Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kenangan Bersama Ibu Ikut Pemberantasan Buta Huruf

10 Oktober 2016   06:55 Diperbarui: 2 Februari 2023   00:40 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa sekitar tahun 60-an ada sebuah kegiatan besar yang bernama Pemberantasan Buta Huruf (PBH). 

Karena Artikel ini hanya mengandalkan ingatan jadi saya tidak punya data berapa persen jumlah penduduk yang buta huruf pada masa itu.

Kenangan ini terjadi di Kota Padangsidimpuan Propinsi Sumatera Utara yang pada masa tersebut menjadi Ibu Kota Kabupaten Tapanuli Selatan.

Ibu bekerja di "Djawatan Pendidikan Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan" dan jawatan ini berada dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Jawatan inilah yang ditugaskan untuk melaksanakan PBH.

Dari cerita Ibu saya tahu bahwa PBH merupakan kegiatan yang diperintahkan oleh Presiden Sukarno dengan satu tujuan mulia membuat orang bisa membaca dan mengenal angka yang sederhana. 

PBH dilaksanakan melalui kursus kursus yang disebut Kursus Pemberantasan Buta Huruf tanpa dikutip bayaran alias gratis. 

Walaupun gratis tapi banyak juga orang yang tidak mau ikut tetutama para pria yang sudah berumah tangga karena mungkin malu. Bagaimana perasaan ikut lagi kursus PBH sementara putra putrinya sudah duduk di bangku SD atau SMP tentu ada rasa malu.

Tapi Pemerintah sungguh sungguh ingin warga negaranya melek huruf. Untuk itu sering diadakan semacam razia pada penumpang angkot.Petugas menghentikan angkot dan menanyai seta mentest penumpang apakah bisa membaca atau tidak. 

Kadang-kadang menggelikan ada penumpang angkot yang buta huruf dan sudah bersiap menghadapi razia lalu ia membeli surat kabar dan ketika petugas naik ke angkot dia seolah olah membaca surat kabar tapi sayangnya ia "membaca" terbalik karena ia tidak mengenal huruf. 

Mungkin dia bermaksud akan terlihat membaca dengan posisi surat kabar yang tepat kalau ada foto pada halaman surat kabar yang dibacanya tapi ketika tidak ada foto maka ia kehilangan pedoman tentang posisi surat kabar yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun