The only problem we really have is we think we're not supposed to have problems! Problems call us to higher level- -- face & solve them now! - Anthony Robbins
Masalah satu-satunya yang kita miliki adalah kita berpikir bahwa kita tidak seharusnya memiliki masalah! Permasalahan meningkatkan level diri kita. Hadapi dan selesaikan masalah kita sekarang. Kalimat motivasi dari seorang Anthony Robbins, seorang motivator abad ini yang menyiratkan bahwa adalah telah menjadi kodrat manusia untuk memiliki masalah. Pun peran kita sebagai seorang pendidik - guru kata mereka - yang tidak akan pernah terlepas dari masalah.
Masalah yang dihadapi guru amatlah kompleks. Yang kita hadapi adalah murid yang memiliki keinginan dan corak yang beragam. Bukan barang yang dapat dengan mudah kita tata letak dan fungsinya. Selain murid warga lain yang berhadapan dengan kita sebagai guru adalah rekan sejawat atau guru lain yang lagi-lagi manusia dengan sifat dan karakter yang beragam. Lalu bagaimana kita sebagai guru dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di lapangan atau di sekolah? Jika ingin menjawab dengan mudah kita dapat berkata "let it be!" biarkan saja masalah tersebut ada tanpa penyelesaian.Â
Dengan membiarkanpun masalah yang ada akan terhapus masa dan kita dapat terus melangkah. Namun tidak demikian dengan halnya bagi kita sebagai guru yang memiliki rasa tanggung jawab dan pola pikir berorientasi ke depan dan berkembang. Banyak mekanisme yang dapat kita gunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Salah satunya secara teknis adalah dilakukannya supervisi akademik.
Banyak yang berpandangan bahwa supervisi akademik hanya formalitas yang menggugurkan tugas pengawas, kepala sekolah atau mereka yang ditunjuk untuk melakukan supervisi. Padahal sejatinya bahwa supervisi dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dan memberikan wadah bagi guru untuk berkembang dan mencapai potensi maksimalnya.
Jika pada proses belajar mengajar kita bertumpu dan berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa, maka supervisi adalah ajang untuk guru mengembangkan potensi dan meningkatkan kompetensi guru. Muaranya tentu saja tetap pada peningkatan kualitas pembelajaran yang berekses pada peningkatan kemampuan murid.
Pada modul guru penggerak, supervisi akademik secara khusus dibahas pada modul 2.3.Â
Menggunakan pendekatan coaching, supervisi akademik dijalankan dengan menggunakan tahapan TIRTA yang merupakan akronim dari Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi dan Tanggung Jawab. Pada setiap tahapan guru menggunakan pendekatan coaching dimana coach memancing ide dari coachee dan mengembangkan pemikiran coachee sampai pada tahapan coachee menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Coach sendiri adalah orang yang memandu dan melakukan supervisi akademik terhadap coachee. Ia akan memfasilitasi peningkatan kompetensi coachee dan mengeksplorasi permasalahan sesuai dengan alur TIRTA di atas.Â
Salah satu hal penting bagi coach bahwa ia harus menemukan kata kunci dari setiap pertanyaan yang dilontarkan. Pengembangan dari kata kunci tersebut akan menghadirkan pertanyaan baru yang dapat mengeksplorasi permasalahan lebih lanjut dan opsi solusi yang mungkin dapat ditempuh oleh coachee. Pertanyaan pendalaman harus merupakan pertanyaan berbobot yang didasarkan kata kunci tadi dan harus dapat memancing munculnya ide kreatif coachee. Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan berbobot seorang coach dapat memberikan kesempatan bagi coachee untuk berefleksi dan menemukan akar permasalahan dan solusi dari permasalahan tersebut.Â
Dengan pembiasaan maka kedepannya coachee dapat melepaskan ketergantungan terhadap opini, saran dan masukan dari orang lain dan melakukan kontemplasi serta refleksi dari setiap permasalahan yang muncul dan secara mandiri dapat menyelesaikannya.
Supervisi akademik yang dilakukan tidak akan dapat secara maksimal mengubah perilaku dan pola pikir coachee jika ia tidak memiliki kompetensi sosial emosional yang baik. Oleh karena itu, guru harus memiliki motivasi diri untuk mengembangkan kompetensi sosial emosional sehingga ia dapat memiliki paradigma positif mengenai tujuan dilakukannya supervisi. Dengan kompetensi sosial emosional yang baik ia akan mampu melihat secara objektif tujuan dilakukannya supervisi sekaligus menangkap makna dan menuai ilmu melalui pengembangan ide secara terstruktur.
 Jika seorang guru memiliki kompetensi sosial emosional yang baik dan mengembangkannya secara berkesinambungan maka fungsi dan proses supervisi melalui prinsip pendekatan coaching dapat secara maksimal dirasakan manfaatnya. Dengan semangat perbaikan tersebut maka guru dapat memandu proses belajar mengajar dengan lebih baik. Kebutuhan belajar murid dapat terpenuhi terlepas dari perbedaan kemampuan murid dan latar belakang individu.Â
Pembelajaran berdiferensiasi dapat diterapkan dengan mudah karena guru telah memiliki kemampuan untuk beradaptasi, merefleksi (self recognition) dan melakukan perbaikan mandiri (self improvement) dan mengulangi siklus tersebut setiap kali mereka menghadapi permasalahan baik di kelas ataupun di luar kelas.
Jika sudah demikian permasalahan yang ada akan dipandang sebagai ajang bagi guru untuk berkembang dan naik level guna mencapai tujuan menjadi guru yang paripurna dalam kecakapan profesional, sosial emosional dan memiliki kebermanfaatan bagi semua. Bukankan sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi yang lainnya?
Wallahualam bishawab_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H