Mohon tunggu...
Mansar Hugo
Mansar Hugo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembangunan Sumber Daya Manusia (Generasi Muda) Papua Menuju Kejayaan Indonesia: Dari Glokalisasi hingga Globalisasi

13 Maret 2019   20:19 Diperbarui: 13 Maret 2019   20:41 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh

Hugo Warami

1. Pengantar

Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Dialog Presiden dengan 28 Budayawan di Galeri Nasional, Jakarta mengatakan bahwa: "Tidak ada daerah yang dilupakan, tidak ada daerah yang dikesampingkan, tidak ada daerah yang dianaktirikan dan dianakemaskan. Semuanya adalah anak kandung Ibu Pertiwi. Harapan ini menumbuhkan kembali semangat diplomasi budaya, serta membangun pusat-pusat kebudayaan yang tidak hanya di wilayah urban saja, tapi juga di desa." Harapan tersebut kemudian menjadi kebijakan makro kebudayaan dalam proses pembudayaan manusia yang diperlukan untuk menyeimbangkan hidup (bdk. Warami, 2018: 1; Beritagar, 2016).

Selain itu, Warami (2018:3) menyebutkan bahwa Pandangan Presiden Joko Widodo tentang kebijakan pembangunan "Indonesia Sentris" melalui Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid (2016), bahwa Presiden Jokowi dalam Platform Kebudayaan bertujuan membangun koneksitas di antara seluruh suku bangsa. Koneksitas itu sangat penting dan mendasar terkait keutuhan identitas bangsa Indonesia. Hal Ini merupakan konsep ke-indonesia-an yang selama ini masih ter-fragmentasi karena berbagai kendala, baik itu kendala politik, budaya, ekonomi maupun infrastruktur. Presiden Jokowi sekarang telah melakukan kegiatan dengan cara membuka ruang-ruang bagi terjadinya perubahan. Jadi, pembangunan infrastruktur harus dilihat dalam konteks yang lebih utuh, yaitu upaya menyatukan dan memperkuat identitas bangsa sebagai satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air.

Pandangan di atas menjadi dasar strategi kebudayaan dalam upaya membangun kembali kebangkitan nasional Indonesia dalam era kekinian termasuk membangun sumber daya manusia (generasi muda) di Indonesia tetapi juga secara khusus membangun Tanah Papua. Kebijakan pembangunan yang disebut "Indonesia Sentris" merupakan konsep Presiden Jokowi tentang gagasan kebangkitan nasional dan persatuan Indonesia untuk bersama-sama mensejahterakan bangsa Indonesia yang mencakup 714 suku, lebih dari 1.100 bahasa daerah yang berbeda-beda, yang tinggal di 17.000 (17.508) pulau (lihat Warami, 2018:2).

Gagasan pembangunan sumber daya manusia (generasi muda) Papua telah dimulai sejak lama, bahkan gagasan-gagasan kolonial pun telah tertanam kuat dalam hati, jiwa, pikiran, dan perasaan sejumlah generasi muda Papua bahwa ke-Papua-an bermakna sebagai anti ke-Indonesia-an dengan mendasari diri pada perbedaan ras; cara pandang ini kemudian ditransformasikan menjadi objek representasi mental generasi muda sebagai nasionalisme Papua (bdk. Widjojo, 2009:39).

Tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan bagaimana melihat situasi kebangkitan pembangunan generasi muda Papua di Tanah Papua yang sulit, kacau, mengancam, dan membahayakan yang saat ini sedang terjadi menuju atau setidak-tidaknya mendekati situasi ideal atau harapan besar rumah 'Bhineka Tunggal Ika", yakni percepatan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam rangka peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan bangsa.

2. Lintasan Ingatan Penderitaan 

Kebangkitan pembangunan generasi muda Papua saat ini terjadi karena rekam jejak masa kelam Papua yang telah berlangsung selama bertahun-tahun yang dimulai sejak awal periode integrasi Papua ke dalam wilayah Indonesia. Sepanjang sejarah perjalanan masa lalu, telah terjadi rentetan kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang membuat generasi muda Papua pada umumnya masih berada dalam situasi kekhawatiran, ketakutan, dan ketidak-pastian. Menurut Marit dan Warami (2018:2) mereka tidak hanya khawatir bahwa kekayaan alam mereka dirampok dan tidak memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan mereka, tetapi yang lebih mengkhawatirkan adalah milik yang paling dekat dengan mereka: rumah dibakar; kebun dirusak; bahkan, suami, saudara, ayah, anak dan nyawa sendiri bisa lenyap sewaktu-waktu. Sementara itu, jajaran pemerintahan lebih sibuk memperkaya diri. Aparat keamanan bukan menjadi tempat perlindungan (pengayoman), tetapi sebaliknya menjadi sumber ancaman. NKRI atau separatisme menjadi stigma atau atribut yang menakutkan, dan bukan lagi institusi yang menjanjikan keamanan dan kesejahteraan.

Belakangan ini, konflik Papua kembali meningkat tajam seiring dengan munculnya berbagai gejolak politik dan keamanan di Papua. Kekerasan demi kekerasan terjadi dan menimbulkan korban. Secara teoritis, menurut Situmorang (2011) bahwa konflik di Papua dapat dikatakan telah memasuki tahapan konflik yang sangat serius, yakni bukan lagi pada tingkat low intensity, melainkan sudah middle intensity, yang berpotensi meningkat ke tahap high intensity bilamana tidak ada resolusi segera. Potensi memasuki tahapan high intensity ini terbuka jika mencermati dua hal berikut ini. Pertama, gerakan sipil bersenjata telah muncul dan diikuti dengan gerakan politik dengan tuntutan referendum dan dialog politik. Kedua, para aktornya berasal dari generasi cerdas, milenia yang sudah sangat produktif dalam menggunakan kebebasan digital dalam menanggapi permasalahan konflik Papua dalam arus globalisasi menuju internalisasi isu Papua. Hal ini memproyeksikan bahwa konflik Papua berpotensi untuk berkelanjutan.

3. Situasi Pembangunan Generasi Muda Papua

Kebangkitan pembangunan generasi muda Papua di era kekinian ini merupakan urgensi dalam mengejar ketertinggalan yang diperparah oleh kenyataan demografis bahwa orang Papua sedang menjadi minoritas. Menurut Widjojo (2009:47) bahwa secara kuantitatif, pertumbuhan pesat penduduk pendatang membuat orang asli Papua (OAP) menghadapi perubahan radikal yang mengakibatkan dislokasi dan displacement.

Situasi ini digambarkan pula melalui hipotesis yang paling populer dalam menggambarkan penyebab kesenjangan antar wilayah menurut Acemoglau dan Robinson (2012:51-59), yakni hipotesis geografi, yang menyatakan bahwa jurang pemisah Negara terkaya den termiskin di dunia tercipta oleh perbedaan kondisi dan lokasi geografis. Montesquieu[1] mengatakan bahwa masyarakat yang hidup di iklim tropis cenderung pemalas dan enggan memakai otaknya untuk belajar. Akibatnya, mereka enggan bekerja keras dan berinovasi, dan itulah menyebabkan mereka miskin (marginal). Masyarakat yang malas cenderung diperintah oleh penguasa berwatak zalim, dan itu menunjukkan bahwa Negara beriklim tropis bukan hanya menjadi biang budaya malas, tetapi sekaligus menyebabkan keterpurukan ekonomi dan kediktatoran. Pandangan selanjutnya menunjukkan bahwa penyakit-penyakit di daerah tropis seperti malaria turut memberi dampak yang sangat buruk terhadap kesehatan dan produktivitas tenaga kerja. Penyakit-penyakit tropis menumbuhkan penderitaan dan tingkat kematian bayi yang sangat tinggi. Pada umumnya penyakit dipicu oleh kemiskinan dan ketidakmampuan (ketidakmauan) pemerintah untuk mengambil langkah strategis yang diperlukan untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan.

 


 

4. Penguatan Generasi Muda Papua

 

Generasi muda Papua perlu mendapat penguatan dalam rangka daya saing bangsa. Untuk itu, menurut Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI,[2] bahwa guna merespons perubahan pada era Industri 4.0, pemerintah telah bersiap dengan merancang peta jalan (road map) berjudul Making Indonesia 4.0,[3] sebagai strategi Indonesia memasuki era digital saat ini. Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengelompokkan lima industri utama yang disiapkan untuk Revolusi Industri 4.0. Lima industri yang jadi fokus implementasi Industri 4.0 di Indonesia, yaitu (1) industri makanan dan minuman, (2) tekstil, (3) otomotif, (4) elektronik, dan (5) kimia.[4] Menurut Presiden, kelima industri tersebut ditetapkan menjadi tulang punggung guna meningkatkan daya saing. Lima sektor tersebut juga dinilai dapat menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru berbasis teknologi. Memang, era Industri 4.0 sudah menghadirkan pabrik cerdas karena kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) (news.detik.com, 2018). 

 

Pernyataan Presiden Jokowi di atas menjadi dasar penguatan generasi muda Papua. Generasi muda atau generasi milenia merupakan generasi cerdas yang berusia 21-30 tahun merupakan sebuah usia produktif di Papua. Untuk itu,  generasi muda Papua harus membawa perubahan yang lebih baik. Generasi milenial[5] Papua merupakan generasi muda yang dapat memberikan kemajuan terhadap kemajuan Tanah Papua. Generasi milenial Papua diharapkan mampu memiliki pemikiran yang lebih inovatif, kreatif, dan kritis. Hal ini dikarenakan generasi muda pada saat ini tumbuh pada era teknologi yang semakin canggih dan memudahkan gaya hidup para milenial. Generasi milenial saat ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi, berpikir secara modern dan berpikir maju ke depan serta memiliki moral yang tinggi.

 

Menurut Fitriyani (2019) bahwa generasi milenial saat ini sangat rentan terhadap arus negatif globalisasi dan tidak selektif dalam menerima informasi, seperti dalam menggunakan internet generasi milenial kurang memanfaatkannya dengan bijak dimana adanya generasi milenial yang kecanduan untuk bermain game ataupun sosial media, efek negatif dari globalisasi ini menjadikan ancaman bagi generasi milenial terhadap moral dan budaya mereka tanpa kita sadari.[6]

 

Fakta secara nasional, di ranah ekonomi dan bisnis (pasar modal Indonesia), tercatat lebih dari seperempat (26,2%) investor pasar modal yang pada 2017 mencapai 1,1 juta orang adalah generasi milenial. Selain itu, ranah politik. Misalnya, pada November 2018 lalu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengumumkan bahwa 60% calon legislatif mereka yang lolos ujian adalah kaum milenial. Dari survei CSIS (4/11/17) justru menyatakan bahwa PDIP terpopuler di kalangan milenial (94,2%) antara lain karena parpol ini pemenang pilpres 2014. Bahkan lebih lanjut dikatakan bahwa generasi milenial ini optimistis terhadap pemerintahan Jokowi (75,3%).[7]

 


 

5. Pemajuan Generasi Muda Papua

 

Generasi muda Papua termasuk juga dalam mimpi besar melalui Program Presiden Jokowi, yakni  menyiapkan 'generasi emas'. Menurut Moeldoko (2018) bahwa generasi emas memiliki makna bahwa tahun 2045 akan terwujud generasi muda Indonesia yang berkualitas tingkat pendidikannya, produktif, mandiri, serta mampu menghadapi tantangan perubahan yang semakin cepat, kompleks, serba surprise (mengejutkan), dan penuh risiko. Selain itu, Moeldoko mengemukakan bahwa generasi muda 'zaman now' rentan terhadap benturan antara 'nasionalisme' dan 'globalisasi'. "Saat ini, generasi muda dihujani beragam informasi yang banyak diantaranya diragukan kebenarannya. Informasi mengenai keterbelakangan daerah-daerah tertentu, yang dapat diartikan kekurangberhasilan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, dapat memicu kekecewaan yang dapat mengikis jiwa kebangsaan.[8]

 

Merujuk pada program generasi emas di atas, maka generasi muda Papua kini telah menikmati kebijakan pemerintah pusat melalui kebijakan pemberlakukan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Menurut Djojosoekarto, dkk (2008:49) bahwa Undang-Undang Otsus mengatur hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan, terutama pada pasal 56. Pada pasal ini disebutkan bahwa Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di provinsi.

 

Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan umum tentang otonomi perguruan tinggi, kurikulum inti, dan standar mutu pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan sebagai pedoman pelaksanaan bagi pimpinan perguruan tinggi dan Pemerintah Provinsi. Mengingat tujuan Otsus adalah membangun sumberdaya manusia Papua yang unggul, maka pada pasal ini ditetapkan bahwa setiap penduduk di Tanah Papua berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sampai dengan tingkat sekolah menengah dengan beban masyarakat serendah-rendahnya.

 

Kehadiran Otonomi Khusus Papua bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat telah memberikan ruang dan kesempatan bagi generasi emas Papua untuk menikmati kesempatan yang seluas-luasnya dalam bidang pendidikan.[9] Misalnya, program Papua Cerdas,[10] Program Generasi Cerdas,[11] Program Generasi Emas Anak Asli,[12] dan Program Bangun Generasi dan Keluarga Sejahtera (BANGGA).[13] 

 

Di era Pemerintahan Joko Widodo, generasi muda telah ikut engambil peran dalam membangun bangsa dan Negara. Misalnya, pada Kantor Staf Presiden Republik Indonesia berisi banya anak muda smart dan tidak lagi didominasi oleh orang-orang tua sebagaimana presepsi orang tentang kantor-kantor pemerintah.[14] Selain itu, menurut Dainel Simanjuntak[15] bahwa dalam dunia pekerjaan, harus hargai waktu yang ada untuk selalu on time, menghargai karya karena kita hidup pasti akan menciptakan sebuah karya, dan menghargai kualitas.[16] 

 

Untuk itu, dalam pemajuan generasi muda Papua, diharapkan Pemerintah Joko Widodo dapat membuka ruang-ruang demokrasi dan kebijakan keberpihakan (afirmasi) bagi generasi muda Papua untuk dapat berpartisipasi dalam membangun bangsa dan Negara melalui berbagai posisi penting dan strategis (Dirjen, Menteri, Jaksa, Hakim, Kapolda, Pangdam, Kepala Daerah, dan Pimpinan Perguruan Tinggi/Rektor).

 

Proses pemajuan generasi muda Papua ini dapat menjadi media PEREKAT persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dianggap penting, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa generasi muda Papua ini pulalah yang dapat menjadi PESEKAT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui berbagai gerakan-gerakan kebangkitan nasionalisme Papua dan Melanesia, gerakan kesukuan, gerakan kargoisme yang berorientasi pada disintegrasi bangsa.

 


 

6. Penutup 

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk menumbuhkembangkan generasi muda Papua yang cerdas dan berkualitas, diperlukan upaya secara sadar dan sistematis dalam hal memenuhi penjaminan hak generasi muda, yaitu hak hidup, hak berpartisipasi sesuai harkat dan martabat serta hak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, perkembangan pembangunan  generasi muda Papua di era globalisasi saat ini harus seiring dan sejalan dengan adanya generasi muda yang berkualitas, tentunya dengan pengembangan usaha dan peningkatan pendidikan yang lebih baik, sebab globalisasi dapat menjadi negatif apabila pemerintah dan generasi muda tidak menggunakan untuk hal yang positif dalam era kebebasan digital. 


 

Daftar Rujukan 

Acemoglu, Daron dan James A. Robinson. 2012. Mengapa Negara Gagal: Awal Mula Kekuasaan, Kemakmuran, dan Kemiskinan (Arif Subiyanto, [Terjm.]). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo -- Kompas Gramedia. 

Marit, Elisabet Lenny dan Hugo Warami. 2018. Wacana "Papua Tanah Damai" dalam Bingkai Otonomi Khusus Papua dalam Jurnal Ilmu Sosial, Vol.16, No.1, April 2018, FISIP Universitas Cenderawasih Jayapura. 

Situmorang, Mangadar. 2011. Ke Arah Penyelesaian Konflik di Papua. Makalah Diskusi Publik Format Penyelesaian Konflik di Papua, Bandung 9 Desember 2011. Bandung: Imparsial-FISIP UNPAR-Yayasan Tifa. 

Warami, Hugo. 2018. Kebijakan dan Perlindungan Terhadap Bahasa Daerah: Perspektif Kewenangan Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus. Makalah Kongres Bahasa Indonesia XI, Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta, 28-31 Oktober 2018. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud RI. 

Widjojo, Muridan, S., dkk. 2009. Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving The Present, and Securing the Future. Jakarta: LIPI-Yayasan Tifa-Yayasan Obor Indonesia. 

https://news.detik.com/kolom/d-3981811/generasi-milenial-dan-era-industri-40 

https://indopos.co.id/read/2018/03/22/132104/pemuda-zaman-now-menghadapi-tantangan-nasionalisme-di-era-globalisasi 


 

Peraturan Perundang-Undangan 

Indonesia, Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua, Undang-Undang No. 21  Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Nomor 135. 


  
 

[1] Filsuf besar Perancis pada abad ke-18

   

[2] Fraksi Partai Golkar, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

   

[3] Making Indonesia 4.0 menetapkan arah yang jelas bagi masa depan industri nasional.

   

[4] Kata Presiden Jokowi saat membuka Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Center (JCC) pada pekan pertama April 2018.

   

[5] Sebagai gambaran singkat, Generasi Milenial, yang juga punya nama lain Generasi Y, adalah kelompok manusia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga 1997. Mereka disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua sejak teori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923. Jika Generasi Z pertama adalah mereka yang lahir pada 1995, artinya orang yang paling tua dari Generasi Z Indonesia sudah berumur 21 tahun: mereka sudah beranjak dewasa, sudah ikut pemilu, mencari atau sudah punya pekerjaan, dan hal-hal lain yang bisa memengaruhi ekonomi, politik, dan kehidupan sosial dunia kini.

[6]Intan Fitriyani, http://communication.binus.ac.id/2019/01/03/era-globalisasi-menuntut-generasi-milenial-berjiwa-entrepreneur/

 


   

[7]https://kalimantan.bisnis.com/read/20180126/251/730603/generasi-milenial-peluang-tantangan-generasi-milenial

   

[8] Kepala Staf Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko dalam kuliah umum di Aula FISIP Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama), di Kampus Merah Putih Jakarta, Rabu (21/3/2018).

   

[9] https://tabloidjubi.com/artikel-1891-sebagian-mahasiswa-%E2%80%9C1000-doktor%E2%80%9D-di-negeri-donald-trump-belum-terima-beasiswa.html

   

[10] http://kabaramugikibah/2015/08/anak-papua-yang-studi-di-luar-papua.html

   

[11] https://www.pasificpos.com/item/28447-investasi-sdm-generasi-emas-di-papua-harus-diutamakan

   

[12] https://www.tagar.id/generasi-emas-anak-asli-papua

   

[13] https://papua.antaranews.com/berita/468873/program-bangga-papua-wujudkan-generasi-emas-anak

   

[14] http://ksp.go.id/de-era-jokowi-anak-muda-jalankan-pemerintahan-di-lingkat-terdekat-kekuasaan/index.html

   

[15] Tenaga Ahli Kedeputian III Kantor Staf Presiden; Alumnus S1 Ekonomi Nanyang Technological University dan S2 Ekonomi Kebijakan Pembangunan di University of Manchester

   

[16] http://ksp.go.id/impact-talks-kala-milenial-bicara-passion-dan-kepemimpinan/index.html

 


   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun