Publik seperti terkejut ,terperangah,terheran heran dengan Operasi Tangkap Tangan KPK terhadap Bupati Klaten karena komisi anti rasuah berhasil menemukan dan kemudian menyita uang 3 milliar rupiah yang diduga sebagai bahagian dana transaksi jual beli jabatan.Ternyata jabatan telah menjadi " komoditas" untuk diperjual belikan.
Sebelum OTT Klaten sebenarnya publik khususnya para pegawai negeri sipil (pns) di beberapa tempat di negeri ini sudah lama mencium aroma terjadinya dagang jabatan tetapi karena tidak memiliki data atau fakta hukum yang kuat untuk membuktikannya semuanya menjadi diam semuanya menjadi bisu karena kalau hal itu diungkapkan tanpa bukti hukum yang kuat maka yang terjadi nantinya sejenis serangan balik dengan tuduhan memfitnah atau pencemaran nama baik.
Kenapa publik atau komunitas pns dapat mencium aroma tersebut?.
Sesungguhnya komunitas pns pada suatu unit kerja atau pada suatu daerah secara umum saling mengenal termasuk juga mengenal kemampuan kapasitas,ketrampilan,keahlian ,dedikasi ,disiplin ,kompetensi dan kemampuan lainnya yang merupakan syarat utama untuk menduduki atau untuk promosi dalam satu jabatan.Ketika seorang pns diangkat atau dipromosikan maka komunitas pns yang berada di lingkungan tersebut punya penilaian " wajar" atau " tidak wajar" terhadap pengangkatan atau promosi jabatan dimaksud.Kalau mereka menilai promosi untuk seseorang  dinilai " tidak wajar" maka persepsi yang muncul pasti telah terjadi praktek kkn dengan modus jual beli jabatan.
Sebenarnya lama kelamaan berkembang juga issu tentang besaran tarif yang harus dibayarkan untuk memperoleh kedudukan atau jabatan.Tarif tersebut sangat variatif tergantung kepada jabatan mana yang dituju serta pada unit kerja mana yang dikehendaki.Bisa terjadi level jabatan nya sama tapi unit kerjanya " lebih basah" maka tarifnya juga akan berbeda.Misalnya level jabatannya sama sama  kepala seksi tetapi unit kerjanya berbeda maka tarifnya juga akan beda karena sangat ditentukan oleh " basah ,keringnya" jabatan yang dituju.
Untuk menjaring calon yang akan didudukkan pada jabatan berbayar tentu seorang Kepala Daerah  tidak mungkin langsung mencari mangsanya tapi harus menggunakan orang lain karenanya dia harus menyiapkan jaringan semacam Multi Level untuk menyasar sasaran dimaksud.Bisa terjadi operator lapangan multi level berasal dari bawahannya atau juga orang lain yang dipercayainys diluar jajaran pemerintah daerah bahkan mungkin juga anaknya yang dihunjuk untuk memainkan peran tersebut.
Semakin panjang mata rantai antara Kepala Daerah dengan oknum pns yang akan diangkat maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkannya karena setiap orang yang berperan dalam jaringan juga harus memperoleh bagian.Illustrasinya sebagai berikut.Kepala Daerah menentukan tarif dasar untuk jabatan setingkat kepala seksi di satu unit kerja dipatok Rp.25 juta .
Artinya Kepala Daerah menerima bersih dana sebesar itu dan tidak dipersoalkannya berapa dana yang akan ditarik para operator dari calon pejabat yang akan diangkat.Semakin panjang mata rantai antara Kepala Daerah dengan calon pejabat maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar.
Ada beberapa alasan kenapa dibutuhkan adanya semacam jaringan atau multi level .
Pertama,seorang Kepala Daerah harus menjaga " wibawa" nya sehingga tidak mungkin langsung " menjajakan dagangannya" dan untuk itu dia butuh orang lain.Kedua,untuk menghilangkan jejak andainya permainan terbongkar.Kepala Daerah akan bisa membusungkan dada dengan menyatakan dia tidak pernah terima uang dari pejabat yang diangkatnya dan si pemberi uang juga tidak akan dapat membuktikan bahwa ia telah menyetor atau memberikan sejumlah uang kepada si Kepala Daerah.Dengan pola sejenis multi level yang demikianlah maka sulit memberantas praktek dagang jabatan yang ditengarai terjadi di berbagai daerah oleh karena lemahnya data,fakta yang dibutuhkan untuk menyatakan telah terjadinya tindak pidana penyuapan atau penyalahgunaan kekuasan.
Diduga praktek dagang jabatan ini terjadi oleh karena semakin ketatnya pengawasan terhadap penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) termasuk dalam pelaksanaan tender proyek.Dimasa lalu sudah merupakan rahasia umum adanya kewajiban bagi setiap orang atau rekanan yang memenangkan tender untuk menyetorkan sejumlah upeti kepada Kepala Daerah.Tetapi karena semakin banyaknya pejabat ataupun anggota legislatif yang terseret masalah hukum karena penyalah gunaan anggaran maka Kepala Daerah mulai melirik potensi lain yang dapat dijadikan sebagai lumbung baru penghasil uang dan lumbung itu adalah dagang jabatan.
Tidak dapat dipungkri praktek dagang jabatan akan memberi efek merusak yang dahsyat terhadap organisasi pemerintah tidak hanya pada saat kejadian tetapi juga untuk jangka yang lama.