Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

De-Soekarnoisasi Pancasila di Masa Orba

1 Juni 2018   04:53 Diperbarui: 1 Juni 2018   05:26 1723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sesungguhnya sebelum tahun 1966 di sekolah sekolah, pada buku buku, pada pemberitaan, masyarakat sudah tahu bahwa Bung Karno adalah penggali dan penemu Pancasila.

Para Pegwai Negeri Sipil, anggota partai politik pun sangat paham tentang hal ini karena pada masa itu ada sejenis indoktrinasi penyampaian Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi) kepada elemen elemen masyarakat. Salah satu materi penting pada Tubapi ialah Pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 tentang ideologi negara yang disebut dengan Pancasila.

Tetapi sejalan dengan meredupnya kekuasaan Sukarno yang disebut masa Orde Lama yang kemudian digantikan oleh masa yang disebut Orde Baru (Orba) maka semakin redup jugalah pembicaraan tentang kaitan antara Sukarno dengan Pancasila.

Untuk menjaga dan melestarikan ideologi Pancasila itu maka oleh Orde Baru didirikanlah sebuah institusi yang bernama BP7 yaitu Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Badan inilah kemudian yang menyelenggarakan Penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila).

Sepanjang yang terekam, semua materi yang berkaitan dengan ideologi negara itu tidak ada disangkut pautkan dengan Sukarno. Hal yang demikian antara lain terlihat pada kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan sejarah yang memuat tentang Pancasila telah menghapus peran Sukarno.

Kontribusi Sukarno terhadap lahirnya Pancasila direduksi melalui manipulasi sejarah yang termuat dalam buku buku pelajaran sejarah di sekolah sekolah.Pada masa Orba, peringatan hari lahirnya Pancasila, 1Juni juga dilarang.Pelarangan itu dikeluarkan sejak Mei 1970 oleh Kopkamtib, Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban sebuah lembaga super body yang ditakuti semasa Orde Baru.

Secara umum konstruksi yang dibangun Orba berkaitan dengan Pancasila ialah, nilai-nilai Pancasila sudah lama ada secara fragmentaris dan sporadis pada nilai nilai yang dianut oleh semua suku bangsa yang ada di Indonesia dan kristalisasi dari nilai nilai itulah yang kemudian disebut sebagai Pancasila. Dengan konstruksi yang demikian jelaslah disana tidak ada peran Sukarno.

Walaupun kadangkala disebut juga nama Sukarno sebagai penggali Pancasila tetapi tidak dapat ditampik munculnya kesan bahwa peran Sukarno " tidak terlalu besar" dalam menemukan dan merumuskan ideologi Pancasila itu. Artinya terlihat munculnya upaya untuk memisahkan Sukarno dengan Pancasila.

Malahan pada waktu itu lebih dititik beratkan pada pengesahan Pancasila sebagai ideologi negara bertitik tolak dari disahkannnya UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang memuat sila demi sila dari Pancasila. Pengesahan tersebut dilakukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.Malahan ada yang menyebut tanggal pengesahan inilah yang dinyatakan sebagai Hari Lahir Pancasila.

Seperti diketahui rumusan sila demi sila Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 45 berbeda dengan rumusan Bung Karno yang dikemukakannya pada pidato 1 Juni 1945.

Pada masa itu para sejarahwan yang pro Orde Baru juga memberi tapsir sejarah terhadap lahirnya ideologi negara itu yang pada garis besarnya mendegradasi peran Sukarno terhadap kelahiran ideologi itu.

Salah seorang sejarahwan yang patut disebut namanya adalah Nugroho Notosusanto. Selain sebagai sejarahwan, Notosusanto juga adalah sastrawan. Diantara buku sastranya yang terkenal adalah kumpulan cerpen " Hujan Kepagian" dan " Rasa Sayange".

Sastrawan dan sejarahwan yang sempat menjabat sebagai Menteri Pendidikan pada jaman Orde Baru itu menyebut bahwa pencetus Pancasila bukanlah Sukarno melainkan Muhammad Yamin. Menurutnya Sukarno adalah penerus dan bukan pencetus. Pandangan pandangannya tentang kelahiran Pancasila termuat dalam bukunya "Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara".

