Dalam peta perpolitikan sekarang ini ada yang disebut partai pemerintah dan ada partai yang tidak ikut dalam pemerintahan Jokowi-JK.Parpol yang murni tidak ikut dalam Kabinet Kerja Jokowi ada 3 yakni ,Gerindra,PKS dan Demokrat.
Dalam pengertian sederhana ,Gerindra PKS dapat dikategorikan sebagai partai oposisi sedangkan Demokrat cenderung menyebut dirinya sebagai partai penyeimbang.
Sedangkan PAN ,walaupun pendiri serta Ketua Dewan Kehormatan ,Amien Rais sering dengan tajam mengkritik Jokowi tetapi satu orang kadernya masih menjabat sebagai Menpan R&B dalam kabinet Jokowi.
Untuk kultur politik Indonesia, adanya partai oposisi boleh disebut masih sesuatu yang baru. Selama tiga puluh dua tahun negeri ini dalam pemerintahan Orde Baru ,istilah oposisi juga tidak dikenal.
Begitu juga halnya pada pemerintahan Sukarno sejak Dekrit 5 Juli 1959 sampai kepada kejatuhannya ,istilah partai oposisi juga tidak dikenal. Hanya pada masa berlakunya UUDS 1950 dari Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959 lah kita mengenal istilah partai oposisi.
Selama era reformasi pengertian partai oposisi mulai terlihat dalam halmana selama sepuluh tahun pemerintahan SBY ,PDI-P berada diluar pemerintahan dan pada priode kedua SBY ,Gerindra juga dipersepsikan sebagai partai oposisi.
Oleh karena usia adanya partai oposisi di negeri ini masih relatif singkat maka dibutuhkan waktu untuk menumbuhkan kultur oposisi yang sehat. Dalam pemahaman saya, oposisi diperlukan untuk ikut mengontrol jalannya pemerintahan, mengawasi pengesahan dan penggunaan anggaran agar tidak melenceng dari tujuan yang telah disepakati.Kritik yang disampaikan oposisi selayaknyalah digunakan oleh pemerintah yang berkuasa sebagai bahan untuk intropeksi diri.
Dengan demikian akan terjalin sebuah " kerjasama " yang berpijak kepada kepentingan bangsa dan negara. Partai Pemerintah haruslah menghargai kritik dan komentar yang disampaikan oleh opisisi sepanjang hal tersebut disampaikan secara objektip dan rasional.
Oleh karena kultur opisisi masih relatif baru di negeri ini maka mengemuka pertanyaan apakah oposisi akan melihat yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa semuanya serba salah atau ada hal hal yang harus diberi apresiasi.
Contoh yang paling aktual tentang hal ini adalah pernyataan , Habiburrokhman ,politisi Gerindra berkaitan dengan mudik lebaran tahun 2018 ini. Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPP Gerindra ini menyebut mudik tahun ini merupakan " Mudik Neraka".
Ia mengatakan demikian karena menurutnya H-2 Lebaran ,mobil pribadi yang membawanya mudik ke Lampung tertahan mulai sahur hingga baru bisa menyeberang melalui Pelabuhan Merak pukul 12.30 siang.
Terhadap pernyataannya ini telah muncul sanggahan dari Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah VIII Banten Johny Siagian.Ia menyatakan pernyataan politisi Gerindra itu tidak sesuai kenyataan.
Ternyata ungkapan Habiburrokhman tentang "Mudik Neraka" itu mendapat tanggapan juga dari masyarakat bahkan ada yang melaporkan politisi Gerindra itu ke kepolisian.
Yang melaporkan itu adalah seorang mahasiswa yang bernama Danick Handoko.Ia melaporkan Habiburrokhman karena menurutnya Habiburrokhman telah menyebarkan kebencian dengan mengunggah " Mudik Neraka" di akun media sosial pribadinya.
Terhadap laporan kepolisian ini ,Danick telah dipanggil oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada Jum' at  ,22 Juni 2018 ( detiknews,22/6/2018).
Sebelum memasuki ruangan pemeriksaan kepada awak media ia menyatakan memiliki foto yang menunjukkan situasi penyeberangan di Pelabuhan Merak pada 13 Juni 2018 berjalan cukup lancar.
Berkaitan pengaduan terhadap politisi Gerindra itu tentulah kita harus menunggu proses hukum yang sedang berjalan. Namun berkaitan dengan ungkapan " Mudik Neraka" ini ada pernyataan menarik dari Ahmad Baidowi, Wakil Sekjend PPP. Menurut pria yang akrab disapa Awiek ini,".
Ada elite Gerindra mudik naik pesawat tapi malah justru menceritakan mudik di darat yang katanya" neraka".Ternyata setelah dikroscek,yang bersangkutan naik pesawat,bukan mengalami mudik neraka.Ini kan merupakan pemutar balikan fakta" ,ujar Awiek ( detiknews ,21/6/2018).
Memang kalau dicermati suasana mudik tahun ini sarat dengan issu politik. Pihak pemerintah misalnya menyatakan pelaksanasn mudik tahun ini sudah lebih baik dari tahun tahun sebelumnya.Hal ini terjadi antara lain karena kebijakan Jokowi yang menjadikan pembangunan infra struktur sebagai prioritas utamanya telah membuahkan hasil.
Pemerintah juga melalui mudik tahun ini ingin menunjukkan bahwa pembangunan jalan tol ternyata bisa dinikmati masyarakat dan bukan hanya dinikmati oleh warga yang punya mobil pribadi.
Sesungguhnya tidak hanya Habiburrokhman yang membantah klaim pemerintah tentang keberhasilan pengelolaan mudik tahun ini. Fadli Zon ,Wakil Ketua Umum Gerindra misalnya menilai Presiden Joko Widodo gagal mengatasi persoalan mudik tahun 2018 ini.
Memang dari berita yang disiarkan media selama mudik masih terjadi kemacetan parah di beberapa titik. Tetapi pertanyaan mendasarnya ialah apakah benar Jokowi telah gagal menangani mudik tahun ini? dan apakah pengelolaan mudik tahun ini sudah lebih baik atau tidak dari tahun tahun sebelumnya. Atau mungkin ada yang berpendapat semua yang dilakukan Jokowi adalah salah.
Dalam pandangan saya disinilah poin penting bagaimana sesungguhnya substansi kritik yang selayaknya disampaikan oleh partai oposisi itu.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H