Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari Slab ke Bokar, Sejarah Singkat Karet di Jambi

3 Februari 2020   23:19 Diperbarui: 3 April 2022   15:50 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kupon juga dapat dipergunakan petani untuk membeli keperluaan lainnya atau digadaikan untuk mendapat uang tunai; memperbaiki rumah atau bahkan biaya naik haji. Nilai kupon ditentukan berdasarkan jumlah pohon karet yang dimiliki si petani dan harga karet yang berlaku di pasar saat itu atau nilainya tidak tetap.

Dengan demikian maksud sistem kupon pada dasarnya bukan hanya untuk memperbaiki mutu karet dan produksinya, kupon berlaku layaknya kertas saham.

Setelah sistem kupon hilang, pasar karet cenderung terbuka dalam mekanisme pasar, namun di tingkat desa praktik yang paling umum terjadi adalah patronase. Walaupun ada sistem lain, seperti pasar lelang atau melalui kemitraan, namun sistem ini secara keseluruhan marjinal.

Pengembangan karet pasca kolonial

Walupun upaya memperbaikan mutu karet rakyat pernah dilakukan, sejatinya tidak pernah benar-benar berhasil untuk keseluruhannya. Namun paling tidak sampai akhir masa kolonial, perdangan karet di Jambi dilakukan dengan dua kondisi yakni, bokar (karet basah) dan slab (karet kering).

Berdasarkan catatan ekspor, hingga tahun 1935, jumlah karet kering (slabs) masih lebih banyak dari karet basah (bokar).

Pasca kolonial, pemerintah Indonesia mengaitkan budidaya karet dengan program penempatan transmigrasi di tahun 1950-an, kemudian dilakukan beberapa proyek pengembangan karet rakyat melalui proyek-proyek berikut: ARP-Assisted Rubber Project, PRPTE- Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor, PIRBUN/NES-Perusahaan Inti Rakyat, PPKR/SRDP-Proyek Pengembangan Karet Rakyat, SCDP-Smallholder Coconut Development Project (untuk karet), P2WK/P2RT-Proyek Pengembangan Pertanian Wilayah Khusus, kemudian Revitalisasi karet yang dilakukan pemerintah Provinsi Jambi tahun 1990-2000.

Karet bokar dengan slabs, apa pengaruhunya bagi petani Jambi?

Dengan mutu karet bokar yang bervariasi--karena praktik pencampuran/pemalsuan, terbuka peluang untuk memanipulasi mutu dan pada akhirnya berpengaruh pada harga jualnya.

Toke penampung karet yang tidak mau merugi menciptakan sistem agar mereka tidak merugi. Kadangkala toke sampai mengiris karet bokar petani yang dicetak seperti tahu besar guna mengetahui isi dalamnya.

Jika hal itu tidak dapat mereka lakukan, harganya diturunkan mengikuti taksiran kadar karetnya. Rentangnya bisa dari 60 % hingga 80%. Demikian juga dilakukan sistem pemotongan pada kadar airnya, bisa 10-20 persen potongannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun