Efek pertama adalah menurunnya gairah kerja pegawai yang lain karena mereka sadar ukuran untuk promosi jabatan bukanlah kinerja tetapi kemampuan membayar jabatan.
Kedua, Pejabat yang didudukkan karena uang akan segera menempuh berbagai langkah yang akan melanggar hukum untuk  sesegera mungkin "modalnya" kembali.
Ketiga, pegawai yang dipimpinnya akan merasa sinis karena mereka punya pimpinan yang ditengarai karena membayar dan hampir dapat dipastikan kualitas pimpinan tersebut tidak memadai sesuai dengan persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan.
Keempat, keseluruhan organisasi akan terkena wabah "cari uang" sebanyak banyaknya karena diyakini hanya dengan kekuatan uang lah promosi jabatan dapat diraih.
Kelima, Sumber Daya Manusia yang mengelola pemerintahan menjadi rendah maka untuk jangka panjang prestasi pemerintah daerahnya akan menurun terlebih lebih pada era yang membutuhkan kualitas SDM yang mampu membuat berbagai terobosan dan melakukan inovasi yang berarti untuk kemajuan daerahnya.
Sesungguhnya untuk mencegah terjadinya penempatan pns pada jabatan sesuai selera Kepala Daerah  ,kita telah memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.
Peraturan tersebut adalah  kebijakan pemerintah yang merupakan pola acuan terhadap pelaksanaaan pengangkatan dalam jabatan struktural dan pembinaan karir bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsin/Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah dimaksud serta berbagai ketentuan lainnya telah memberi ketentuan yang jelas tentang persyaratan golongan,pendidikan penjenjangan ,Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3),kualifikasi yang dibutuhkan ,pengalaman kerja serta persyaratan lainnya yang harus dipenuhi.
Secara teori semua pns yang memenuhi kriteria dan persyaratan akan dijaring dan kemudian diseleksi oleh sebuah badan yang dibentuk Kepala Daerah untuk itu yaitu Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan yang disingkat Baperjakat.Susunan personalia badan ini terdiri dari Sekretaris Daerah sebagai Ketua,Kepala Badan Kepegawaian Daerah sebagai Sekretaris dan ditambah 3 orang anggota yang menurut kelajiman terdiri dari Asisten Adiminsitrasi Umum,Inspektur Daerah dan Kepala Badan Kesbangpollinmas.
Sesudah melakukan penjaringan dan seleksi, Badan ini mengajukan 3 nama untuk masing masing jabatan kemudian diajukan kepada Kepala Daerah yang kemudian memilih satu nama untuk diangkat pada jabatan yang ditentukan.
Kelihatannya karena mengikuti proses yang demikian maka akan terpillihlah tenaga terbaik pns untuk menduduki sebuah jabatan tetapi nyatanya bukan seperti itu.Kelemahan sistim ini ialah badan penilai atau Baperjakat diangkat berdasarkan Keputusan Kepala Daerah dan karena semua yang diangkat adalah bawahannya maka kalau ada permintaan dan arahan untuk mendudukkan seseorang atau beberapa orang dalam jabatan maka dapat dipastikan Baperjakat tidak akan berkutik dan pasti akan mengikuti selera atasannya.Jadi bolehlah disebut keberadaan Baperjakat hanyalah formalitas semata dan badan ini tidak akan mampu mencegah terjadinya dagang jabatan.
Memang sekarang ini sudah ada UU Aparatur Sipil Negara yang antara lain mengatur tata cara pengangkatan aparatur sipil negara pada jabatan melalui fit and proper test yang diselenggarakan oleh Tim Seleksi (Timsel) yang dibentuk Kepala Daerah.Akan mampukah Timsel mencegah terjadinya dagang jabatan ?.Hal ini akan dibahas pada artikel lain.