Jika kita telaah, apabila kini Indonesia gempar karena adanya alokasi sistem pembelajaran yang menuntut perubahan sistem Face to Face ke sistem Daring, penulis merasa kita semua justru wajib bersyukur. Terlepas dari adanya dampak pandemi covid-19, kita juga sebenarnya tengah berada di dalam bayang bayang masa transisi Revolusi Industri 4.0 ke Revolusi Industri 5.0.Â
Seharusnya kita dapat memanfaatkan pandemi ini sebagai batu loncatan untuk menyadari kebutuhan di masa mendatang yang membawa peradaban manusia ini kedalam era digitalisasi.Â
Revolusi mental dan kesadaran yang tinggi dalam setiap diri individu harus terjadi, khususnya dalam hal ini mereka yang masih duduk di bangku pendidikan perlu mulai dibentuk sejak dini dalam lebih kritis, kreatif, Â dan inovatif untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Revolusi mental dan kesadaran yang dimaksud ialah tiap individu dapat mengubah stigma akan hakikat dari metode pendidkan yang mengarah ke suatu ilmu dan pengetahuan, disini invidu yaitu si pembelajar dan pengajar harus bisa menempatkan posisi mereka sebagai "subjek" Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan sebagai "obejek" dari Pendidikan itu tersendiri, seperti yang di ungkapan, Paulo Freire.Â
Selama ini kita selalu beranggapapan bahwa dosen atau guru itu sebagai objek vital  sehingga kita sebagai individu yang sedang menjalani proses pendidikan hanya meng-iyakan tanpa berani membantah argumen dari sang pengajar dengan pengetahuan yang kita miliki sehinggga bisa menimbulkan dialektika yang dielektis tanpa menghilangkan kenormaan kita terhadap tenaga pendidik.
Dan sang pengajar pun harus bisa membawakan agar ruang kelas penuh dengan dialog interaktif antar sesama pelajar maupun ke pengajar dengan merangsang pola berpikir kritis dan rasa skeptis pada setiap pelajar. Seperti, memberi satu objek permasalahan yang bersifat mistik namun dapat dijelakan secara rasional oleh guru dan murid, sehingga murid bisa memahami terkait objek tersebut bukan hanya pada menghafal objek-objek tersebut. Pembelajaran dengan metode ini biasa dikenal dengan pendidikan hadap masalah yang di cetuskan oleh Paulo Freire. Lalu, kita kembali lagi ke dalam masalah sistem pembelajaran daring.
Sebenarnya di  Uni Eropa, khususnya Negara Finlandia sudah sejaka lama menerapkan sistem daring. Intan Farhana salah satu mahasiswa Unsiyah Aceh yang pernah mengikuti pertukaran pelajar dengan mahasiswa University Turku Finlandia, ia menemukan banyak perbedaan menarik. Jika ditingkat perkuliahan di Indonesia memiliki sistem face to face dan lab work, disana mereka memiliki reading circles, self study dan online course.Â
Pertemuan di dalam kelas mereka pun lebih ringkas, dengan hanya 90 menit untuk satu pertemuan sedangkan kita bisa 2,5 jam untuk satu pertemuan, selain itu mahasiswa hanya diberikan daftar buku dan artikel yang harus dibacanya serta dapat memlilih jadwal ujian eletronik secara online dengan flexible yang dilakukan laboratorium komputer yang sudah siapkan. Dengan model ujian yang beragam seperti written exam, essay, dan learning diary atau bisa dikatakan sebagai jurnal mahasiswa selama mengikuti mata kuliah dan dinilai sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan mata kuliah tersebut.
Dan jika dari segi informasi dan teknologi, setiap mahasiswa diberikan e-mail dengan domain universitas, hal ini sangat penting karena dosen dan mahasiswa tidak perlu menanyakan e-mail address satu persatu, tetapi cukup dengan mengetahui nama lengkap  kemudian langsung mengirimkan email, selain itu mahasiswa juga diberikan ussername dan password untuk mengakses segala fasilitas internet baik dilingkup area kampus dan dunia.Â
Serta seluruh bahan kuliah, baik yang telah diberikan dan bahan bacaan tambahan akan di upload oleh dosen ke dalam sebuah website yang disebut dengan moodle. Kemudian mahasiwa cukup login dan dapat menikmati berbagai bahan pembelajaran.
Kemudian mengenai teaching system, Intan mengatakan jika dosen disini memiliki kontrol 100% terhadap kelasnya sendiri dan dosen juga tidak begitu memperdulikan kehadiran mahasiswa kecuali untuk kelas dengan metode seminar intensive course. Â Bahkan dosen disini sangat terbuka untuk berdiskusi dengan mahasiwa dan tidak malu untuk menjawab tidak tahu ketika ada pertanyaan yang diajukannya.