Menyiapkan Kehidupan yang Bermakna: Siswa harus belajar cara berpikir kritis, memecahkan masalah, dan beradaptasi dalam situasi yang kompleks.
Menumbuhkan Kebahagiaan: Pendidikan seharusnya menjadi proses yang menyenangkan dan bermakna, yang membuat siswa merasa dihargai dan termotivasi untuk terus belajar.
Jika UN benar-benar kembali di tahun 2026, formatnya harus dirancang untuk mendukung tujuan pendidikan, bukan sekadar menjadi alat ukur nilai. Misalnya, UN dapat diubah menjadi asesmen berbasis proyek atau portofolio yang mengevaluasi kemampuan siswa secara komprehensif, termasuk kreativitas, kerja sama tim, dan kemampuan berpikir kritis.
Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa pendidikan tidak terjebak dalam paradigma nilai semata. Kebijakan pendidikan harus mengarahkan guru, siswa, dan sekolah untuk fokus pada esensi pembelajaran yang sejati.
Catatan Akhir
Ada tidaknya UN sebenarnya bukan masalah utama. Yang paling penting adalah memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan pendidikan yang relevan, bermakna, dan berorientasi pada hidup. UN hanya alat, bukan tujuan. Pendidikan harus kembali pada inti sejatinya: membantu siswa menemukan kebahagiaan dan mempersiapkan mereka untuk menjalani hidup dengan penuh makna.
Mari kita jadikan pendidikan di Indonesia lebih manusiawi dan relevan, tanpa terjebak pada jebakan nilai dan angka semata. Non scholae sed vitae discimus!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H