Nugroho juga pernah menyatakan, lahirnya Pancasila tidak perlu dikaitkan dengan tokoh secara mutlak. Karena lahirnya sesuatu gagasan sebagai yang abstrak, tidak mudah ditentukan dengan tajam.Yang dapat dipastikan, saat pengesahan formal dan resmi daripada suatu dokumen.

Pernyataan tersebut tentu dimaksudkan untuk mengecilkan peran Sukarno sebagai penggali dan perumus Pancasila. Sangat nyata jugalah pada Orde Baru itu, penapsir tunggal Pamcasila adalah penguasa sehingga kalau ada yang mencoba membuat penapsiran lain maka dengan tindakan persuasif atau represif penapsir yang demikian akan dibungkam.

Tuduhan subversif atau tuduhan ekstrim kiri maupun kanan sangat mudah disematkan kepada seseorang atau kepada sebuah kelompok. Pada masa itu seolah olah Suharto adalah personifikasi Pancasila.

Sesungguhnya terhadap sikap Suharto yang demikian pada tahun 1980 sudah muncul perlawanan dari Petisi 50 dengan tokoh tokohnya seperti Jenderal (Purn) A.H.Nasution dan Ali Sadikin, seorang Gubernur DKI Jakarta yang legendaris.

Petisi yang ditanda tangani 50 orang tokoh pada tahun 1980 itu menyatakan, Suharto menganggap dirinya pengejawantahan Pancasila sehingga semua kritik yang ditujukan kepadanya dianggap sebagai kritik terhadap ideologi negara Pancasila.

Walaupun berbagai kritik maupun komentar telah mengemuka berkaitan dengan penapsiran Pancasila oleh Orde Baru tetapi penguasa tidak menghentikan perannya sebagai penapsir tunggal ideologi bangsa itu.

Berkaitan dengan berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya tentu layak muncul pertanyaan mengapa pemerintahan Orde Baru melakukan proses de-Sukarno -isasi Pancasila.

Alasan utama menurut pandangan saya ialah untuk memutus jasa Sukarno terhadap kelahiran Pancasila. Kalau nama Sukarno terus dikaitkan dengan Pancasila maka para Sukarnois akan dapat ruang untuk terus mengidolakan Proklamator Kemerdekaan itu.

Penguasa Orde Baru sadar bahwa pengikut dan pengagum Bung Karno tetap merupakan ancaman potensial terhadap kelanggengan kekuasaan nya.

Anggapan yang demikian ternyata menemui momentumnya ketika pada pemilu 1987, muncul seorang politisi dari trah Sukarno yaitu Megawati Soekarnoputri yang merupakan putri kandung Sukarno dengan Ibu Fatmawati. Kemunculan Mega dan cara penguasa Orba memperlakukannya merupakan salah satu pemantik munculnya keberanian rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap Suharto.

Selanjutnya dengan memutus hubungan Sukarno dan Pancasila akan memberi keleluasaan bagi penguasa Orde Baru untuk memberi tapsir terhadap ideologi itu. Dengan keleluasaan tersebut penguasa dapat menjadikan Pancasila sebagai tameng untuk mengamankan kekuasaannya.

Alasan selanjutnya dengan memutus hubungan Sukarno dengan Pancasila maka Suharto akan dapat memerankan diri sebagai penyelamat dan pengamal Pancasila.

Sekurang kurangnya dengan alasan yang demikianlah maka pemerintah Orde Baru secara sistimatis dan terencana terus melakukan proses de -Sukarno-isasi terhadap Pancasila.

Hari ini, 1 Juni 2018, bangsa ini mengadakan upacara untuk memperingati Hari Lahirnya Pancasila berdasarkan Keputusan Presiden Jokowi pada Mei 2017.

Tentulah menjadi tugas semua komponen bangsa untuk terus memelihara dan mempertahankan ideologi tersebut agar tidak hanya sebatas retorika semata tetapi justru melalui perbuatan nyata.

Selamat memperingati Hari Lahirnya Pancasila!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun