Mohon tunggu...
Erifan Manullang
Erifan Manullang Mohon Tunggu... -

Seorang yang mencintai perdamaian dan toleransi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Prinsip Impartiality dan Problematika Pembentukan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi

26 Mei 2017   16:11 Diperbarui: 26 Mei 2017   17:54 5328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketiga, tidak menjaga dan melindungi kesamaan kepentingan dari sebuah komunitas masyarakat seperti pemisahan Kabupaten Karo dengan Kabupaten Langkat dan Kota Binjai. Di tiga Kabupaten/ Kota ini terdapat sebuah komunitas masyarakat Suku Karo yang jumlahnya cukup signifikan namun dalam pembentukan dapil Kabupaten Karo dipisah dengan Langkat dan Binjai.

Das Sollen

Mengutip dari Buku Challenging the Norms and Standards of Election Administration(IFES, 2007) terdapat beberapa prinsip yang menjadi standard Internasional tentang pembentukan daerah pemilihan (boundary delimitation). Namun penulis hanya menitik beratkan pada prinsip pertama pembentukan dapil yaitu ketidakberpihakan (Impartiality).  Impartiality dapat dilihat dari tiga aspek yang meliputi, pertama nonpartisan boundary authority maksudnya adalah lembaga yang membentuk dapil (boundary authority) seharusnya lembaga yang non partisan. Legislator atau partai politik sebaiknya harus absen dari boundary authority.Jikapun harus ada, keterwakilan unsur partai politik harus seimbang dan boundary authorityharus pimpin dan dikontrol oleh komisioner yang non partisan. Kedua, Independent boundary authority yaitu, lembaga yang membentuk daerah pemilihan harus independen dalam merencanakan, merumuskan dan mengambil keputusan. Keputusan final dalam pembentukan daerah pemilihan harus berada pada boundary authority.Jika usulan pembentukan dapil harus melalui parlemen, maka perlu diberikan limit waktu untuk memberikan usulan. Boundary authority diberi wewenang untuk mengevalasi serta merubah usulan dapil dari parlemen jika tidak memenuhi prinsip-prinsip pendapilan. Ketiga, Professional boundary authority yaitu boundary authorityharus diisi oleh orang-orang yang professional.

Menurut Prof. Ramlan Surbakti, kesalahan dalam pembentukan dapil dan alokasi kursi merupakan sebuah bentuk penyimpangan pemilu yang dikategorikan sebagai manipulasi terhadap kerangka hukum pemilu (manipulation of legal framework). Penyimpangan ini biasa dilakukan sebelum pemilu diselenggarakan (pre-election manipulation). Kesalahan dalam pembentukan daerah pemilihan dan pengalokasian kursi juga akan melanggar prinsip Parameter Pemilu Demokratik yaitu prinsip kesetaraan antar warga negara.

Rekomendasi

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, bahwa urusan dapil dan pengalokasian kursi merupakan masalah sangat kompleks, bukan sekedar pembagian diatas kertas dan hitung-hitungan matematika, apalagi hanya berdasarkan kepentingan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Pembentukan dan pengalokasian kursi dapil harus disusun dengan perencanaan yang matang, disusun oleh orang-orang yang tepat, dibutuhkan waktu yang cukup dan berpedoman prinsip-prinsip pembentukan dapil yang ideal.

Untuk menjawab berbagai permasalahan yang telah dikemukakan, penulis mengusulkan bahwa pembentukan dapil dan alokasi kursi DPR maupun DPRD Provinsi dan Kabupaten/ Kota dilakukan oleh hanya satu Lembaga yang imparsial berdasarkan norma dan standart pendapilan secara Internasional. Lembaga yang paling mendekati kriteria tersebut saat ini adalah KPU. Menurut penulis, kesetaraan sulit tercapai jika lembaga yang menyusun daerah pemilihan dan alokasi kursi bukanlah lembaga imparsial dan harus bebas dari berbagai kepentingan politik praktis.

Namun untuk solusi jangka panjang dan mewujudkan dapil dan alokasi kursi yang idel serta demi menciptakan sistem pemilu yang lebih baik, penulis menyarankan bahwa pembentukan dapil untuk pemilihan DPR dan DPRD serta pengalokasian kursinya harus terpisah dari tugas KPU sebagai penyelenggara pemilu. Perlu dibentuk sebuah Boundary AuthorityatauBoundary Commisionbersifat nonpartisan, independent dan professional; apakah sifatnya adhock atau permanen.

Studi tentang Boundary Commision bukanlah hal baru dalam sistem pemilu. Setidaknya beberapa negara demokrasi terbesar di dunia seperti India, Inggris, Australia, Kanada dan Jepang telah menyerahkan ursan dapil kepada sebuah lembaga Boundary Commision.Sebelumnya negara-negara tersebutpembentukan dapil dilakukan oleh penyelenggara pemilu maupun legislatif dan hasilnya lebih acceptable. Untuk konteks Indonesia Boundary Commision dapat diisi oleh unsur perwakilan pemerintah (kementrian dalam negeri), unsur penyelenggaran pemilu (KPU dan Bawaslu), Badan Pusat Statistik, NGO yang konsen tentang Pemilu, unsur Akademisi (Ahli Politik/ Pemilu/ Sosiologi, Ahli Geografi, Kartografi, Ahli Demografi dan Ahli Hukum).

*) Penulis adalah Mahasiswa Pacasarjana Universitas Airlangga Konsentrasi Tata Kelola Pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun