Supervisi akademik yang dilakukan tidak akan dapat secara maksimal mengubah perilaku dan pola pikir coachee jika ia tidak memiliki kompetensi sosial emosional yang baik. Oleh karena itu, guru harus memiliki motivasi diri untuk mengembangkan kompetensi sosial emosional sehingga ia dapat memiliki paradigma positif mengenai tujuan dilakukannya supervisi. Dengan kompetensi sosial emosional yang baik ia akan mampu melihat secara objektif tujuan dilakukannya supervisi sekaligus menangkap makna dan menuai ilmu melalui pengembangan ide secara terstruktur.
 Jika seorang guru memiliki kompetensi sosial emosional yang baik dan mengembangkannya secara berkesinambungan maka fungsi dan proses supervisi melalui prinsip pendekatan coaching dapat secara maksimal dirasakan manfaatnya. Dengan semangat perbaikan tersebut maka guru dapat memandu proses belajar mengajar dengan lebih baik. Kebutuhan belajar murid dapat terpenuhi terlepas dari perbedaan kemampuan murid dan latar belakang individu.Â
Pembelajaran berdiferensiasi dapat diterapkan dengan mudah karena guru telah memiliki kemampuan untuk beradaptasi, merefleksi (self recognition) dan melakukan perbaikan mandiri (self improvement) dan mengulangi siklus tersebut setiap kali mereka menghadapi permasalahan baik di kelas ataupun di luar kelas.
Jika sudah demikian permasalahan yang ada akan dipandang sebagai ajang bagi guru untuk berkembang dan naik level guna mencapai tujuan menjadi guru yang paripurna dalam kecakapan profesional, sosial emosional dan memiliki kebermanfaatan bagi semua. Bukankan sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi yang lainnya?
Wallahualam bishawab_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H