Pertemuan 30 menit Jokowi dengan Agus Harimurthi Yudhoyono ( AHY) di Istana Merdeka ,6 Maret 2018 yang lalu mendapat sambutan positif dari partai partai politik yang telah menyatakan dukungannya kepada Jokowi untuk maju pada Pilpres 2019.Dari berbagai komentar yang muncul tidak terlihat adanya komentar negatif terhadap pertemuan dimaksud.
Jokowi juga terlihat resmi dan hangat menerima kunjungan putra sulung SBY itu. Seperti diketahui sekarang ini sudah ada 5 parpol yang telah menyatakan dukungannya kepada Jokowi yakni : PDIP,Golkar ,Nasdem ,Hanura dan PPP. Dukungan 5 parpol tersebut sudah lebih dari cukup bagi Jokowi untuk bisa maju pada pertarungan demokrasi yang prestisius itu.
Dengan modal politik yang sudah lebih dari cukup itu tentu layak kalau muncul pertanyaan. ,apa kepentingan Jokowi untuk menyahuti keinginan Demokrat berdialog dengan dirinya yang kemudian ditunjukkannya dengan menerima AHY di Istana.
AHY oleh berbagai lembaga survei dinyatakan punya posisi kuat untuk menjadi pendamping Presiden petahana itu pada 2019.
Apakah dengan merapatnya Demokrat ke Jokowi justru tidak menjadi beban politis bagi Jokowi untuk menerima AHY sebagai wakilnya nanti.Sementara disisi lain diantara parpol pendukung Jokowi seperti Hanura sudah memberi sinyal untuk mencalonkan Wiranto sebagai cawapresnya Jokowi.
Pertanyaan ini sebenarnya pertanyaan yang  muncul dalam hati saya karena nya saya coba jawab sendiri. Bagi siapapun yang akan bertarung dalam kontestasi demokrasi ,tentunya semakin banyak dukungan politik yang diperoleh akan semakin baik.Tapi dukungan yang demikian akan efektif apabila tidak dibarengi dengan syarat yang bisa merusak konstelasi politik yang telah terbangun sebelumnya.
Dari satu sisi,kalau hanya dengan target untuk memperoleh tiket agar dapat maju pada Pilpres maka Jokowi tidak " butuh" lagi dukungan dari parpol lain. Tapi untuk meredam kekuatan politik yang potensial jadi pesaingnya pada Pilpres ,tentu Presiden petahana itu tetap menginginkan adanya tambahan amunisi.
Seperti yang terbaca melalui media maka sudah dapat dipastikan Prabowo Subianto akan menjadi lawan tanding Jokowi .Hal ini terlihat dari pernyataan petinggi partai Gerindra dan PKS yang menyatakan akan berkoalisi pada Pilpres. Kalau memang nantinya kedua parpol tersebut sudah berkoalisi maka sampai sekarang ini hanya 3 parpol lagi yang punya kursi di DPR RI yang belum menyatakan sikapnya terkait figur yang akan diusungnya pada April 2019 nanti yakni : Demokrat,PAN dan PKB.
Kemungkinan besar PKB tidak akan berada pada kubu Jokowi apabila Ketua Umum PKB ,Muhaimin Iskandar tidak memperoleh tempat sebagai cawapres nya Jokowi. Kalau hal demikian yang terjadi kemungkinan PKB akan membentuk poros lain bersama PAN dan Demokrat. Tapi koalisi ini tidak mungkin terbentuk tanpa Demokrat ikut didalam nya karena kalau hanya gabungan PAN dan PKB ,koalisi tidak akan terbentuk karena jumlah anggota nya di DPR RI tidak mencukupi syarat.
Dalam kaitan yang demikianlah Jokowi beserta timnya akan menghitung mana yang lebih menguntungkan, menarik Demokrat ke pihaknya yang berarti hanya akan berhadapan dengan Prabowo Subianto - dengan wakilnya  yang dicalonkan PKS atau "merelakan "
terbentuknya poros lain: Demokrat-PAN- PKB.Â
Hari ini ,9/3/201, Kompas.com memberitakan keterangan Sekjend Partai Demokrat,Hinca Panjaitan yang menyatakan bahwa Demokrat tawarkan AHY ke PKB dan PAN.Berkaitan dengan hal tersebut telah dilakukan pembicaraan awal oleh Demokrat- PAN dan PKB.Pembicaraan dimaksud belum menghasilkan sebuah kesepakatan dan masih dilanjutkan lagi dengan pembicaraan pembicaraan berikutnya.
Dalam pandangan saya, pada pembicaraan berikutnya nanti ,masalah krusial yang akan muncul adalah siapa yang akan diusung sebagai capres dan cawapres.Untuk memutuskan hal tersebut tentu tidak akan mudah karena suara suara dari internal PAN sudah muncul yang menginginkan Ketua Umum partai,Zulkifli Hasan diusung jadi calon Presiden.Disisi lain ,Ketua Umum PKB ,Muhaimin Iskandar juga telah mencanangkan tekad untuk nya menjadi cawapres.