Salah seorang sejarahwan yang patut disebut namanya adalah Nugroho Notosusanto. Selain sebagai sejarahwan, Notosusanto juga adalah sastrawan. Diantara buku sastranya yang terkenal adalah kumpulan cerpen " Hujan Kepagian" dan " Rasa Sayange".
Sastrawan dan sejarahwan yang sempat menjabat sebagai Menteri Pendidikan pada jaman Orde Baru itu menyebut bahwa pencetus Pancasila bukanlah Sukarno melainkan Muhammad Yamin. Menurutnya Sukarno adalah penerus dan bukan pencetus. Pandangan pandangannya tentang kelahiran Pancasila termuat dalam bukunya "Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara".
Nugroho juga pernah menyatakan, lahirnya Pancasila tidak perlu dikaitkan dengan tokoh secara mutlak. Karena lahirnya sesuatu gagasan sebagai yang abstrak, tidak mudah ditentukan dengan tajam.Yang dapat dipastikan, saat pengesahan formal dan resmi daripada suatu dokumen.
Pernyataan tersebut tentu dimaksudkan untuk mengecilkan peran Sukarno sebagai penggali dan perumus Pancasila. Sangat nyata jugalah pada Orde Baru itu, penapsir tunggal Pamcasila adalah penguasa sehingga kalau ada yang mencoba membuat penapsiran lain maka dengan tindakan persuasif atau represif penapsir yang demikian akan dibungkam.
Tuduhan subversif atau tuduhan ekstrim kiri maupun kanan sangat mudah disematkan kepada seseorang atau kepada sebuah kelompok. Pada masa itu seolah olah Suharto adalah personifikasi Pancasila.
Sesungguhnya terhadap sikap Suharto yang demikian pada tahun 1980 sudah muncul perlawanan dari Petisi 50 dengan tokoh tokohnya seperti Jenderal (Purn) A.H.Nasution dan Ali Sadikin, seorang Gubernur DKI Jakarta yang legendaris.
Petisi yang ditanda tangani 50 orang tokoh pada tahun 1980 itu menyatakan, Suharto menganggap dirinya pengejawantahan Pancasila sehingga semua kritik yang ditujukan kepadanya dianggap sebagai kritik terhadap ideologi negara Pancasila.
Walaupun berbagai kritik maupun komentar telah mengemuka berkaitan dengan penapsiran Pancasila oleh Orde Baru tetapi penguasa tidak menghentikan perannya sebagai penapsir tunggal ideologi bangsa itu.
Berkaitan dengan berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya tentu layak muncul pertanyaan mengapa pemerintahan Orde Baru melakukan proses de-Sukarno -isasi Pancasila.
Alasan utama menurut pandangan saya ialah untuk memutus jasa Sukarno terhadap kelahiran Pancasila. Kalau nama Sukarno terus dikaitkan dengan Pancasila maka para Sukarnois akan dapat ruang untuk terus mengidolakan Proklamator Kemerdekaan itu.
Penguasa Orde Baru sadar bahwa pengikut dan pengagum Bung Karno tetap merupakan ancaman potensial terhadap kelanggengan kekuasaan nya.