Bagian dari perayaan itu, daun woka dimanfaatkan untuk menghiasi gapura, gang, pekarangan, bahkan tanah lapang.
Dahulu, sebelum lampu-lampu itu terbuat dari bahan bakar minyak tanah, lampu dibuat dari damar, dibungkus dengan daun woka disebut tohetutu.
Pemanfaatan daun woka selain yang disebut di atas, daun woka juga dipasok ke Pulau Bali. Permintaan daun woka di Bali sangat tinggi dan Pulau Bali membutuhkan pasokan woka dari luar pulau agar tercukupi.
Woka setelah di Bali dikenal dengan janur. Konsumsinya tinggi karena dimanfaatkan untuk ritual keagamaan serta tidak tersubtitusi dengan yang lain.Â
Sebagai pemeluk Hindu serta tujuan pariwisata, Bali memilih menggunakan bahan yang ramah lingkungan--diet plastik. Â
Sudah lebih sepuluh tahun Pak Heno Mamuko (48 tahun) dan kelompoknya menjalani usaha ini, sebagai pekerjaan sampingan. Walaupun dilakukan sebagai pekerjaan sampingan, hasilnya ternyata bukan recehan.
Setiap bulan kelompok Pak Heno memasok 200 ikat atau 10.000 bilah. Satu ikat berisi 50 bilah atau disebut 50 "ujung". Nilai transaksinya 17 juta per bulan atau 200 juta lebih setahun.
Sebagai usaha sampingan yang dilakukan sambil menunggu panen jagung, tambahan pendapatan 1 juta hingga 1.7 juta per bulan, masih cukup lumayan untuk ekonomi rumah tangga di pedesaan.