"..Tiba waktunya untuk gunakan hak pilih kita,
Salurkan aspirasi bersama demi bangsa,
Teguh percaya suara kita sangat berharga,
Menentukan arah masa depan Indonesia.."
Â
Penggalan lirik di atas merupakan jingle dari KPU Pusat yang mengajak segenap warga negara Indonesia untuk menyalurkan aspirasinya pada Pemilihan Umum tahun 2024.
Pesta demokrasi politik Indonesia tinggal menghitung hari, tepatnya tanggal 14 Februari 2024. Seluruh warga negara Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi terbesar, yaitu Pemilihan Umum yang akan dilakukan secara serentak dan bersamaan.
Indonesia merupakan negara yang menganut asas demokrasi tentunya perlu dukungan dan partisipasi dari seluruh warga negara sebagai penentu arah kebijakan negara 5 (lima) tahun kedepan.
Bayang-Bayang Fenomena Golput
Berbicara masalah dukungan dan partisipasi warga negara Indonesia dalam pemungutan suara terdapat kelompok yang mendukung partai politik tertentu dan simpatisan, ada juga yang sekelompok orang yang enggan untuk menyalurkan dukungan atau partisipasinya di pemilu. Fenomena ini sering kita sebut dengan golput.
Istilah golput ini digunakan untuk mencerminkan sekelompok masyarakat yang enggan untuk memberikan suaranya pada kontestan partai politik di pemilu.
Golput merupakan sebuah pilihan dari warga negara yang sudah terdaftar atau masuk dalam kategori pemilih (DPT) tetapi tidak memilih atau ikut dalam pemilu dengan arti kata mereka tidak menggunakan hak suara dalam pemilu sehingga tidak mendatangi TPS untuk mencoblos.
Sikap apatis masyarakat merupakan salah satu tingginya angka golput, hal ini bisa disebabkan karena adanya ketidakpedulian dari sebagian masyarakat terhadap politik.
Namun begitu, seseorang yang tidak memberikan hak suaranya dalam pemilu atau golput tidak dapat dikenakan sanksi pidana, karena hak untuk memilih atau tidak memilih dianggap sebagai hak konstitusional yang dilindungi negara (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 23 ayat 1).
Pemilih di Indonesia memiliki kebebasan untuk mengekpresikan pendapat mereka melalui golput tanpa dikenakan sanksi.
Angka golput pada Pemilu 2019 termasuk yang terendah dibandingkan pemilu sebelumnya sejak 2004. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah masyarakat yang golput pada 2019 sebanyak 34,75 juta atau sekitar 18,02 persen dari total pemilih yang terdaftar.
Sementara, pada 2014, jumlah golput sebanyak 58,61 juta orang atau 30,22 persen.
Dikutip dari rilis Publikasi Statistik Politik Tahun 2022 Badan Pusat Statistik (BPS) yang bersumber dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), dapat dilihat berapa tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu setiap periodenya.
Tingginya partisipasi politik masyarakat menunjukkan bahwa di negara-negara demokrasi, rakyat mengikuti dan memahami masalah politik dan bersedia melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Sebaliknya, tingkat partisipasi masyarakat yang rendah dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan. Tingginya tingkat partisipasi juga menunjukkan bahwa pemerintahan terpilih memiliki legitimasi tinggi.
Â
Dominasi Pemilih Generasi MudaÂ
Terlepas dari fenomena golput, ada harapan dan cita-cita pada pemilu 2024 nanti. Terdapat target sasaran pemilih yang dirasa sangat potensial untuk mendulang suara, tak lain dan tak bukan adalah generasi muda atau yang lebih dikenal dengan pemilih milenial.
Generasi muda memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam menyukseskan pembangunan demokrasi di era modern dan serba digital saat ini.
Perkembangan teknologi informasi yang masif sangat memungkinkan generasi muda bangsa ini untuk mengambil peranan sebagai salah satu pilar kebangsaan terutama dalam hal pemanfaatan teknologi informasi secara akftif dan kreatif menggunakan fasilitas teknologi dalam dunia politik di era modern.
Tentu saja hal ini menjadi pemicu para kontestan politik untuk mendulang sebanyak-banyaknya suara pemilih, terutama pemilih pemula. Dimana mereka bisa menyampaikan proposal politiknya di media online yang bisa diakses oleh semua orang.
Dikutip dari daftar pemilih yang dikeluarkan oleh KPU terdapat sekitar 52 persen pemilih muda dari total 204.807.222 pemilih. Dominasi  pemilih muda berada di kategori gen Z sebesar 22,85 persen dan kategori milenial sebesar 36,60 persen.
Seluruh rakyat Indonesia akan menggunakan hak pilihnya termasuk generasi muda. Generasi muda atau yang lebih dikenal dengan generasi milenial tentu tak boleh ketinggalan menyemarakkan euforia pemilu karena merupakan salah satu faktor determinan atau faktor penentu di ajang pemilu 2024, sekaligus sebagai pembelajaran dalam berpolitik.
Pengamat politik menilai bahwa generasi milenial memiliki sifat kreatif, percaya diri, tidak loyal dan tidak ingin menjadi objek politik. Pemuda sebagai agent of change dalam berbagai hal, seperti salah satunya adalah politik.
Dengan momentum pemilu 2024 peranan generasi muda sangat dinantikan karena memiliki peluang untuk menciptakan perubahan ke arah positif bagi kemajuan demokrasi dan menentukan arah kebijakan politik bangsa ini lima tahun kedepan demi menggapai program Indonesia Emas 2045.
Oleh sebab itu, sebagai generasi muda bangkitkanlah rasa tanggung jawab dan sikap kepedulian kita terhadap keberlangsungan demokrasi bangsa ini, mari kita gunakan hak pilih kita dalam pemilu 2024. (*)
(sudah ditayangkan di media online ayobandung.com, 1 Februari 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H