Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

[ULTAH KOMPAS] Ternyata Bukan "Komando Pastor"

29 Juni 2017   05:00 Diperbarui: 30 Juni 2017   13:03 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seingat saya ,nama koran Kompas mulai saya ketahui pada sekitar tahun 1967 sewaktu masih duduk di bangku kelas dua SMA di kota kecil yang bernama Padangsidimpuan yang pada masa itu menjadi ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara.

Pada masa itu surat kabar yang beredar di kota yang dijuluki Kota Salak itu adalah koran terbitan Medan ,ibu kota Provinsi Sumatera Utara antara lain,Harian Waspada,Harian Mimbar Umum dan Harian Mercu Suar.Tentu bukan hanya surat kabar ini yang beredar tetapi kalau saya ,koran tersebutlah yang sering dibaca.

Saya tahu juga masih banyak surat kabar lainnya yang terbit di Medan dan Jakarta seperti Harian  Angkatan Bersenjata,Harian Pedoman dan juga Harian Indonesia Raya. Karena semasa SMA sudah tertarik membaca berita politik dan juga aktip,di organisasi pelajar yang berbasiskan Islam yaitu Pelajar Islam Indonesia (PII) ,saya juga dapat informasi dari para senior bahwa partai partai politik juga punya masing masing surat kabar seperti ,NU dengan Duta Masyarakatnya ,Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia dengan Sinar Revolusi,Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dengan Nusa Putra ,Partai Kristen Indonesia dengan Sinar Harapan.

Ketika saya mulai mendengar nama Harian Kompas maka saya bertanya ke senior tentang surat kabar ini ,lalu dijelaskannya Kompas adalah surat kabarnya Partai Katolik .Senior itu juga mengatakan Kompas merupakan kependekan kata " Komando Pastor".
Pada masa itu muncullah gambaran di pikiran saya bahwa Kompas adalah surat kabarnya orang Katolik dan tentu isinya akan banyak berhubungan dengan kepentingan Katolik.

Ketika di pikiran saya muncul gambaran yang demikian sebenarnya saya belum pernah membaca surat kabar tersebut jadi informasi yang diperoleh barulah sebatas penjelasan dari senior saya di organisasi.

Tahun 1968 saya pindah ke Medan untuk melanjutkan di perguruan tinggi yaitu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Di lantai dasar gedung fakultas dekat tangga naik ke lantai satu ada toko buku yang bernama Toko Buku Deli yang menjual buku buku dan juga surat kabar.Di toko buku itulah saya melihat dan kemudian membaca Harian Kompas dan juga Mingguan Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Barat pimpinan Rahman Tolleng.

Kalau kantong lagi kempes saya tidak beli Kompas tetapi tetap membacanya sambil berdiri atau duduk di toko buku itu.Abang penjaga toko buku tersebut ingat saya bernama Daim sangat baik sehingga dia tidak marah kalau saya membaca gratis Kompas di toko nya.
Sesudah sekitar enam bulan membaca Kompas sepertinya terasa saya tidak hanya membaca surat kabar tetapi membaca artikel artikel ilmiah dan berita berita aktual.

Dengan konten Kompas yang demikian perlahan muncul perasaan kecanduan sehingga setiap hari harus membaca surat kabar yang didirikan oleh PK Oyong dan Jacob Oetama ini.

Seiring perjalanan waktu saya terus membaca Kompas dan melahap artikel artikel bermutu mulai dari masalah politik,ekonomi,kebudayaan,pertahanan ,pendidikan bahkan juga astronomi yang seingat saya sering ditulis dengan bagus oleh Karlina Supeli.
Reportasenya juga menarik karena si penulis langsung terjun ke lapangan seperti yang dilakukan oleh Maruli U Tobing yang bertindak sebagai " kernet" truk yang melintasi rute Jawa-Sumatera.

Artikel musik atau sejenis filsafat juga saya gemari yang ditulis oleh Salomo Simanungkalit yang menurut informasi hanya seorang tamatan SMA tetapi ia seorang oto didak sehingga mampu membuat membuat artikel artikel berat. Cerita bersambung yang saya senangi waktu itu tentang Kusni Kasdut seorang yang katanya penjahat besar tetapi dianggap punya ilmu batin yang hebat yang ditulis dengan menarik oleh Parakitri nama pena dari Tahi Simbolon.

Saya juga sangat menikmati celotehan Mang Usil ataupun komentar komentar pendek Oom Pasikom. Artikel artikel tentang Islam juga banyak jumlahnya yang antara lain ditulis oleh Abdur Rahman Wahid.Waktu itu namanya belum terlalu tenar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun