Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mufut, Piknik ala Dayak Punan

31 Desember 2019   22:49 Diperbarui: 5 Mei 2022   16:41 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa grup pemukiman yang saya kunjugi, yang letaknya lebih terisolir, kebiasaan ini masih terus dilakukan dengan beberapa modifikasi. Dengan alasan keamanan kampung, maka hanya beberapa orangtua, khususnya laki-laki yang turut serta ke hutan. Pada beberapa kasus, ada juga beberapa pasang keluarga bersama kelompok mufut.

Di Ranau, penduduk mengemukakan bahwa mereka sudah menanam buah-buahan. Oleh sebab itu, mereka tidak lagi melakukan mufut. Tetapi pemukiman tetangga mereka Long Tami dan sebagian Long Titi masih melakukan mufut.

Kebiasaan ini sering dikombinasikan juga dengan aktivitas berburu. Namun, tidak semua peserta mufut menggambil bagian didalamnnya. Para perempuan dengan beberapa laki-laki pergi mendahului mereka dengan janji bertemu di suatu tempat, dimana hasil buruan kemudian didistribusikan.

**

Pada musim buah, terjadi migrasi babi (bavui nyatung) dari Malinau ke Tubu. Demikian sebaliknya. Dimana babi menjadi sangat mudah untuk dibunuh. Surplus lemak babi diolah menjadi minyak (lanyih) yang berfungsi sebagai pengganti minyak sayur. 

Pada musim ini penduduk dapat menyimpan minyak babi 5-25 kg per rumah tangga. Surplus ini sekaligus menjamin anjing peliharaan mereka mendapatkan makanan berkualitas tinggi.

Walau dekat dengan sumberdaya hutan, kondisi ekonomi penduduk Punan masih tergolong marjinal. Terutama karena mereka sedikit banyak merupakan bagian dari sistem ekonomi pasar. Kebutuhan seperti gula, rokok, tembakau, garam, obat, harganya cukup tinggi.

Hampir semua desa tidak memiliki warung yang dapat menyediakan kebutuhan barang. Ketersediaan barang disuplay oleh toke gaharu yang merangkap pedagang kebutuhan pokok, diantaranya berasal dari Singaterang.

Secara historis peran ganda ini dilakukan oleh orang Tidung dan Putuk/Lundayeh, dimana para pedagang mudik ke hulu sungai untuk menukar tempayan atau gong dengan gaharu, damar, geliga, serta hasil hutan lainnya yang berharga dimasa lalu. 

Pola ini sekarang sudah jauh berubah, namun masih berjalan. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun