Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ternyata #2019GantiPresiden Belum Mampu Menyatukan Kubu Oposisi

8 Agustus 2018   07:05 Diperbarui: 8 Agustus 2018   08:59 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awalnya kagum juga ketika slogan # 2019 Ganti Presiden diluncurkan. Untaian kata yang dipilih itu menyiratkan semangat perlawanan untuk mengganti presiden yang tentu maksudnya adalah mengganti Jokowi melalui mekanisme pilpres 2019.

Para pendukung tagar itu selalu mengemukakan Jokowi perlu diganti karena keadaan negara yang salah urus hutang negara yang menumpuk pembangunan infra struktur yang tidak tepat sasaran, daya beli masyarakat yang melemah, kriminalisasi ulama dan sejumlah alasan lainnya.

Disebutkan juga tagar itu sedemikian ampuhnya sehingga mampu menaikkan elektabilitas paslon Sudrajat-Ahmad Syaikhu di Jawa Barat dan juga Sudirman Said -Ida Fauziah di Jawa Tengah.

Melirik keberhasilan yang demikian maka terlihat barisan oposisi Jokowi semakin semangat dan semakin lantang untuk terus mengumandangkan "mantera" politik itu.

Dari ungkapan semangat yang muncul itu seolah olah tergambar lahirnya keinginan luhur untuk menyelamatkan bangsa ini agar terhindar dari keterpurukan nya yang kesemuanya itu digambarkan karena kesalahan dan kelemahan Jokowi.

Karena keinginan luhur yang demikian, tentulah gerakan ganti presiden itu akan menomor satukan idealisme dan menjauhkan kepentingan pribadi atau golongan. Seolah olah semuanya bersatu padu ,tidak terlalu penting siapa yang harus memimpin, Pokok e ganti Jokowi.

Tetapi sejalan dengan semakin kencangnya dikumandangkan tagar ganti presiden itu perlahan mulai muncul juga pertanyaan, Jokowi diganti oleh siapa. 

Muncul lagi pertanyaan berikutnya. Tagar populer itu kan sebuah jargon politik. Apakah barisan oposisi Jokowi yang terdiri dari para politisi dan beragam kekuatan politik itu mampu bersatu kata merumuskan siapa yang akan mereka usung pada pilpres. Mampukah mereka menyingkirkan  ego politik mengesampingkan kepentingan pribadi untuk bersatu padu ,berjuang ,yang menurut mereka untuk kepentingan bangsa dan negara.
Banyak orang yang mulai ragu tentang hal yang demikian.

Tiba tiba saya teringat cerita lama yang sering diulang ulang oleh para orang tua yaitu cerita para pemburu yang akan masuk ke hutan berburu rusa.
Sebelum berangkat ke hutan, para pemburu itu begitu bersemangat, bersatu padu menyanyikan sejenis lagu lagu persatuan. Dan kemudian para pemburu itu berhasil menembak seekor rusa.

Ketika rusa sudah didapat muncullah masalah bagaimana cara membaginya.K epala rusa untuk siapa, paha dan ekor siapa punya dan begitu juga bagian bagian tubuh rusa lainnya menjadi milik siapa.

Saya menangkap esensi dari cerita para pemburu rusa ini ialah sangat mudah menggelorakan semangat " Ayo berburu rusa", tapi sangat sulit ketika merumuskan sebuah kesepakatan untuk membagi bagi sesuatu.

Tapi kemudian saya merenung juga tidak layak membuat kesamaan antara pemburu rusa dengan mereka yang ingin mengganti presiden. Mengapa tidak layak ? Karena dalam pikiran saya, mereka yang ingin ganti Jokowi itu hatinya ditaburi oleh semangat luhur yang ingin menyelamatkan bangsa ini. Dalam urusan yang demikian tentu mereka tidak akan berbicara tentang  bagi bagi kekuasaan.

Dengan anggapan yang demikian, semakin nikmatlah  mendengar koor ganti presiden itu didendangkan. Kemudian tibalah saatnya barisan oposisi itu harus duduk dalam satu meja untuk membicarakan apa yang harus dilakukan agar Jokowi bisa diganti melalui mekanisme demokrasi.

Pada awalnya dua parpol yakni Gerindra dan PKS sepakat untuk berkoalisi .Kemudian masuk lagi PAN yang dipersepsikan juga sepakat bergabung dan kemudian masuklah Demokrat.

Muncullah kesan yang kuat di publik bahwa keempat parpol ini sepakat untuk berkoalisi dengan mengusung Prabowo sebagai capres.Sebuah kesepakatan lisan yang belum tertuang pada perjanjian tertulis. Tetapi perkembangan selanjutnya menunjukkan tanda tanda bahwa perundingan atau pembicaraan menjadi mandeg.Keempat parpol belum berhasil mencapai titik temu tentang siapa yang dihunjuk sebagai cawapres.

PKS tetap bersikukuh, cawapres itu harus merujuk kepada rekomendasi ulama yang menyebut dua nama, Salim Segaf Al -Jufri dan Ustadz Abdul Somad (UAS). Oleh karena UAS menyatakan tidak bersedia maka pilihan tentunya harus jatuh pada Salim Segaf Al-Jufri. Sedangkan PAN masih menunggu hasil Rakernasnya dan kuat kesan partai ini juga akan menyorongkan nama Ketua Umumnya. Selain Zulkifli Hasan, partai yang didirikan Amien Rais ini juga menginginkan UAS sebagai pendamping Prabowo.

Tetapi karena ustadz kondang itu menolak maka Eddy Soeparno, Sekjend PAN mengatakan partainya mencari alternatif lain. Malahan dikatakannya, tokoh alternatif yang tengah dicari PAN itu disebut yang bisa diterima seluruh partai koalisi.

Saat ini kata Eddy semua kembali ke titik nol.Selanjutnya Eddy mengemukakan ,usul yang diajukan PAN adalah tokoh diluar partai. Dari sikap yang diungkapkan PKS dan PAN itu jelaslah kedua parpol menolak jika AHY dipilih oleh Prabowo sebagai cawapres.

Spekulasi yang berkembang menyebut ,Prabowo lebih cenderung memilih putra sulung SBY itu sebagai pendampingnya. Dengan melihat peta koalisi kubu oposisi yang demikian terlihatlah ,nyatanya tidak mudah merumuskan sesuatu yang berhubungan dengan bagi bagi kekuasaan.

Dengan kata lain # 2019 Ganti Presiden ternyata sampai hari ini belum mampu menyatukan mereka.Lalu untuk apa tagar itu?

Salam Demokrasi!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun