Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Nenas, Filsafat, dan Anjing Bernama Alpa

1 September 2020   18:38 Diperbarui: 2 September 2020   18:58 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya telah membaca semua buku filsafat yang ada di rak-rak buku perpustakaan untuk mencari tahu kenapa nenas ini akhirnya berbuah setelah 2 (dua) tahun. Dua tahun sodara-sodara!

Saya tidak mendapat satu jawaban apapun di buku filsafat karena memang keduanya tidak ada hubungannya. Mantan pacar, bukan. Saudara tiri, apalagi, pasti bukan.

Setelah mengamat-amati, saya berkesimpulan anjing saya bernama Alpa si 'kepala angin' (bengak, susah diatur) itulah jawabannya.

Gimana bilangnya ya? Hemm..gini...gini.

Tanaman nenas ini dulu saya isi dengan pupuk kandang dalam wadah ember yang pecah.

Kenapa embernya sampai pecah, jangan tanya. Nanti kita tak sampai-sampai pada jawaban mengapa nenas ini akhirnya berbuah setelah 2 tahun.

Berada di dalam ember sendirian dengan humus yang melimpah, nenas ini tumbuh luar biasa subur. Tetapi, itu tadi, nenas tetangga sudah berbuah tiga kali, nenas saya berniat untuk berbuah saja pun enggan. Kebayang ngak seh pemirsah, gimana rasanya melihat tetangga panen tanamanya sementara kita hanya menonton.

Nah, saya kembali dulu ke Alpa.

Dokpri
Dokpri
Saya berani bertaruh Alpa adalah anjing 'kepala angin' (bengak, sudah diatur) nomor satu se-Kabupaten Pohuwato.

Rumah sudah saya pagar keliling agar anjing tidak bisa keluar terutama saat anak-anak ramai di luar, masih bisa juga meloloskan diri.

Alpa mengigit pagar kayu itu, dipilihnya bilah yang paling tipis. Hanya perlu membobol dua bilah pagar kayu, maka lolos lah dia keluar pagar.

Anak-anak yang main di jalan perumahan lalu menangis histeris saat mulai didekati Alpa.

Anda sudah tahu apa yang akan saya terima dari papa dan mama anak-anak itu, bukan?

Pagar yang jebol itu kemudian saya sulam dengan kawat ram, setengah kilo paku saya pakai saking geramnya. Saya paku rapat-rapat, demi mencegah Alpa keluar lagi dari lubang yang sama.

Jika Alpa dikurung dalam rumah, pintu tetap bisa dibukanya dengan cara meletakkan dua kaki depannya pada pegangan kunci pintu. Ditekannya pintu itu ke bawah maka terbukalah pintu itu seketika. Lolos dia, hanya dalam waktu sekejab. Silap mata.

Dokpri
Dokpri
Kembali lagi, anak-anak itu menangis histeris saat Alpa mengongong pantat mereka.

Mendengar anaknya menangis histeris, Anda sudah tahu apa yang akan saya terima dari papa dan mama anak-anak itu, bukan?

Bagaimana Alpa bisa lolos keluar pagar, kan pagar yang bolong itu sudah diperbaiki?

Pagar itu ternyata bisa dilompatinya. Jengkel, saya pindahkan nenas dengan daun-daun panjang yang berduri itu sebagai penghalang. Hanya bertahan 2 hari saja sampai Alpa kemudian mendapat cara untuk melompati pagar melewati penghalang tanaman nenas itu. Saking seringnya dilompati, daun-daunya menjadi rusak, bengkok, kelihatan sengsara bak orang yang baru habis digebuki preman terminal.

Dokpri
Dokpri
Dua bulan kemudian, saya terperangah karena nenas itu telah berbuah, berbuah justru saat daun-daunnya rusak karena dilompati Alpa.

Jadi, sekarang saya fokus pada buahnya. Peduli setan dengan Alpa. Alpa bisa tunduk sama istri saya yang bisa merayunya dengan makanan dan suara lembut.

Dokpri
Dokpri
Soal buku-buku filsafat itu, tak lebih dan tak kurang, itu hanyalah hoax. Lagian baca buku filsafat mana bisa sambil ngupil (santai), itu buku bacaan kelas berat, bro! ***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun