengan kegiatan Perpustakaan Nasional yang menggelar Festival Naskah Nusantara IV yang berlangsung 16-22 September 2018.
Ada 3 tokoh yang merupakan pembicara pada semihar tesebut yakni ,Prof DR Mudji Sutrisno,Prof DR Edwin Wieringa dan Lukman Hakim Syaifuddin ,Menteri Agama RI.
Dari uraian para tokoh tersebut terlihat bahwa naskah Nusantara selalu menawarkan nilai toleransi untuk sesama manusia.
Romo Mudji antara lain berbicara tentang semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".Kita tahu kata Romo Mudji konsep Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa-diambil Sukarno dari kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular di zaman Majapahit.Menurut Romo ,Bhinneka Tunggal Ika di zaman Majapahit menggambarkan bagaimana agama Siwa dan Budfha Mahayana meskipun dengan jalan yang berbeda - beda memperjuangkan akhir tujuan yang sama.
Romo Mudji juga mengemukakan ,berabad abad sebelum munculnya Kakawin Sutasoma ,sesungguhnya relief Gandawyudha di Borobudur telah menggemakan benih -benih nilai- nilai pluralisme.
Selanjutnya pembicara kedua,Wieringa menyatakan agama berkonotasi positif di Indonesia,sedangkan di Barat pada umumnya agama tidak dianggap relevan bahkan dianggap sebagai urusan pribadi.
Selanjutnya Wieringa berbicara tentang Asthabrata yang dianggap sebagai ajaran untuk pemimpin.
Menurutnya ajaran untuk pemimpin yang merupakan nasehat untuk masa sekarang ini masih tetap dianggap relevan.
Sebagai contoh diungkapkannya seorang raja adalah pemimpin yang baik dan ssyang kepada rakyatnya.Sikap yang demikian akan melahirkan Good Governance yaitu Tata Laksana Pemerintahan yang baik yang pada akhirnya akan mewujudkan masyarakat yang Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerta Raharja.
Menurut Wieringa walaupun Asthabrata pada awalnya ditujukan untuk ummat Hindu tetapi sampai sekarang masih bisa diterima sebab falsafah kepemimpinan itu masuk akal dan sesuai dengan naluri manusia.