Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gizi Buruk, antara Makanan dan Bukan Makanan dalam Kehidupan Orang Rimba

22 Agustus 2020   18:45 Diperbarui: 5 April 2022   16:18 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang Rimba berbagi makanan diantara anggota kelompoknya (Gambar: Aulia Erlangga/KKI Warsi)

Apa yang kita suapkan ke mulut pengesahannya oleh budaya dan agama. Ini haram itu halal, ini makanan itu bukan makanan. Wajar saja kalau ada orang stress mendengar lagu 'makan anjing dengan sayur kol' karena bagi dia, anjing bukan makanan. 

Studi Anne Sharman pada masyarakat Adhola, Uganda Timur, mengatakan bahwa tidak ada kepercayaan masyarakat bahwa kekurangan makanan tertentu akan dapat menyebabkan sakit. Sebaliknya, orang rimba mempercayai adanya kaitan negatif antara makanan dengan kesehatan yang diatur dalam tabu makanan atau pembatasan makanan.

Makanan dibentuk secara budaya. Sesuatu yang dapat dimakan memerlukan pengesahan budaya. Umumnya masyarakat tidak mengkonsumsi makanan berdasarkan kualitas biokimia yang terdapat dalam lingkungan hidup mereka.

Mari kita perjelas dahulu beberapa istilah ini
Apa yang disebut kondisi kekurangan pangan adalah bila ketersediaan pangan di suatu daerah terbatas atau lebih sedikit dari jumlah yang dibutuhkan oleh penduduk daerah tersebut. 

Kekurangan pangan berbeda dengan kemiskinan pangan. Kemiskinan pangan terjadi jika suatu rumah tangga tidak dapat memperoleh cukup pangan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya keluarganya. Lalu, malnutrisi atau kurang gizi adalah nutrisi yang dikonsumsi oleh seseorang lebih sedikit dari yang dibutuhkan tubuhnya.

Tidak ada suatu kelompok pun, bahkan dalam suasana kelaparan yang akut, akan mempergunakan semua zat gizi yang ada sebagai bahan makanan untuk mencukupi kebutahan atau menghidari masyarakat tersebut dari kelaparan. Hal ini dikarenakan adanya pantangan agama, tahayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang kebetulan, dalam sejarah masyarakat tersebut. (Foster dan Anderson, 1986.p, 313).

Banyak makanan yang bergizi baik tidak boleh dimakan karena masyarakat tertentu mengkategorikannya sebagai "bukan makanan".  Jadi, ada dua pengertian dalam memandang makanan yakni, makanan sebagai nutrisi dan makanan sebagai food dalam pengertian budaya. 

Nutrisi adalah sebuah konsep biokimia, suatu zat yang mampu memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelanya. Sedangkan makanan adalah sebuah konsep budaya, menentukan/mengesahkan bahwa zat ini (yang terkandung dalam makanan) sesuai dengan kebutuhan gizi masyarakat tertentu.

Para ahli mengatakan, walaupun gizi buruk di dunia ini banyak disebabkan oleh kekurangan pangan yang mutlak, masalahnya bertambah parah akibat kepercayaan budaya dan pantangan-pantangan yang sering membatasi pemamfaatan makanan yang tersedia.

Walaupun ada beragam sumber-sumber makanan di lingkungan kita, budaya mengesahkan mana yang makanan dan bukan makanan (Sumber: www.fao.org)
Walaupun ada beragam sumber-sumber makanan di lingkungan kita, budaya mengesahkan mana yang makanan dan bukan makanan (Sumber: www.fao.org)
Halal versus haram
Penyeleksian makanan paling umum dalam kebudayaan orang rimba adalah halal dan haram. Semua makanan dalam kategori halal adalah sumber makanan yang terdapat dalam hutan yang hidup dengan liar. Liar dalam pengertian orang rimba adalah "hopi dipiaro" (tidak dipelihara).

Sumber-sumber makanan itu berupa makanan yang terdapat pada sungai meliputi, berbagai ikan kecil dan besar, berbagai jenis kerang, berbagai jenis ampibi (katak, kura-kura, lalabi-lalabi, sesembung, buaya), beberapa jenis kadal, beberapa jenis biawak dan ular. 

Sedangkan sumber makanan yang terdapat di darat meliputi; kancil, tikus, rusa, tapir, kijang, babi, macan dahan dan beruang madu. Bermacam jenis burung besar dan kecil, berbagai jenis primata; cegaq, beruk, dan simpay. Semua sumber makanan yang disebutkan dapat dimakan karena terdapat di hutan dan tidak dipelihara. 

Sebaliknya, jenis makanan yang dipelihara dan "jinak", baik yang mereka pelihara sendiri maupun sumber-sumber makanan yang terdapat dalam lingkungan masyarakat Melayu (hidup di luar hutan), semuanya haram, tidak terkecuali susu dan telur.

