Mohon tunggu...
Melda Imanuela
Melda Imanuela Mohon Tunggu... Penulis - Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Trainer, Education, Gender and Financial Advisor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bicara Perempuan Tak Pernah Ada Habisnya

26 Juli 2017   20:07 Diperbarui: 26 Juli 2017   20:18 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://twitter.com/komik_jakarta/status/459656763642372096

sekolah dimana?

kerja dimana?

sudah punya pacar atau suami?

sudah punya anak berapa?

sayang kuliahnya cuman hanya urus anak dan dirumah saja?

menikah plus bekerja jadi wanita karier jadi bahan gunjingan pulang malam, anak enggak diurus?

setelah anak-anak tumbuh besar kapan mantu?

kemudian kapan punya cucu?

sumber: https://twitter.com/komik_jakarta/status/459656763642372096
sumber: https://twitter.com/komik_jakarta/status/459656763642372096
Kebiasaan manusia selalu ikut campur urusan bahkan kehidupan orang lain, biasa kita kenal dengan bahasa gaul "kepo".  Bicara keadilan dan kesetaraan gender tak pernah ada habisnya dan tak kenal era jamannya di Indonesia hingga dibelahan dunia ini.  Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki konstruksi sosial mengatur tubuh perempuan.  Kriteria cantik pada umumnya memakai pandangan laki-laki misalnya 
  • cantik dengan rambut sempurna
  • cantik dengan aura wajah yang bercahaya
  • cantik dengan tutur kata dan perilaku halus dan santun
  • cantik dengan kulit sehat
  • cantik karena sifat penyayang, bijaksana dan tidak cerewet
  • cantik itu  religius atau taat aturan agama yang dianutnya
  • cantik itu mandiri dan pekerja keras
  • cantik itu bersifat keibuan

Jika memenuhi kriteria yang diatas maka perempuan itu menjadi idaman kaum laki-laki. Bisa dibayangkan jadi perempuan itu rumit apalagi dijalani ditambah lagi dengan label negatif tentang status "kelajangan alias jomblo" yang dilekatkan bahwa perawan tua, cupu, tidak menarik dan enggak gaul, dan status "janda" dilekatkan adalah gatal, nakal, berani dan perusak rumah tangga orang. Apalagi ditambah "nyinyir" dikalangan sesama perempuan. Gimana berlipat-lipat yang perempuan itu terima. 

Paling mengesalkan adalah jika cara berpakaianpun diatur, dilarang pakaian seksi karena bisa mengumbar nafsu. Perempuan dijadikan penjaga syahwat laki-laki. Moralitas dilekatkan pada perempuan. Masyarakat (patriarki, khususnya) selama ini mengatur bagaimana perempuan harus berpakaian. Jika kita mau menyadari muncul stigma-stigma kalo perempuan yang berpakaian terbuka berarti perempuan tidak bener alias nakal.  Perempuan sendiri mungkin juga tidak sadar kalau pakaian mereka diatur society. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun