Jainul sangat gigih bekerja demi memastikan anaknya tidak kekurangan uang selama kuliah.
Uang hasil kerja serabutan sebagian besar dikirim untuk Een, sisanya untuk keperluan sendiri.
"Misalnya seminggu dia dapat Rp 400.000 atau Rp 500.000, dia hanya ambil Rp 100.000 saja. Sebagian besar langsung dikirim ke anaknya," ungkap Sudarto.
Saat jenazah Een dimakamkan, ibunya dalam perjalanan dari Jakarta.
Sudarto menambahkan, pupus sudah cita-cita Jainul Musdopi dan Sri untuk melihat anaknya lulus kuliah.
Kini keluarga hanya berharap tersangka dihukum seberat-beratnya.
"Keluarga berharap pasalnya dikembangkan menjadi 340 KUHP (pembunuhan berencana). Pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal," tegasnya.
Sebelumnya polisi menjerat tersangka dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman pidana penjara selama 15 tahun.
Sementara ancaman pidana untuk pasal 340 adalah penjara paling lama 20 tahun, atau pidana seumur hidup, bahkan hukuman mati.
Kejadian tragis yang melibatkan mahasiswi Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Een Jumianti, yang dibunuh dan dibakar oleh pacarnya, Moh. Maulidi Al Izhaq alias Welid, telah mengguncang masyarakat dan menjadi viral di media sosial. Kasus ini bukan hanya mencerminkan kekerasan yang terjadi di kalangan mahasiswa, tetapi juga menyoroti isu-isu yang lebih luas terkait kesehatan mental, pendidikan, dan perlindungan terhadap perempuan. Dalam opini ini, saya akan membahas dampak dari kejadian ini serta pentingnya tindakan preventif untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.
Kekerasan dalam Hubungan Asmara