Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Lainnya - Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajar Sepanjang Hayat

19 Desember 2024   21:21 Diperbarui: 19 Desember 2024   21:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari https://www.shutterstock.com/

"Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Belajar adalah jalan hidup yang tak pernah berakhir, dan setiap pengalaman mengajar adalah kesempatan untuk berkembang." --- Albert Einstein

Guru yang hebat bukanlah mereka yang merasa cukup dengan apa yang telah mereka ketahui, tetapi mereka yang terus menuntut ilmu baru, beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan siap menghadapi tantangan baru. Plato, filsuf Yunani kuno, berpendapat bahwa "pendidikan adalah proses membangkitkan pikiran manusia untuk memahami bentuk-bentuk tertinggi" (Republic, 514a--521b). Pandangan ini menggarisbawahi pentingnya pembelajaran sepanjang hayat sebagai proses terus-menerus untuk mencapai kebijaksanaan.

Pembelajaran sepanjang hayat tidak hanya soal memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga membangun kebiasaan berpikir kritis, kreativitas, dan empati. Guru yang terus belajar menunjukkan teladan bagi murid-muridnya. Menurut John Dewey, filsuf modern, pendidikan adalah "proses rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang memberikan makna baru pada pengalaman masa lalu" (Democracy and Education, 1916). Dalam konteks ini, guru menjadi agen perubahan yang menghubungkan pengalaman masa lalu dengan tantangan masa depan.

Lebih jauh, pemikiran postmodern seperti dari Michel Foucault menekankan bahwa "pembelajaran adalah proses dekontruksi struktur pengetahuan yang ada" (Foucault, 1980). Hal ini relevan bagi guru yang harus siap menghadapi perubahan paradigma pendidikan dengan sikap terbuka terhadap pembaruan.

Tantangan Dunia yang Terus Berkembang

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah mengalami perubahan besar-besaran. Teknologi berkembang pesat, dan cara kita bekerja, berkomunikasi, serta belajar juga berubah. Menurut Socrates, "Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak dijalani" (Apologia, 38a). Pernyataan ini mendorong guru untuk merefleksikan tantangan baru, seperti digitalisasi, dan menggunakannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Adopsi teknologi dalam pendidikan menjadi contoh nyata. Platform digital memungkinkan pengajaran yang lebih fleksibel dan adaptif. Namun, seperti yang diingatkan oleh Hannah Arendt, "Teknologi tanpa kebijaksanaan hanya menciptakan kekosongan makna" (The Human Condition, 1958). Oleh karena itu, guru harus terus belajar untuk memastikan teknologi digunakan secara bijak demi mendukung proses belajar-mengajar.

Pandemi COVID-19 telah mempercepat transformasi digital di dunia pendidikan. Sebuah laporan dari McKinsey & Company (2020) menyatakan bahwa guru yang mampu beradaptasi dengan teknologi berhasil menciptakan pengalaman belajar yang relevan bagi siswa. Sebaliknya, mereka yang gagal beradaptasi terjebak dalam metode lama yang tidak lagi relevan.

Mengapa Guru Harus Terus Belajar

Pembelajaran sepanjang hayat bukanlah pilihan, melainkan kewajiban bagi guru yang ingin tetap relevan. Aristoteles, murid Plato, menegaskan bahwa "pengetahuan diperoleh melalui praktik, dan kebajikan berkembang melalui kebiasaan" (Nicomachean Ethics, 1103a). Ini berarti bahwa guru yang terus belajar tidak hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga membangun kebiasaan yang mendukung pengajaran efektif.

Dalam dunia yang terus berubah, guru yang belajar sepanjang hayat akan mampu menghadapi dinamika sosial, perkembangan ilmu pengetahuan, dan inovasi teknologi. Jacques Derrida, filsuf postmodern, menambahkan bahwa "pemahaman yang mendalam tentang dunia hanya dapat dicapai melalui dialog yang berkelanjutan" (Writing and Difference, 1967). Guru yang membuka diri terhadap dialog ini mampu mengembangkan perspektif baru dan mentransfernya kepada siswa.

Selain itu, belajar sepanjang hayat melibatkan pembangunan keterampilan sosial dan emosional. Howard Gardner, penggagas teori kecerdasan majemuk, mengingatkan bahwa "kecerdasan interpersonal dan intrapersonal sama pentingnya dengan kecerdasan logis dalam pendidikan" (Frames of Mind, 1983). Guru yang terus belajar mengembangkan kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung pertumbuhan siswa secara holistik.

Membangun Kebiasaan Belajar yang Berkelanjutan

Untuk mendorong budaya pembelajaran sepanjang hayat, lembaga pendidikan perlu menyediakan program pelatihan, lokakarya, dan komunitas pembelajaran profesional. Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan, menekankan bahwa "pembelajaran sejati terjadi ketika individu aktif dalam proses eksplorasi dan refleksi" (The Origins of Intelligence in Children, 1952). Dengan demikian, guru perlu dilibatkan dalam kegiatan yang mendorong eksplorasi pengetahuan baru secara kolaboratif.

Selain itu, adopsi teknologi harus menjadi bagian integral dari kebijakan pendidikan. Guru perlu dilatih untuk memanfaatkan teknologi secara optimal, sehingga dapat menciptakan pengalaman belajar yang dinamis dan menarik. Menurut Alvin Toffler, "Buta huruf di abad ke-21 bukanlah mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang tidak bisa belajar, melupakan, dan belajar kembali" (Future Shock, 1970).

Menjadi Pembelajar yang Menginspirasi

Sebagai seorang guru, belajar adalah proses yang tidak pernah berhenti. Dunia terus berubah, dan sebagai pendidik, kita harus mampu beradaptasi. Pembelajaran sepanjang hayat memungkinkan kita menghadapi tantangan yang ada dan membawa siswa melampaui batas yang mereka anggap mungkin.

Albert Einstein mengingatkan, "Pendidikan bukanlah pembelajaran fakta, melainkan pelatihan pikiran untuk berpikir" (Out of My Later Years, 1946). Dengan semangat belajar yang terus berlanjut, kita tidak hanya mengembangkan diri, tetapi juga memberi contoh bagi siswa bahwa pendidikan adalah perjalanan yang tak pernah berakhir.

Mari kita terus belajar, beradaptasi, dan tumbuh bersama, karena kekuatan untuk menciptakan perubahan yang lebih baik di dunia pendidikan terletak pada sikap kita sebagai pembelajar sepanjang hayat.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun