Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dayak Punan, Catatan Perjalanan dari Interior Borneo

24 September 2020   21:58 Diperbarui: 25 September 2020   19:26 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menikmati separoh teliga kirinya dan makan dengan sop iga yang lezat. Makanan malam di hutan dengan inau (sagu) yang lembut ditelan serta bersahabat dengan gigiku yang sedang sakit.

JIka babi seberat 60 Kg didapat oleh dua keluarga, paling yang bisa dimakan sebanyak 3-4 Kg dalam sehari. Dengan demikian perlu sepekan untuk menghabiskan 1 babi berukuran 60 kg.

Lemaknya diambil untuk minyak sayur yang disebut lanyih. Biasa juga dimakan dengan campuran daun ubi. Jika babi tidak sedang ada, dalam dua sampai tiga hari, ada stok yang bisa dimakan dari sekitar ladang yakni sagu atau ubi dicampur dengan minyak babi.

Surplus makanan, bermanfaat juga untuk anjing yang dipelihara cukup banyak orang Punan. Kadang-kadang anjing itu dipelihara lebih dari dua ekor dalam satu rumah tangga. Dan anjing tidak diberi makan secara khusus, sehingga menggangu waktu makan keluarga dan membuat kompetisi diantara para anjing yang kadang menimbulkan kekacauan pada saat makan bersama.

Ke Pulau Sapi, 27 November 2005

Pulang dari Long Penai dengan Longboat 40 PK dengan operator bernama Henry dan dibantu adiknya, saya bayar Rp. 100.000 untuk dua orang penumpang ditambah persekot Rp. 100.000,- untuk akomodasi dan jasa guide kepada Awang Ipu asal Long Penai dengan kedok "uang Natal buat anaknya". 

Saya terbantu dengan adanya beliau yang mengusahakan perahu dan tempat menginap dirumahnya selama dua hari dan jasa baik karena bisa menumpang di rumah Pak Bilung yang beristrikan orang Cina.

Orang Cina? Bagaimana orang Cina ada di pedalaman Kalimantan? Pertanyaan itu langsung datang spontan. Maklum peneliti.

Ternyata ini bukan hal yang ganjil. Orang Cina sangat biasa berinteraksi dengan orang Dayak di pedalaman, terutama pada saat pasar belum terbentuk dan ekonomi barter masih dipraktekkan di masa lalu.

Orang Cina membawa keramik guci aneka macam bentuk, motif dan ukurannya sebagai barang untuk dibarter dengan hasil hutan dari interior Kalimantan di pasar. 

Tempayan, begitu sebutan umumnya, adalah barang berharga bagi orang Dayak Punan. Tempayan bisa dipakai untuk mahar perkawinan, membayar denda adat, dan karena jumlahnya semakin terbatas, nilainya pun semakin tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun