Luhut Binsar Panjaitan adalah seorang jenderal purnawirawan yang cemerlang. Ia juga disebut sebagai kepercayaan Jokowi. Luhut punya lobi yang bagus dengan berbagai ormas dan parpol. Dengan ormas Islam, Nahdlatul Ulama misalnya, mantan Menteri Perdagangan di era Gus Dur ini punya hubungan yang cukup dekat.
Saking dekatnya dengan NU, Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU pernah membuat candaan bahwa Luhut adalah Ketua NU Cabang Kristen. Sebuah candaan yang kemudian mendapat tanggapan dan hujatan dari berbagai tokoh maupun ormas Islam lainnya.
Dengan komunikasi dan lobinya yang bagus itu, Jokowi sering memberi penugasan kepadanya walaupun kadangkala tugas yang dilakukannya itu tidak selamanya sesuai dengan tugas dan fungsinya pada kabinet.
Kita masih ingat ketika pada persidangan penistaan agama, ada perkataan Ahok yang menyinggung KH Ma'ruf Amin, Ketua Umum MUI Pusat, sehingga membuat keadaan waktu itu memanas. Warga Nahdliyin juga masa itu sempat melancarkan berbagai protes. Untuk mendinginkan suasana justru Luhut lah yang datang menemui Ma' ruf Amin di kediamannya.
Dengan kapasitasnya sebagai sosok yang dipercaya Jokowi dan mempunyai hubungan yang baik dengan berbagai pihak itulah maka Luhut mengadakan pertemuan dengan Prabowo Subianto di salah satu hotel berbintang pada Jumat (Kompas .com, 7/4/2018) menyebut kedua jenderal purnawirawan itu mengadakan pertemuan diam diam.
Menurut Sufmi Dasco Ahmad, Ketua DPP Gerindra Prabowo dan Luhut juga sudah sering mengadakan pertemuan. Tetapi kelihatannya pertemuan 6 April tersebut agak khusus di tengah tengah pembicaraan publik apakah Prabowo maju atau tidak pada pilpres nanti.
Ada poin penting yang layak dicatat pada pertemuan "diam-diam" tersebut. Luhut menyatakan, dalam pertemuan itu ia menyarankan agar Prabowo maju kembali sebagai calon presiden dan berhadapan dengan Jokowi pada Pilpres 2019.
"Malah saya bilang 'Pak Prabowo maju saja'," ujar Luhut saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam acara Partai Golkar di Jakarta, Sabtu (7/4/2018, Kompas.com).
Tentu saja menarik untuk membahas mengapa Luhut menyarankan Prabowo untuk maju pada Pilpres 2019. Seperti diketahui dari berbagai hasil survei, walaupun perbedaan tingkat elektabilitas Jokowi dengan Prabowo masih lebih 20 % tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa Prabowo lah penantang paling potensial Jokowi pada Pilpres nanti.
Walaupun disebut penantang paling potensial tetapi publik mulai ragu apakah Prabowo benar-benar masih akan maju atau akan bertindak hanya sebagai King Maker saja. Keraguan publik ini muncul karena sampai sekarang mantan Pangkostrad itu belum mendeklarasikan dirinya untuk maju.
Bahkan putra Begawan Ekonomi Indonesia itu menyatakan pada tanggal 11 April nanti sewaktu diadakan Rakernas Partai Gerindra, ia juga belum akan mendeklarasikan dirinya sebagai capres. Alasan yang dikemukakannya antara lain karena ia belum punya tiket untuk maju pada Pilpres.
Diduga yang dimaksudkannya belum punya tiket itu berkaitan dengan sikap PKS yang sampai sekarang belum memberi pernyataan tertulis untuk berkoalisi dengan Gerindra. Malahan Hidayat Nur Wahid, anggota Majelis Syuro PKS menyatakan bahwa partainya baru akan menentukan sikap sesudah selesainya proses Pilkada 2018. Hidayat Nur Wahid juga mengatakan Gerindra dan PKS bisa saja pecah.
