Januardi, pria 37 tahun ini biasa di panggil Janu, sudah empat tahun terakhir ini ditugasi menjaga gajah liar di Hutan Harapan, Jambi.
Bulan November 2019 lalu, dua gajah yang dipasangi kalung tidak mengirimkan sinyal. Jika dua gajah itu tidak mengirimkan sinyal, kemungkinan terburuk adalah gajah-gajah itu mati diracun oleh penduduk atau ditembak dengan kecepak-senjata api rakitan.
Habitat gajah yang menyempit membuat gajah semakin dekat dengan manusia, konflik gajah dengan manusia pun sering terjadi.
Konflik gajah dangan manusia dimaksud adalah jika gajah merusak atau memakan tanaman kelapa sawit warga, lalu warga membalasnya dengan meracun atau menembak gajah itu dengan senjata api rakitan (kecepek) yang bisa berujung pada kematian gajah.
Meningkatnya konflik gajah dengan manusia membuat tugas penjaga satwa liar seperti Januardi menjadi lebih sulit, kadangkala menyabung nyawa.
Dalam perbicangangan kami Minggu, 8 Desember 2019 di Jambi, ia mengisahkan sebagian pengalaman pahit bekerja di lapangan.
Saya pernah dikepung warga, Pak. Teman saya sempat lari, saya tidak. Enam orang mereka. Enam orang itu pakai kecepek, enam pucuk kecepek mengarah ke saya. Saya tak bisa lagi apa-apa.
"Mereka menginterogasi saya. Saya dituduh sengaja mengarahkan kawanan gajah itu untuk merusak tanaman mereka. GPS yang kebetulan ada di pinggang, mereka pikir remote control. Mereka yakin dengan GPS itulah saya memerintahkan kawanan gajah itu untuk mencabuti tanaman sawit mereka. Setengah mati saya memberi penjelasan, barulah mereka percaya. Akhirnya saya pun dibebaskan," ucapknya dengan senyum pahit.
Menurut Januardi, tanaman palem-paleman yang tumbuh liar di hutan memang makanan favorit gajah, namun bukan kelapa sawit. Â "Mungkin karena kekurangan makanan, gajah awalnya mencoba-coba makan kelapa sawit--utamanya yang masih mudah. Sekarang tanaman kelapa sawit sering mejadi santapan gajah liar", katanya.
Lokas-lokasi di mana gajah sering dianggap hama oleh warga adalah kawasan hutan yang dirambah penduduk yang ditanami kelapa sawit. Peristiwa konflik gajah dengan manusia akhir-akhir ini banyak dilaporkan di Riau dan Jambi.
Di alam, makanan gajah yang alami selain tumbuhan palem-paleman adalah buah-buahan. Gajah juga suka tumbuhan Lyana atau tumbuhan akar-akaran. Jika gajah haus namun jauh dari sumber air, gajah mengunyah tumbuhan akar-akaran itu sebagai cara untuk menyaring airnya. Â Â
Wanda, yang bekerja satu tim dengan Januardi menambahkan, beberapa kulit pohon juga disukai gajah seperti kulit pohon akasia dan pohon karet. Kulit kayu itu dikupas menggunakan ujung gadingnya. Namun kalau kulit pohon karet sudah dewasa serta mulai mengeluarkan getah, gajah tidak mau lagi memakannya.
Kisah cinta gajah Jeni, Haris, dan LanangÂ
Di mana jantannya?
Wanda menduga kuat semua jantan di kawanan Jeni sudah habis diburu di masa lalu. Dugaan itu beralasan karena beberapa tahun lalu, ada temuan tulang belulang gajah tanpa gading. Temuan itu sudah dilaporkan ke Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jambi.
Wanda--pemegang ijazah sarjana biologi dan master kehutanan mengatakan, jika enam gajah dalam satu kawanan yang dipimpin Jeni itu tidak punya jantan. Gajah itu hanya menunggu waktunya saja untuk punah.
Gajah jantan tidak mungkin bisa masuk atau gajah betina keluar mencari jantan karena habitatnya sudah terkepung. Dikelilingi oleh pemukiman penduduk, perkebunan kelapa sawit, serta hutan tanaman industri.
"Terkurung di kantong hutan tersisa tanpa jantan, gajah-gajah itu akan punah di situ atau punah di tempat," katanya.Â
Pada tahun 2016, agar gajah Jeni dan lima ekor gajah betina lainnya punya cowok, Haris gajah jantan dari Riau dipindahkan ke Hutan Harapan, Jambi.
Sejak hari pertama Haris dilepasliarkan, Januardi ditugasi untuk memonitor gajah itu dari dekat. Setelah beberapa hari, Ia mendapati Haris sudah bertemu dengan kawanan gajah yang dipimpin Jeni.
"Saat pertama kali Haris ketemu dengan Jeni dan kawanannya, Haris diam aja. Haris itu sifatnya pendiam. Pertama kali bertemu, Jeni-lah yang inisiatif pedekate sama Haris, padahal Jeni bukan gajah yang terbesar di kawanan itu," ujar Januardi.
Sambil mencatat keterangan Januardi, saya senyum-senyum membayangkan Jeni yang pedekate dengan Haris yang cool.
Saya mencari tahu sedikit tentang latar belakang gajah Haris. Disebutkan, bobot Haris saat dipindahkan tahun 2016 dari Riau ke Jambi sekitar 3.8 ton, usianya sudah hampir siap untuk kawin.
Keterangan tambahan dari Wanda, alasan pemindahan Haris dari Riau adalah agar dia memiliki ruang hidup yang lebih besar. Gajah jantan biasanya akan keluar dari kelompoknya untuk membuat wilayah jelajahnya sendiri.
Pada saat Haris membuat wilayah jelajah sendiri, ia memasuki kawasan-kawasan perambahan dan mengacak-acak sawit perambah di Riau. Seorang warga pernah dilaporkan dipijak-pijak Haris. Sejak itu Haris dicap "gajah nakal" atau "gajah bermasalah" dari Riau.
Mengapa ke Hutan Harapan, Jambi? Hutan Harapan luasnya kurang lebih 98.500 hektar. Di Jambi, Haris akan mendapat ruang jelajah baru serta dapat menjadi pejantan untuk enam ekor gajah betina yang terkurung di Hutan Harapan.
**
Guna melengkapi data pergerakan gajah yang dipantau dari sinyal yang dikirimkan kalung gajah, mereka juga perlu mengambil dokumentasi kondisi gajah itu di alam liar untuk laporan hasil monitoring gajah bulanan.
Agar mendapatkan foto dan video yang jelas, Januardi seringkali mengendap-endap hingga hanya berjarak 20 meter saja dari kawanan gajah itu.
Berada selalu dekat dengan kawanan gajah selama bertahun-tahun membuat dia tidak saja tahu sifat-sifat gajah itu satu persatu, namun juga mengetahui hubungan asmara antara Haris dan Jeni serta betina lain dalam kawanan---kawanan gajah biasanya dipimpin oleh betina. Â
"Jeni itu sayang sekali sama Haris, kalau kami mau hitung mereka, biasanya kami giring dulu ke tempat terbuka menggunakan mercon agar mudah dihitung. Kalau kami dekati Haris, Jeni selalu marah dengan mengeluarkan suara bising sambil ngejar-ngejar kami. Jeni itu tipe cewek yang over protektif", katanya jengkel.
Jeni pindah ke lain hati
Pada 2018 akhir, satu gajah jantan dewasa di trans-lokasikan ke Hutan Harapan, Jambi. Gajah itu bernama Lanang.Â
Sebelum dilepasliarkan, Lanang juga dipasangi kalung guna memantau pergerakannya. Bobot Lanang saat dipindahkan sekitar 4.2 ton. Lanang juga berasal dari Riau.
Kehadiran Lanang awalnya ditolak Jeni. Haris yang kalah besar tidak berani menantang Lanang berkelahi, jadi Jeni-lah yang melindungi Haris dari Lanang, mengusirnya jika mencoba masuk ke dalam kawanan.
Sekitar Juli 2019, enam bulan kemudian, Januardi mendapati Jeni dan kawanannya sudah satu kelompok dengan Lanang di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan.Â
Sesekali Haris masih mencoba masuk ke ke kawanan, namun Jeni mengusirnya atau lari untuk menghindari Haris. Haris mencoba masuk ke kawanan kalau Lanang sedang pergi menjelajah. Sifat Haris menurut Januardi suka jalan-jalan. Dalam sebulan kadang dia pergi seminggu baru balik balik lagi. Â
Mengetahui Haris ditolak Jeni dalam kawanan, hal itu membuat Januardi cemas, Ia harus ekstra lagi untuk memonitor pergerakan Haris yang sedang putus cinta. "Haris sudah terbiasa makan humbut kelapa sawit, bisa saja lebih sering di luar hutan", katanya.
Belakangan, gajah-gajah betina itu diketahui sudah mulai jarang ke luar hutan. Diduga kuat gajah betina kawanan Jeni sudah bunting dengan Lanang. Mudah-mudahan tahun depan lahir bayi-bayi gajah baru. *** Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H