Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Lainnya - Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Empat Pendekatan Guru untuk Menghidupkan Deep Learning di Kelas

4 Desember 2024   22:06 Diperbarui: 5 Desember 2024   07:53 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari genarative AI prompt by Maran

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti baru-baru ini memaparkan konsep deep learning sebagai metode pembelajaran baru yang akan diterapkan di sekolah-sekolah Indonesia. Dikenal juga sebagai deep learning ful-ful, metode ini bertujuan menciptakan pembelajaran yang mindful, joyful, dan meaningful.

"Dengan deep learning ini kami tentu berharap pembelajaran jadi menyenangkan, murid jadi betah, dan memahami mengapa mereka mempelajari sesuatu," jelas Abdul Mu'ti (2024). Namun, wacana ini memunculkan pertanyaan: bagaimana guru dapat menjalankan konsep deep learning secara efektif?

Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pendekatan seperti deep learning lebih ditentukan oleh peran guru daripada sekadar perubahan kurikulum (Fullan, 2020).

Empat pendekatan utama yang dapat digunakan guru---training, coaching, mentoring, dan facilitating---adalah kunci untuk memastikan pembelajaran tetap berpusat pada siswa dan relevan di berbagai konteks.

1. Training: Dasar Pemahaman yang Kokoh

Menurut Joyce dan Weil (2009), training adalah pendekatan yang memberikan siswa keterampilan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan ke tahap pembelajaran berikutnya.

Dalam konteks deep learning, training bertujuan untuk membangun fondasi pengetahuan yang kokoh pada siswa, sehingga mereka bisa memahami konsep lebih mendalam pada tahap-tahap berikutnya. Pendekatan ini memberikan pemahaman dasar yang diperlukan sebelum siswa dapat terlibat dalam eksplorasi lebih lanjut.

Sebagai contoh, dalam pelajaran matematika, guru dapat memulai dengan memberikan latihan soal-soal dasar tentang aljabar sebelum membahas topik yang lebih rumit.

Menurut penelitian terbaru, penerapan training yang efektif berhubungan langsung dengan peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang lebih kompleks di masa depan (Guskey, 2018).

Training juga membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan teknis yang diperlukan untuk melanjutkan ke topik yang lebih berat dan lebih mendalam. Keberhasilan metode ini tergantung pada kemampuan guru untuk mengajarkan konsep dasar dengan jelas dan terstruktur. Dengan cara ini, siswa dapat merasa lebih percaya diri untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya dalam pembelajaran mereka.

Sebuah studi oleh McTighe dan Wiggins (2019) menunjukkan bahwa ketika siswa memiliki landasan yang kuat, mereka akan lebih siap dan mampu untuk menerapkan pengetahuan mereka pada masalah yang lebih kompleks.

2. Coaching: Memotivasi untuk Pertumbuhan Individu

Coaching dalam konteks deep learning bertujuan untuk membantu siswa mencapai potensi mereka melalui panduan dan umpan balik yang mendukung (Whitmore, 2017).

Pendekatan ini memberi kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah secara mandiri.

Sebagai contoh, dalam pelajaran bahasa Inggris, seorang guru bisa berperan sebagai coach dengan memberikan umpan balik tentang penulisan esai siswa, kemudian mendorong siswa untuk merevisi dan meningkatkan kualitas tulisan mereka.

Umpan balik ini bisa berupa pertanyaan reflektif seperti, "Apa yang kamu coba sampaikan dalam paragraf ini?" atau "Bagaimana kamu bisa memperjelas argumenmu?"

Sebuah studi oleh Grant dan Greene (2018) menunjukkan bahwa coaching yang efektif dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir lebih kritis dan mencari solusi kreatif.

Pendekatan coaching yang baik juga mendorong siswa untuk lebih terlibat dalam pembelajaran mereka, mempercepat perkembangan keterampilan mereka, dan membangun rasa percaya diri dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Selain itu, coaching memberikan peluang bagi siswa untuk memperoleh perspektif dari seorang pendidik yang lebih berpengalaman. Dengan demikian, coaching bukan hanya sekedar memberikan jawaban, tetapi juga mendorong siswa untuk menemukan solusi mereka sendiri, meningkatkan rasa kemandirian dan pengembangan diri mereka (Hattie, 2012).

Guru yang mampu memberikan coaching yang efektif akan membantu siswa tidak hanya dalam memahami materi, tetapi juga dalam mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan mereka setelah sekolah.

3. Mentoring: Memberikan Inspirasi dan Arahan

Mentoring merupakan pendekatan yang lebih personal dan berfokus pada pengembangan karakter dan tujuan jangka panjang siswa (Zachary, 2021).

Dalam konteks deep learning, seorang mentor berperan penting dalam membantu siswa mengaitkan pembelajaran di kelas dengan aspirasi pribadi mereka.

Misalnya, dalam mata pelajaran sejarah, seorang guru bisa berbagi pengalaman hidup atau kisah inspiratif dari tokoh-tokoh yang relevan dengan topik yang sedang dipelajari, sehingga siswa dapat lebih mengerti nilai-nilai yang ada di balik pelajaran yang mereka pelajari.

Mentoring berfungsi untuk membangun hubungan yang lebih dalam antara guru dan siswa. Sebagai contoh, dalam mentoring siswa yang tertarik di bidang sains, guru bisa memberikan bimbingan mengenai karir di bidang tersebut, sambil mengaitkan pembelajaran materi dengan penerapannya di dunia nyata. Hasilnya, siswa akan lebih terinspirasi dan merasa lebih terhubung dengan apa yang mereka pelajari (Johnson, 2018).

Selain itu, mentoring mendorong siswa untuk menetapkan tujuan pribadi dan belajar bagaimana mencapai tujuan tersebut.

Sebuah penelitian oleh Allen dan Eby (2019) menunjukkan bahwa hubungan mentoring yang positif memiliki dampak besar terhadap perkembangan pribadi siswa dan tingkat keberhasilan akademis mereka.

Mentoring memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dari pengalaman guru yang lebih berpengalaman dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri mereka.

4. Facilitating: Membangun Kemandirian dan Kolaborasi

Facilitating adalah proses di mana guru menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa menjadi pembelajar yang aktif dan mandiri (Brookfield, 2013). Guru yang berperan sebagai fasilitator menciptakan suasana yang memungkinkan siswa bekerja sama, berdiskusi, dan mengambil keputusan sendiri dalam proses pembelajaran mereka. Dalam proyek berbasis masalah (problem-based learning), misalnya, guru dapat memfasilitasi diskusi kelompok di mana siswa bekerja sama untuk memecahkan masalah terkait perubahan iklim. Guru tidak hanya memberi tahu, tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan solusi mereka sendiri.

Pendekatan ini mendukung siswa dalam berpikir secara kreatif dan menemukan solusi untuk masalah nyata. Sebuah penelitian oleh Boud (2020) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis kolaborasi meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pengambilan keputusan siswa, serta memperkuat hubungan antar siswa. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi interaksi, sementara siswa diberi kebebasan untuk berkolaborasi dan berpikir kritis.

Facilitating juga memberikan siswa kemampuan untuk belajar secara mandiri. Sebuah studi oleh Nair (2021) menunjukkan bahwa pendekatan facilitating meningkatkan keterampilan metakognitif siswa, seperti kemampuan untuk memantau dan mengevaluasi pemahaman mereka sendiri. Guru yang efektif dalam memfasilitasi pembelajaran dapat membantu siswa untuk menemukan jawaban dan solusi dengan lebih percaya diri, mengembangkan kemandirian dalam proses belajar mereka.

Kesimpulan: Kurikulum atau Guru, Mana yang Lebih Penting?

Ketika mempertimbangkan pembelajaran yang efektif, banyak orang berfokus pada kurikulum sebagai faktor utama. Namun, penelitian menunjukkan bahwa peran guru jauh lebih signifikan dalam menentukan hasil belajar siswa. Hattie (2012) menjelaskan bahwa pengajaran yang efektif oleh guru memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan perubahan kurikulum. Keberhasilan deep learning sangat bergantung pada kemampuan guru untuk menguasai pendekatan training, coaching, mentoring, dan facilitating.

Kurikulum adalah alat yang mengarahkan proses pembelajaran, tetapi guru adalah faktor penentu yang memberikan arahan, inspirasi, dan dukungan kepada siswa. Dengan penguasaan empat pendekatan ini, guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang mendalam dan bermakna, meskipun kurikulum yang digunakan tidak berubah. Dalam konteks deep learning, guru memiliki peran yang lebih penting daripada kurikulum itu sendiri.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun