Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diskresi, Off-Budget, dan Anggaran Sektor Publik

31 Maret 2017   21:30 Diperbarui: 4 April 2017   17:58 9780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam mengambil kebijakan diskresi, pemerintah dituntut untuk mengedepankan “the right to receive” dan tujuan diskresi dimaksud. Konsekuensi yuridis dengan adanya penggunaan diskresi yang tidak didasarkan pada tujuan, peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik akan berakibat diskresi tersebut akan bernuansa terjadinya tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan wewenang.

Tindakan sewenang-wenang dapat terjadi apabila pemerintah tidak memiliki cukup rasionalitas sebagai parameter, misalnya: terhadap perlunya kenaikan harga BBM dan pembatasan BBM bersubsidi. Pada sisi lain, tindakan ini dapat berakibat penyalahgunaan wewenang yang didasarkan pada parameter tujuan pemberian wewenang yang disalahgunakan. Namun, jika alasannya rasional, maka hal ini bisa diperbolehkan.

Lalu mengenai dana off budget atau non budgeter. UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara secara tegas melarang seluruh pejabat dan aparatur negara mengelola dana non-budgeter. Semua anggaran (pendapatan, pengeluaran, penerimaan dan pembiayaan) haruslah tercatat dalam APBN atau APBD sehingga bisa dipertanggungjawabkan kepada parlemen pada akhir tahun anggaran.

Budaya "korupsi berjamaah" secara sadar maupun tidak sadar sudah menjadi sebuah praktik rutin di instansi pemerintah. Tujuan penggunaan dana off budget atau non budgeter untuk kepentingan yang baik dan legal maupun yang tidak baik/ilegal pada prinsipnya tetap melanggar ketentuan yang ada. Tapi dalam praktiknya memang sangat sulit untuk dihindari.

Perlu diingat bahwa prinsip anggaran publik yaitu: otorisasi legislatif, komprehensif, keutuhan anggaran, akurat, periodik, jelas, diketahui publik, nondiscretionary appropriation. Pembiayaan pembangunan seharusnya dilakukan melalui anggaran sehingga bisa dijalankan menurut prinsip-prinsip tersebut.

Sebagaimana ditulis oleh Komisi Hukum Nasional, dana off-budget atau non budgeteradalah dana publik di luar neraca karena tidak tercatat dalam APBN. Ini sangat rentan terhadap penyalahgunaan (abuse). Potensi penyalahgunaan dana non budgeter disebabkan tidak adanya transparansi dan tidak adanya keharusan untuk dipertanggung jawabkan kepada publik.

Dana taktis atau dana cadangan untuk keperluan yang mendadak (mendesak) dan tidak dapat direncanakan sebelumnya juga rentan disalahgunakan. Apalagi dana fiktif atau dana yang masuk dalam anggaran negara, namun peruntukannya tidak sesuai dengan program yang semestinya dijalankan.

Oleh karena itu, anggaran negara dan/atau anggaran daerah, baik yang berkaitan dengan pendapatan maupun pengeluaran, haruslah ditetapkan, dibahas, dan disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat (sebagai representasi rakyat).

Saat ini ramai diperbincangkan tentang dana off-budget atau non-budgeter yang dikelola oleh Pemda DKI. Gubernur DKI mengembangkan model-model pungutan yang cukup fenomenal dan kontroversial yaitu dalam Kontribusi Tambahan untuk penambahan KLB dan Reklamasi.

Mekanisme yang dilakukan adalah dengan audit dan appraisal untuk menentukan apakah kontribusi tersebut sudah sesuai dengan nilai “kewajiban” kontribusi tambahan yang ditentukan, sebelum diterima sebagai aset daerah.

Pertanyaannya adalah: Apakah proses pengadaan barang atau jasa tersebut tunduk pada aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah? Tentu jawabannya adalah tidak. Lalu bagaimana mekanisme pengawasannya? Sudahkah akuntabel? Sudah tepat sasaran kah? Bagaimana penghitungan dananya? Bagaimana jika pengadaan barang atau jasa itu lalu terhenti di tengah jalan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun