Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Matikan Lampu, Selamatkan Bumi!

25 Maret 2017   21:44 Diperbarui: 26 Maret 2017   06:00 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejarah Earth Hour (Sumber: Earth Hour Report 2016).

Hari ini adalah tahun kesepuluh peringatan Earth Hour. Earth Hour adalah salah satu gerakan akar rumput terbesar yang menunjukkan kepedulian akan lingkungan. Sebagaimana terlihat dalam Laporan yang dirilis Earth Hour tahun 2016, gerakan yang berawal dari satu kota tersebut, kini telah diikuti oleh 178 negara. Earth Hour adalah gerakan pemadaman lampu selama satu jam sebagai bentuk kepedulian atas perubahan iklim yang terjadi di muka bumi. 

Sejarah Earth Hour (Sumber: Earth Hour Report 2016).
Sejarah Earth Hour (Sumber: Earth Hour Report 2016).
Earth Hour dimulai di Sydney dan kini telah tumbuh menjadi kampanye lingkungan yang meluas di seluruh dunia. Melalui kampanye ini, WWF menghimbau kita semua untuk menunjukkan kepedulian terhadap bumi dan energi, dengan memadamkan lampu selama satu jam, pada pukul 20.30-21.30 hari ini. Kita pun diajak untuk ikut menyorot pemanasan global yang kini melanda bumi akibat pembakaran batubara, minyak, dan gas untuk mobil serta pembangkit listrik.

Momen simbolis yang dilakukan pegiat lingkungan sejak tahun 2007 dalam skala kecil, kini telah berubah menjadi gerakan global. Gerakan ini membesar dengan begitu cepat karena masyarakat menyadari bahwa fungsi lingkungan sangatlah penting. Perubahan iklim adalah sesuatu yang nyata dan kerusakan alam karena tindakan dan perilaku konsumtif manusia tidak boleh kita abaikan. 

Dalam 10 tahun terakhir, aksi peduli akan bumi semakin menguat. Pada laporan tahun 2016, 9 negara telah merubah kebijakan publiknya menjadi kebijakan yang lebih ramah lingkungan, lebih dari 12.700 monumen dan tempat-tempat penting mematikan lampu mereka dalam peringatan Earth Hour, 472 kedutaan dan tokoh berpengaruh menyatakan dukungannya, dan 2.427.929 aksi dilakukan dalam Earth Hour tahun lalu. 

Aksi peduli bumi ini juga marak di sosial media. Sebanyak 2.5 juta orang berpartisipasi selama 3 bulan, tahun lalu dengan menunjukkan dukungan melalui hashtag #EarthHour. Hashtag ini menjadi tren di 33 negara di seluruh dunia. Di youtube, video yang diunggah organisasi Earth Hour telah ditayangkan sebanyak 853.493 selama Januari-Maret 2016. Dalam kurun waktu yang sama, situs Earth Hour telah diakses sebanyak 958.447 kali.

Bentuk kepedulian akan bumi
Bentuk kepedulian akan bumi
Perubahan iklim tidak bisa diatasi sendirian. Upaya pencegahan dampak perubahan iklim membutuhkan inovasi, visi, dan kolaborasi yang dimulai dari kepedulian kita semua. Sebuah transisi menuju pemakaian energi yang bersih (clean energy) adalah batu pijakan untuk membangun iklim yang lebih bersahabat di masa mendatang. 

Di belahan dunia lain, kepedulian ini sangatlah tampak. Konsep pembangunan telah berubah. Mereka tidak lagi bergantung dengan energi batubara yang kotor dan negara-negara maju di dunia kini berlomba untuk mengembangkan sumber energi terbarukan. 

Earth Hour adalah aksi sederhana yang dilakukan untuk menunjukkan kepedulian masyarakat akan isu-isu yang memengaruhi kehidupan mereka. Di Sydney, banyak bangunan di sisi pelabuhan mematikan lampu mereka selama satu jam dari 08:30 waktu setempat sebagai panggilan aksi dunia.

Earth Hour sebenarnya dicetuskan untuk merubah paradigma kita akan energi. Di Indonesia misalnya, energi minyak kita diprediksi akan habis dalam 11 tahun ke depan. 

Penggunaan energi terbarukan adalah sebuah keharusan. 

Kepedulian ini ditunjukkan dengan melestarikan hutan dan keberagaman lingkungan hidup. Aksi-aksi kepedulian juga telah dilakukan dengan beragam cara di seluruh dunia, seperti penandatangan petisi, penyusunan kurikulum berbasis lingkungan, sampai dengan menyediakan menu restoran dengan bahan-bahan yang "sustainable".

screen-shot-2017-03-25-at-8-04-19-pm-58d66bca747e618e719f58c0.png
screen-shot-2017-03-25-at-8-04-19-pm-58d66bca747e618e719f58c0.png
Di Indonesia, kepedulian akan perubahan iklim dilakukan salah satunya dengan menentang kebakaran hutan dan penebangan secara liar (illegal logging). China, sejak tahun 2016 telah menekan penggunaan batu bara untuk industri untuk mengurangi polusi. Rencananya, Cina akan memangkas 500 juta ton pemakaian batu bara pada tahun 2020.

Perubahan iklim adalah masalah yang sangat krusial. Perubahan iklim berdampak pada kelangkaan sumber daya air. Pada sektor kesehatan, terjadi kasus demam berdarah dan penyakit lewat air terutama musim penghujan. Kerusakan jalan dan jembatan terjadi karena permukaan tanah turun. Sektor pertanian juga dipengaruhi oleh perubahan iklim seperti: penurunan produksi, perubahan pola tanam, dan kebakaran hutan yang kini terjadi lebih sering.

Dalam upaya mencegah perubahan iklim, Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris COP21. Dengan meratifikasi artinya Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Komitmen ini telah disampaikan oleh Presiden Jokowi di Paris, yaitu komitmen mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030, dan 41% dengan dukungan internasional.

Pemenuhan komitmen tidak bisa terimplementasi tanpa adanya kerja serius dan sistematis. Saat ini, pemerintah masih terpaku pada pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor hutan dan lahan, namun kurang serius dalam pengurangan emisi dari sektor energi. Padahal, dalam beberapa tahun kedepan emisi sektor energi akan meningkat secara signifikan.

Proyek pembangunan 35.000 MW misalnya, separuhnya masih berasal dari PLTU batubara. Bahkan, 55% rencana penyediaan tenaga listrik untuk tahun 2016-2025 masih disokong oleh PLTU batubara. Dengan meneruskan kebijakan energi yang disokong batubara, akan sangat sulit bagi Indonesia untuk memenuhi komitmen dalam Perjanjian Paris. 

Pemerintah Indonesia seharusnya mengurangi ketergantungan terhadap batubara dengan mendukung pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi secara lebih baik. Tanpa keseriusan, Kesepakatan Paris yang telah diratifikasi, hanya akan berakhir sebagai "macan kertas".

Beberapa orang mungkin menghindari fakta bahwa perubahan iklim sedang terjadi, atau bahkan belum memahami betapa berbahayanya hal ini pada keberlangsungan hidup manusia di masa mendatang. Namun, jika Anda tinggal di kota yang telah dilengkapi dengan akses teknologi dan informasi, tentunya tidaklah sukar untuk menemukan informasi akan pentingnya kesadaran terhadap perubahan iklim. 

Mari tunjukkan kepedulian kita dengan bersama-sama mendukung Earth Hour dengan mematikan lampu Anda satu jam hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun