Di Kalimantan Utara, Indonesia berbatasan dengan Sarawak dan Sabah yang merupakan wilayah negara kerajaan Malaysia.
Dari sisi sosio-demografi, penduduk di perbatasan di wilayah Indonesia masih memiliki hubungan kekerabatan bahkan menggunakan bahasa daerah yang sama dengan penduduk perbatasan yang ada di wilayah Malaysia.Â
Dayak Lundayeh di Krayan (Indonesia) masih serumpun dengan suku bangsa Lun Bawang atau Trusan Murut di Malaysia.
Hubungan ekonomi masyarakat di perbatasan ini sangat penting, terutama untuk penduduk yang berada di wilayah Indonesia. Total barang masuk dari Malaysia ke wilayah Indonesia setiap tahunnya sekitar 50.000 ton.
Interaksi penduduk di perbatasan dua negara ini pun cukup intens terjadi. Dari catatan imigrasi yang saya peroleh, dalam kondisi normal (sebelum Covid-19) sebanyak 70-100 orang masuk dan keluar melalui pintu masuk perbatasan resmi di Long Midang setiap harinya.
Sementara, penduduk yang melintas batas wilayah negara--baik warga Malaysia ke wilayah Indonesia atau sebaliknya, sulit dihitung karena menggunakan jalan tikus.
Menurut Ibu Efta, Kepala Pos Imigrasi di Long Bawan, jalur masuk penduduk Indonesia ke Malaysia dan sebaliknya yang sudah teridentifikasi ada 4 (empat). Tiga di antaranya masih berupa jalan tikus. Pintu masuk resmi adalah melalui Long Midang, Kecamatan Krayan Induk, Kabupaten Nunukan berbatasan langsung dengan Ba' Kelalan, Sarawak, Malaysia.
Tiga akses jalan tikus lainya adalah:
- Lembudud Kecamatan Krayan Barat berbatasan dengan Ba' Rio, Serawak, Malaysia. Â
- Long Layu Kecamatan Krayan Selatan berbatasan dengan Pa' Dalih, Serawak, Malaysia.
- Pa'Betung Kecamatan Krayan Timur berbatasan dengan Long Pasia, Sabah, Malaysia.
Keperluan penduduk perbatasan di wilayah Indonesia masuk ke negara Malaysia beragam macamnya. Penduduk yang mengajukan Pas Lintas Batas (PLB) ke kantor Imigrasi di Long Bawan (Indonesia) antara lain: keperluan belanja barang (semen, besi, minyak dan bahan bakar, kendaraan, dan utamanya barang-barang Sembako).Â
Selain keperluan untuk berbelanja, tujuan pengajuan ijin PLB adalah untuk mengunjungi keluarga, menghadiri upacara adat pernikahan saudara, atau menghadiri undangan gelaran seni budaya di negara tetangga. Demikian halnya penduduk dari wilayah Malaysia yang masuk ke wilayah Indonesia.
Sementara penduduk yang masuk secara ilegal menggunakan jalan-jalan tikus biasanya untuk mencari pekerjaan di Malaysia atau mencari gaharu ke Malaysia yang kadang kala menjangkau hutan di negara Brunei Darussalam.Â
Hubungan ekonomi masyarakat di perbatasan ini sangat penting, terutama untuk penduduk perbatasan yang berada di wilayah Indonesia.Â
Berdasarkan laporan petugas Imigrasi Indonesia di perbatasan, total barang masuk dari Malaysia ke wilayah Indonesia setiap tahunnya sekitar 50.000 ton.Â
25.000 ton di antaranya adalah semen dan bahan bangunan, sementara 25.000 ton lainnya adalah aneka barang kebutuhan sehari-hari.
Barang kebutuhan sekunder lainnya yang tidak masuk dalam volume barang yang disebut di atas, 100 persen kendaraan roda dua dan empat yang ada di Kecamatan Krayan dibeli dari Malaysia.Â
Populasi kendaraan terbesar adalah jenis jenis kendaraan double gardan yang keluar dari pabrik Toyota dan Proton (mobil nasional Malaysia) untuk jenis sedan.Â
Sedangkan jenis kendaraan roda dua, populasi terbesarnya adalah jenis motor trail keluaran dari pabrik Suzuki dan Honda. Jenis ini digemari masyarakat agar dapat menaklukkan jalan yang kondisinya banyak rusak dan belum diaspal.Â
Pada musim hujan, lumpur jalan bisa sampai setinggi lutut. Perjuangan untuk melintasinya luar biasa, tidak jangan motor atau mobil ditinggalkan pemiliknya karena mogok atau tidak bisa menerobos kubangan lumpur.
Penduduk Perbatasan Mengharapkan Kehidupan Normal
Selama Pandemi Covid-19 wilayah pintu masuk antar negara di perbatasan Indonesia-Malaysia di tutup guna menghindari penyebaran Covid-19. Hal itu berlangsung selama 1 tahun lebih sampai ada kebijakan pelonggaran di tahun kedua pandemi.Â
Kebijakan pelonggaran didasari antara lain karena masyarakat Indonesia di perbatasan kesulitan memperoleh barang keperluan sehari-hari.Â
Kesepakatan G to G (goverment to goverment) kemudian dilakukan yang isinya antara lain menyepakati adanya 1 koperasi dari Indonesia yang akan menangani kebutuhan barang masyarakat di Krayan (Kecamatan Krayan Induk, Kecamatan Krayan Timur dan Kecaman Krayan Selatan) yang populasinya puluhan ribu jiwa.
Sementara itu, di Malaysia, satu koperasi ditunjuk sebagai pihak pengadaan/penyedia barang yang diperlukan warga Indonesia. Dengan demikian, transaksi berjalan dengan cara ini.Â
Masyarakat dan pemilik warung menuliskan daftar barang yang mereka ingin beli lalu daftar itu diserahkan kepada pihak koperasi  yang ditunjuk Indonesia untuk diserahkan ke pihak koperasi di Malaysia yang akan menyediakan barang-barang yang ada dalam daftar belanja.Â
Dari sisi bisnis, sejatinya ini adalah praktik monopoli karena masyarakat tidak lagi bebas membeli barang yang mereka perlukan atau memilih belanja ke toko yang mereka anggap harganya lebih murah. Belanja semua barang masyarakat telah diambil alih oleh pihak koperasi. Â Â
Di awal minggu Juli 2022, terjadi demo masyarakat yang menuntut agar masyarakat bisa membeli langsung barang-barang yang mereka butuhkan, seperti sedia kala dengan cara B to B (bisnis to bisnis).
Kenapa Penduduk Perbatasan Tidak Belanja di Indonesia?
Masyarakat di perbatasan ini belum menikmati apa arti pembangunan. Tidak ada satu jenis subsidi pemerintah yang bisa mereka nikmati sebagai bagian dari warga negara Indonesia. Subsidi BBM? BBM masyarakat di perbatasan ini dibeli dari Malaysia, sementara 1 ringgit Malaysia sama dengan Rp 3.500 rupiah.Â
Contoh lain, gas elpiji yang merupakan sumber energi untuk memasak bagi rumah tangga. Gas elpiji 14 kg isi ulang harganya 480.000 rupiah di Krayan. Kalau dibeli dari kota Tarakan (Indonesia) juga akan mahal karena aksesnya hanya melalui udara (naik pesawat).
Penerbangan sipil yang tersedia saat ini hanya ada satu yakni Susi Air yang melayani penumpang 3 kali dalam seminggu.Â
Kapasitas penumpangnya masih kecil yakni di bawah 10 orang dan daya angkut barangnya masih kecil karena jenis pesawatnya adalah caravan.
Dalam kondisi mendesak, masyarakat terpaksa menumpang pesawat milik TNI AU pangkalan Anang Busra di Kota Tarakan yang melayani penerbangan ke perbatasan dengan biaya antara 15.000---18.000 per kilo gram (barang dan manusia ditimbang). Â
Bulan depan kita akan merayakan hari kemerdekaan ke-77, sementara itu saudara kita di perbatasan masih hidup dalam kondisi serba sulit. Ironisnya, orang perbatasan ini yang tidak banyak merasakan pelayanan bernegara justru sangat menghargai perayaan 17 Agustus.Â
Di Krayan perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus berlangsung hingga sebulan penuh dan orang dari negara tetangga ada yang ikut menonton pertunjukan-pertunjukan yang diselenggarakan masyarakat.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H