Cukup lama juga berlangsung  masa konflik yang muncul di Aceh yang kita kenal sebagai Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Awal Konflik ini  ditandai dengan pernyataan perlawanan terhadap Pemerintah RI yang dikemukakan oleh Hasan Tiro,inisiator Gerakan Aceh Merdeka pada 4 Desember 1974 di perbukitan Halimon di kawasan Kabupaten Aceh Pidie. Sepanjang yang saya ketahui konflik ini termasuk yang terlama yang pernah terjadi di negeri ini.
Selama konflik berlangsung diperkirakan menelan korban sekitar 15.000 jiwa. Sebagai sebuah gerakan ,GAM juga punya pasukan bersenjata dan pasukan bersenjata itu  sering disebut kombatan. Karenanya semasa konflik selama 29 tahun itu telah terjadi mungkin lebih ratusan kali kontak  bersenjata antara GAM dengan pasukan TNI/ Polri.
Perlawanan bersenjata GAM tersebut dihadapi Pemerintah RI dengan menggelar operasi militer di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang dikenal dengan DOM (Darurat Operasi Militer). Operasi tersebut berlangsung pada paruh akhir 80-an sampai dengan penghujung 1990.
Di masa awal reformasi, GAM semakin eksis sehingga konflik antara Pemerintah RI terus berkelanjutan .Pemerintah kemudian pada tahun 2003 menerapkan status darurat militer untuk Aceh.
Konflik bersenjata itu baru berakhir pada 15 Agustus 2005 dengan ditanda tanganinya nota kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan GAM di Helsinki, Finlandia .
Delegasi Indonesia pada perundingan damai itu terdiri dari Hamid Awaludin (Ketua), para anggota, Sofyan Djalil, Farid Husein, Usman Basya dan Agung Wesaka Puja. Sedangkan delegasi GAM terdiri dari Malik Mahmud ( Ketua), dr. Zaini Abdullah, Nur Djuli, Nurdin Abdurrachman dan Bachtiar Abdullah. Sedangkan dari pihak mediator terdiri atas Martti Ahtisaari, Hannu Himanen, Juha Christensen dan Maria.
Para perunding GAM itu sebahagian besar tinggal di Swedia bersama tokoh GAM yang paling berpengaruh Hasan Tiro. Para perunding GAM itu setelah perjanjian damai kembali ke Indonesia ( Aceh).Mereka kemudian mendirikan Partai Aceh ,sebuah partai lokal di Aceh.
Bernaung dibawah partai itu kemudian, perunding GAM di Helsinki, dr Zaini Abdullah berpasangan dengan Muzakkir Manaf, mantan Panglima GAM ikut bertarung pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Aceh. Pasangan ini memenangkan pertarungan demokrasi itu dan terpilih menjadi Gubernur - Wakil Gubernur masa bakti 2012-2017.
Sedangkan Malik Mahmud, Ketua Delegasi GAM pada perundingan Helsinki kemudian menjabat sebagai Wali Nanggroe Aceh. Wali Nanggroe adalah sebuah lembaga yang dibentuk menindak lanjuti isi perjanjian Helsinki.
Turunan dari isi perjanjian ini dituangkan dalam sebuah produk hukum yakni Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Ketentuan tentang pembentukan lembaga Nanggroe ini kemudian diatur dalam Qanun  (sejenis Perda).
Lembaga Wali Negara adalah sebuah lembaga yang mengatur kepemimpinan  adat di Aceh. Lembaga ini bertindak sebagai pemersatu masyarakat Aceh dibawah prinsip prinsip yang independen. Lembaga wali nanggroe juga memangku kewibawaan dan kewenangan dalam membina serta mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga lembaga adat, upacara upacara adat serta melaksanakan penganugrahan gelar atau derajat kehormatan.