Penemuan papan kertas bergelombang yang kita kenal kotak karton atau kardus telah mengubah secara revolusioner cara kita dalam mengemas barang dan mengirimkannya.
Andai hari ini kardus belum ada, barang-barang elektronik seperti kulkas, TV, rice cooker, blender, dispenser, dan banyak lagi mungkin masih akan dikirim dengan kemasan peti kayu. Onderdil atau spare part kendaraan dikirim dengan kemasan yang mungkin sama (peti kayu).
Sulit membayangkan bagaimana Indofood mendistribusikan mie instan buatan mereka ke seluruh pelosok nusantara.
Mie instan adalah 'makanan rakyat' atau 'makanan anak kost' yang digandrungi hampir seluruh rakyat Indonesia, dari mulai perkotaan hingga penghuni pulau-pulau kecil dan terluar.
Buku-buku yang sebagian besar percetakan dan penerbitanya berada di Pulau Jawa mungkin masih akan dikirim dalam kemasan peti kayu ke pulau-pulau yang berada di luar Jawa.
Obat-obatan dalam kemasan beling atau kaca mungkin akan lebih sulit, perlu dibuatkan bantalanya agar aman jika terjadi benturan.
Kapan Kardus Ditemukan?
Kotak karton komersial pertama (tidak bergelombang) diproduksi di Inggris pada tahun 1817 oleh Albert Jones. Ia menggunakannya untuk membungkus botol dan lentera cerobong kaca. Bentuk asli ini terdiri dari kertas berlipit dengan satu lembar liner di satu sisi. Albert Jones kemudian dikenang sebagai "bapak papan bergelombang".
Namun, kardus yang kita pakai sekarang adalah hasil pengembangan dari bentuk pertama. Pada tahun 1874, Oliver Long menambahkan lembar liner lain dan mematenkan perbaikannya--bentuk inilah yang kita pakai saat ini.
Mengapa kardus saat ini menjadi begitu berguna?
Saat ini, sekitar 80 persen produk dikemas, disimpan, dikirim dalam kotak kardus. Desain dan penggunaan kardus hampir tak ada habisnya serta dapat dicetak sesuai kebutuhan penggunan kemasan barang-barang baru yang terus bermunculan.
Pengemasan barang biasanya mempertimbangkan beberapa aspek; keamanan, kemudahan dalam transportasi, biaya angkut dan pengiriman, estetika, serta keamanan bahan kemesan pasca penggunaan bagi lingkungan. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa kardus secara konsisten masih digunkan sebagai bahan yang sangat baik untuk pengemasan.
Karena kardus itu ringan, artinya kemasan tidak menambah terlalu banyak berat produk secara keseluruhan. Dengan kemasan yang lebih ringan, ini membuat produk lebih mudah untuk diangkut dan lebih hemat biaya.
Kardus yang dipakai mengemas kulkas satu pintu misalnya, hanya berbobot 3 kg (saya timbang sendiri) dan dapat dilipat 4 jika dibuka, bandingkan jika dikemas dengan peti kayu, bobotnya bisa 5 kali lipat dan hal itu berkorelasi pada bobot keseluruhan kemasan dan biaya kirimnya.
Sementara kardus polos--bedakan dengan kardus bergelombang yang dipakai untuk mengemas barang-barang agar tahan benturan, dapat menjadi desain kemasan yang efektif, kardus dapat dengan mudah diubah melalui warna, bentuk, dan branding.
Kotak kardus juga mudah dicetak atau dicetak timbul untuk membuat suatu kemasan menjadi benar-benar pribadi.
Aliran limbah kardus
Kardus dibuat sama seperti jenis kertas lainnya terbut dari bubur pohon (pulp). Karena penggunaanya yang luas, aliran limbah kardus menjadi sangat besar.
Kami sendiri, salah satu yang terlibat dalam daur ulang kertas dan kardus dapat mengumpulkan 10 ton kertas dan kardus per bulan untuk selanjutnya dilakukan tahap pendaurulangan tingkat pertama dengan cara menyingkirkan anak hekter, lakban, dan bahan lain non kertas yang menempel pada kardus.
 Daur ulang kardus perlu dilakukan untuk mengendalikan aliran limbah kardus. Mendaur ulang kardus bukan hanya mencegah pembakaran kardus yang akan menghsilkan polusi bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Menurut sejumlah pendapat ahli, mendaur ulang satu ton kertas/kardus setara dengan menghemat 17 pohon dewasa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H