Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang dibuka oleh Presiden Jokowi,Senin 18 Desember 2017 usai sudah.
Munaslub tersebut telah ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Rabu,20 Desember.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya ,Munaslub telah mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum baru menggantikan Setya Novanto.
Setnov terpilih sebagai ketua umum juga melalui munaslub yang diadakan pada mei 2016.
Artinya dalam waktu sekitar satu setengah tahun partai berlambang pohon beringin itu sudah dua kali mengadakan munaslub.
Hal tersebut juga mengindikasikan adanya " keadaan darurat" pada tubuh partai.
Munaslub 2016 dilaksanakan karena adanya perpecahan besar ditubuh partai antara kubu Abu Rizal Bakrie dan kubu Agung Laksono sedangkan Munaslub Desember 2017 diselenggarakan karena status hukum Setya Novanto yang telah ditetapkan sebagai terdakwa pada kasus korupsi e-ktp.
Dari dakwaan yang dibacakan jaksa pada berbagai sidang korupsi e-ktp tidak hanya nama Setnov yang muncul tetapi nama beberapa kader golkar juga disebut sebut.
Berkaitan dengan kasus e-ktp tersebut tidak hanya nama Setnov dan nama nama kader golkar yang disebut tetapi juga hampir merata nama kader parpol  lainnya juga ikut terlibat.
Karena banyaknya kader lintas partai yang disebut sebut maka diduga karenanyalah DPR membentuk Pansus Hak Angket KPK.
Sangat kuat dugaan ,pansus dibentuk untuk memberi perlawanan politik terhadap KPK.
Dalam perjalanannya KPK telah melakukan berbagai manuver baik yang berkaitan dengan hukum maupun politik.
Sepanjang yang terlihat yang menjadi motor utama dari pansus ini adalah kader Golkar.
Seperti diketahui yang menjabat sebagai ketua pansus adalah Agun Gunandjar Sudarsa seorang kader dan tokoh partai Golkar.
Kasus e-ktp yang telah membelit Setnov dan juga beberapa kader Golkar lainnya diduga telah menyebabkan menurunnya tingkat elektabilitas Golkar.Bahkan ada lembaga survei yang sekarang ini menempatkan Golkar pada peringkat ketiga sesudah PDIP dan Gerindra.
Posisi Golkar dibawah Gerindra tentulah sebuah situasi yang tidak baik untuk partai yang didirikan tahun 1964 itu.
Menyadari hal tersebut maka menjelang dan pada Munaslub ,Airlangga Hartarto mengusung thema besar " Golkar Bersih".
Sekarang Airlangga telah diberi amanah untuk memimpin partai .Karenanya anggota partai dan juga masyarakat menunggu sejauhmana langkah ketua umum baru untuk mewujudkan Golkar Bersih dimaksud. Sekurang kurangnya ada dua makna yang termaktub dalam keinginan mewujudkan Golkar Bersih .
Makna pertama ialah menyusun kepengurusan partai yang harus terdiri dari pribadi pribadi yang bersih.Artinya kepengurusan baru tidak boleh diisi oleh mereka yang pernah tersangkut dalam masalah hukum dan juga tidak berada pada posisi yang diperkirakan akan tersangkut dengan masalah hukum.
Menurut pendapat saya untuk mewujudkan hal ini tentu bukanlah hal yang mudah untuk ketua umum baru.
Dalam penyusunan kepengurusan inilah ujian pertama terhadap integritas sosok yang masih menjabat sebagai  menteri pada kabinet Jokowi itu.
Memang kewenangan Airlangga Hartarto untuk menyusun pengurus cukup besar karena ia diberi mandat penuh oleh Munaslub sebagai formatur tunggal.
Sepanjang yang diketahui ,sangat jarang terjadi pada Golkar ,seorang ketua umum terpilih yang juga bertindak sebagai formatur tunggal.
Oleh karena pada tubuh partai juga ada " kubu kubuan" maka diperlukan kerja ekstra keras  dari Airlangga untuk melakukan lobi lobi serta memberi argumentasi yang logis kepada masing masing kubu apabila ada aspirasinya yang tidak terpenuhi oleh karena nama yang diajukan dinilai kurang bersih.
Airlangga sendiri  mengakui sekarang ini kantongnya sudah penuh dengan berbagai nama yang diajukan oleh berbagai pihak untuk didudukkan pada kepengurusan partai.
Tentulah menyaring dan memilah nama tersebut terutama dengan menggunakan ukuran bersih dari kasus hukum merupakan tugas yang tidak ringan bagi ketua umum baru.
Kemudian makna kedua ,bagaimana Airlangga Hartarto menyikapi keberadaan Golkar pada pansus hak angket KPK.
Dari sisi internal partai dan juga dari suara yang dikemukakan publik sudah muncul keinginan agar Golkar tarik diri dari pansus KPK .
Banyak kalangan berpendapat keberadaan pansus itu sendiri " illegal" sehingga tidak perlu dipertahankan.
Tetapi kalau dicermati, kehadiran dan keberadaan pansus justru muncul dari semacam " solidaritas " diantara sesama parpol termasuk partai partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Andainya Golkar menarik diri dari pansus tersebut tentu Airlangga harus memperhitungkan relasi partainya dengan partai lain.
Sebenarnya tidak hanya sebatas relasi, tetapi juga bagaimana " solidaritas" lintas partai yang telah terbina selama ini yang terlihat sangat jelas dalam sepak terjang pansus KPK.
Hal hal inilah yang menarik untuk mencermati langkah awal ketua umum baru untuk mewujudkan " Golkar Bersih".
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H