Makan udang menyebabkan hernia
Kepercayaan penduduk turut membatasi pilihan makanan yang tersedia di alam, kendatipun penelitian ilmiah belum membenarkan hal tersebut. Laki-laki orang rimba percaya bahwa penyakit "oluron" atau "burut" (hernia) dapat disebabkan akibat mengkonsumsi udang sungai. 

Satu jenis ikan yang juga dipercaya menimbulkan hernia adalah ikan becat. Kedua jenis makanan ini sebenarnya cukup baik dimanfaatkan sebagi lauk-pauk, karena udang sangat melimpah, terutama jika masyarakat tersebut dalam masa krisis makanan.

Makan tebu rebah menyebabkan impotensi
Tanaman tebu merupakan sumber gula pada orang rimba yang jauh dari pasar. Tebu yang bagian ujungnya patah karena angin atau tertimpa kayu, di mana kemudian tumbuh tunas baru pada batang tebu yang sama disebut "mati pucuk". Mati pucuk dalam pergertian lain adalah impotensi.

Orang rimba mempercayai mitos tentang tebu yang "mati pucuk" dapat menyebabkan impotensi pada laki-laki yang mengkonsumsinya. 

Laki-laki yang "mati pucuk" status sosialnya rendah, biasanya laki-laki yang mati pucuk diejek karena tidak dapat memberikan keturunan. Mitos ini begitu dipercaya sehingga orang rimba sangat takut mengkonsumsi tebu yang rebah, dimana ujungnya patah dan ditumbuhi tunas baru.

Makan buah asam membuat tubuh menyusut
Aspek rasa ternyata dipercaya dapat mempengaruhi kondisi fisik yang mengkonsumsinya, seperti yang dipercayai perempuan orang rimba. Perempuan percaya bahwa rasa asam yang terdapat pada sejumlah jenis buah seperti, mangga, salak, embacang, dan rambuatan, dapat menurunkan berat badan.

Rasa asam ini juga dipercaya dapat menyebabkan demam (apalagi) jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. Dalam kosmologi orang rimba, mangga, salak, embacang, dan rambuatan merupakan tanaman yang berasal dari hilir (hilir dalam pengertian orang rimba adalah desa Melayu). 

Tanaman yang berasal dari hilir dipercaya menimbulkan "ancaman", khususnya untuk perempuan. Dengan demikian, hanya laki-laki saja yang dapat mengkonsumsi jenis buah yang disebutkan di atas.

Perempuan hamil pantang makan 'louq' mati
Pantangan makananan cukup ekstensif diberlakukan pada perempuan orang rimba terutama pada masa hamil dan pasca kelahiran. Namun sifat pemberlakuan pantangan ini tidak berlaku permanen. Perempuan yang telah memasuki masa monopause akan terbebas dari semua pantangan makanan.

Walau hampir semua binatang yang dibawa dari perburuan biasanya sudah dalam kondisi mati, orang rimba membuat kategori rinci terhadap binatang hasil buruan. 

Binatang yang mati dengan sendirinya dalam perangkap jerat dikategorikan sebagai "louq mati". Hal ini berbeda dengan binatang yang mati dengan cara ditombak atau ditembak.

Pantangan makanan perempuan hamil juga berlaku pada ikan yang diperoleh dengan cara dituba. Louq mati dan ikan yang mati karena tuba (racun) dipercaya dapat menimbulkan bahaya kematian pada janin.

Kekurangan gizi pada orang rimba dipengaruhi oleh adanya pembatasan budaya atas makanan, apa yang didefenisikan makanan dan bukan makanan. Sebagai masyarakat pemburu peramu 

fluktuasi makanan kerap terjadi, hal ini yang dapat berlangsung sementara atau dalam jangka panjang. Kemarau panjang yang diikuti dengan paceklik makanan sering menjadi pemicu utama terjadinya gizi buruk.

Orang Rimba berbagi makanan diantara anggota kelompoknya (Gambar: Aulia Erlangga/KKI Warsi)
Orang Rimba berbagi makanan diantara anggota kelompoknya (Gambar: Aulia Erlangga/KKI Warsi)
Apakah ada kasus gizi buruk pada orang rimba? 
Pada tahun 2012 dilaporkan 15 anak orang rimba kelompok yang bermukim di Taman Nasional Bukit 12 mengalami gizi buruk (Gizi Buruk Melanda Anak Orang Rimba, Kompas.com 16/03/2012). Hal serupa juga terjadi berulang pada tahun-tahun berikutnya dengan interval waktu berbeda.

Bacaan:

  1. Anne Sharman, 1970. Nutrition and social planning, The Journal of Development Studies Volume 6, 1970 - Issue 4: Social Planning
  2. Laurie DeRose, Ellen Messer, and Sara Millman, 1998. Who's hungry? And how do we know? Food shortage, poverty, and deprivation. The United Nations University.
  3. Foster, Anderson (1986). Antropologi Kesehatan. Jakarta. Grafiti
  4. Gizi Buruk Melanda Anak Orang Rimba: https://travel.kompas.com/read/2012/03/16/16263573/gizi.buruk.melanda.anak.rimba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun