Sejarah perjalanan bangsa tidak bisa dilepaskan dari Pekanbaru Riau, merupakan ibukota dari provinsi Riau yang sebelumnya Kepulauan Riau beribukota di Tanjung Pinang, setelah pemekaran tersebutlah riau daratan yang beribukotakan di kota Pekanbaru
Selesai pemekaran langkah selanjutnya adalah pengembangan dan peningkatan kemajuan kota selanjutnya, atau yang disebut dengan ekspansi atau perluasan wilayahÂ
Kota Pekanbaru menjadi kota sasaran perantauan dari seorang musafir desa yang mencari kehidupan dan titik kedewasaan di negeri Melayu, dari negeri Batak Mandailing ke Negeri Melayu.
Terdapat banyak pengalaman dan ilmu yang tidak pernah dipelajari di bangku sekolah maupun bangku kuliah seperti pelajaran ketahanan pangan secara realita, banyak dikuliah memang membahas ini khususnya dalam bidang ekonomi membahas terkait kesejahteraan, ketahanan pangan, tapi itu sebuah teori yang sangat bagus dibahas dikampus atau dimana saja belum tentu begitu bagus ketika dihadapkan langsung dilapangan atau sebagai pelaku ketahanan pangan itu sendiri dari hal yang sesulit-sulitnya tanpa makan tanpa nasi bagaiman bisa mempertahakan pangan yang kuat.
Itulah ilmu baru, pengalaman kata orang jauh lebih berharga dibandingkan ilmu, ungkapan itu bisa terucap karena yang pertama kali mengucapkan itu sudah melakoninya, tetapi ilmu juga sangat penting, karena tanpa ilmu kita bodoh, gelap bahkan tidak menerima terang lagi, untuk menerangkan kembali itu perlu ilmu dituntut.
Begitulah hidup, kalau hidup dan tinggal di kampung saja ilmu disitu-situ saja karena kurangnya wawasan dan pengetahuan kalau bertahan disana, namun tidak menutup kemungkinan di kampung sekarang sudah rasa kota semua sudah ada atau serba ada, mungkin dulu orang ke kota untuk kuliah sekolah yang lebih tinggi, sekarang sudah lebih dari itu,  dan bahkan banyak kampus-kampus sekitar desa yang sudah berdiri dan berkompeten, apalagi di era digital sekarang kuliah tinggal zoom saja sudah mumpuni tanpa harus ke kampus dan itu sudah dikembangkan ke pelosok atau pedesaan. Jadi tidak ada alasan lagi tidak kuliah atau tidak menuntut ilmu.
Sekarang tergantung pilihan dalam hidup ini, apakah kita di kota atau di desa, jawabannya ada pada diri masing-masing dan tidak bisa penulis menjawab keinginan dari para warga netizen, kita punya alasan tersendiri, salah satu diantaranya karena minimnya biaya pendidikan kalau kita mengharapkan dari orang tua mungkin tidak sanggup secara materi untuk mencukupi kebutuhan tapi sanggup secara immateri  kuliah di kota. Ini menjadi sebab seseorang harus berangkat dari tanah kelahiran menutupi kekurangan itu dengan kecemerlangan.
Pantang pulang sebelum berhasil, ini merupakan jargon dari para leluhur kita dulu saat merantau, maknanya menurut hemat penulis adalah harus berhasil dalam perantauan, bekerja, dan belajar bersungguh-sungguh. Kalau kata pantang pulang menurut penulis ini agak bertentangan dengan hati sanubari karena kita tidak boleh lupa pada kampung halaman terlebih kepada kedua orang tua, paling sedikit kita harus pulang sekali setahun yaitu pada momen hari raya idul fitri maupun tahun baru, dan sangat miris kita melihat apalagi tidak mau pulang bahkan disengaja tetapi ini mungkin punya alasan pribadi masing-masing, tetapi idealnya seorang perantau begitu ia tidak boleh lupa diri, sejatinya ia merantau tersebut adalah sebagai seorang musafir (dalam perjalanan) on proses keberhasilan hendaknya kita bisa kembangkan ke desa kita. Membangun desa kita kalua kita punya ilmunya, paling sedikit membahagiakan keluarga di kampung.
Perjalanan sang musafir Desa tidak selalu mulus, tapi ia harus menghadapi rintangan, ibarat jalan ia harus melewati beragam cara dilewatinya ada jalan lurus, jalan buntu, itu harus bisa dilewati untuk mencapai satu tujuan hidup, betapapun nanti di perantauan ia tidak boleh melewati batas, karena di kota semua ada apa yang kita mau, maka sang perantau harus bisa menjaga diri memanej diri karena banyak juga orang perantau tidak punya siapa-siapa di perantauan, hanya berbadan tunggal tidak ada keluarga teman, hanya modal nekat. Ini perlu membekali diri dengan ilmu, iman, dan amal tidak boleh dilupakan apalagi kepada Sang Maha Pencipta tempat mengadu dan meminta. Lain halnya merantau ia sudah punya tujuan yang jelas keluarga dekatnya ada dikota tinggal telpon atau WhatsApp saja sudah cukup tidak meraba-raba lagi tapi ini merupakan rezeki yang baik yang tidak boleh disia-siakan harus disyukuri bandingkan bila kita tidak punya keluarga misalnya di kota merantau pasti bercampur rasa yang muncul, rasa antara takut, senang, dan khawatir dan lain sebagainya.
Setengah perjalanan merantau mulai menatap, apakah dikota hidup berkembang atau jalan ditempat tidak ada maju-majunya. Saat posisi seperti ini terngiang angin-angin untuk kembali ke kampung dan menetap disana, mungkin di kampung jauh lebih menjamin lagi dari pada hidup di kota ingat-ingat secerca harapan masih ada sebongkah berlian yang bisa digunakan disana, ladang, sawit, sawah, tetapi tidak semua seperti itu ada juga ingin kembali ke desa tapi tidak ada yang mau dikerjakan, tidak ada yang mau dikelola disana ini, hidup  seperti  ini layaknya buah simalakama atau pilihan yang sulit ditentukan dikota susah  di desa susah. Kalau seperti ini tinggal tawakal saja setelah ikhitar dan terus berdo'a mudah-mudahan ada rezeki yang tak disangka-sangka karena rezeki manusia tidak pernah tertukar begitu kata para ahli.
Para perantau dahulu mereka pernah berkatah begini, "setidaknya awak tidak lagi tempat bercerita orang" maksudnya kita tidak lagi alpa kalau bicara tentang kota karena kita sudah pernah mengalami merantau tinggal bertahun-tahun kemudian hidup kembali ke desa. Zaman sekarang sudah enak orang yang tinggal di desa sudah enak tiap tahun, bahkan tiap bulan ke kota karena sudah mudahnya akeses, ditambah lagi dari desa sudah banyak yang kuliah ke kota banyak sarjana yang sudah lulus dari dosa dan kembali mengabdi ke desa hal ini menjadi wasilah warga desa pergi pulan ke kota, sehingga tidak asing lagi ketika mendangar kota ini dan kota itu, bahkan ia hampir sudah mengelilingi semua kota yang ada di Indonesia ini. Semoga kita mendapat hikmah dari sini. Dan pada intinya namanya kehidupan ini sama saja yaitu untuk beribadah kepada Allah jangan lupa ibadah walaupun tinggal di Roma sana maupun di desa yang tak masuk jaringan disana.[]
                                                  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H