Selanjutnya entah berlebihan atau tidak, tapi perlu juga dicatat pada hari pertemuan Luhut dengan Prabowo itu, saat itu jugalah bertempat di salah satu restoran di bilangan Senayan Jakarta, sekelompok relawan yang menamakan dirinya "Gatot Nurmantyo Untuk Rakyat" (GNR) mendeklarasikan pencapresan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Diperkirakan kalau Gatot Nurmantyo akan maju tentu akan menggunakan Gerindra-PKS sebagai kenderaan politiknya. Andai Prabowo/Gerindra dan PKS tertarik dengan figur Gatot Nurmantyo dan mencalonkannya pada Pilpres, maka muncul pertanyaan, manakah lebih "nyaman" untuk Jokowi, bertarung dengan Prabowo atau dengan mantan Panglima TNI itu.
Memang sekarang ini tingkat keterpilihan Gatot masih di bawah Prabowo. Tetapi Pilpres itu masih sebelas bulan lagi dihitung dari sekarang. Ada kelebihan Gatot dibanding Prabowo. Jenderal purnawirawan kelahiran Tegal itu masih lebih "segar" dibanding Ketua Umum Partai Gerindra itu. Seperti diketahui tahun ini Prabowo sudah berusia 67 tahun sedangkan Gatot masih 58 tahun.
Prabowo sudah dua kali mengikuti Pilpres yang dipilih rakyat secara langsung. Sekali tahun 2009 sebagai Cawapres Mega dan 2014 sebagai capres berpasangan dengan Hatta Rajasa. Tentulah dua kali ikut terjun pada Pilpres akan menguras tenaga, pikiran, dan logistik. Sedangkan Gatot baru kali pertama ikut Pilpres.
Kemudian dalam beberapa bulan ini sepertinya tingkat elektabilitas Prabowo stagnan pada kisaran angka 25 %. Kalau Prabowo tidak maju maka bukan tidak mungkin suara Prabowo itu akan beralih ke Gatot dan diperkirakan mantan Panglima TNI itu masih akan bisa meningkatkan elektabilitasnya dengan mengandalkan suara sebahagian umat Islam terutama peserta Aksi Aksi Bela Islam tahun lalu .
Secara kebetulan, Sukmawati adik Megawati membuat kekeliruan tentang puisinya yang kemudian dinyatakan oleh sebahagian umat Islam sebagai bentuk penghinaan terhadap Islam. Alumni 212 seperti menemukan momentumnya untuk menggelar unjuk rasa menuntut agar Sukmawati diproses secara hukum berkaitan dengan puisinya yang menghebohkan itu.
Dalam pandangan saya Alumni 212 akan memberi dukungan yang lebih full kepada Gatot ketimbang Prabowo sekurang kurangnya karena 2 alasan.
- Menjelang proses Pilkada serentak 2018 ada nama nama yang disampaikan Alumni 212 kepada Gerindra, PKS, dan PAN agar diusung pada Pilkada. Salah satu nama yang mencuat ke permukaan adalah La Nyalla Mattaliti untuk diusung pada pilgub Jawa Timur. Tetapi yang terlihat, ketiga parpol tersebut tidak memberi dukungan kepada pengusaha dan tokoh bola asal Jawa Timur dimaksud.
- Hubungan emosional Alumni 212 dengan Gatot cukup terpelihara dengan baik sehingga dengan adanya unjuk rasa terhadap Sukma seperti yang kita saksikan pada 6 April yang lalu akan dapat juga dijadikan sebagai momentum penggalangan dukungan massa untuk Gatot Nuramantyo.
Dengan analisis tingkat amatiran atau tingkat kedai kopi seperti yang diutarakan di atas, Jokowi akan lebih nyaman bertarung dengan Prabowo ketimbang dengan Gatot Nurmantyo. Lalu apakah dengan alasan yang demikian maka Luhut menyarankan Prabowo agar maju pada Pilpres nanti? Tentu saya tidak mampu menjawabnya.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H