Hari ini adalah tahun kesepuluh peringatan Earth Hour. Earth Hour adalah salah satu gerakan akar rumput terbesar yang menunjukkan kepedulian akan lingkungan. Sebagaimana terlihat dalam Laporan yang dirilis Earth Hour tahun 2016, gerakan yang berawal dari satu kota tersebut, kini telah diikuti oleh 178 negara. Earth Hour adalah gerakan pemadaman lampu selama satu jam sebagai bentuk kepedulian atas perubahan iklim yang terjadi di muka bumi.Â
Momen simbolis yang dilakukan pegiat lingkungan sejak tahun 2007 dalam skala kecil, kini telah berubah menjadi gerakan global. Gerakan ini membesar dengan begitu cepat karena masyarakat menyadari bahwa fungsi lingkungan sangatlah penting. Perubahan iklim adalah sesuatu yang nyata dan kerusakan alam karena tindakan dan perilaku konsumtif manusia tidak boleh kita abaikan.Â
Dalam 10 tahun terakhir, aksi peduli akan bumi semakin menguat. Pada laporan tahun 2016, 9 negara telah merubah kebijakan publiknya menjadi kebijakan yang lebih ramah lingkungan, lebih dari 12.700 monumen dan tempat-tempat penting mematikan lampu mereka dalam peringatan Earth Hour, 472 kedutaan dan tokoh berpengaruh menyatakan dukungannya, dan 2.427.929 aksi dilakukan dalam Earth Hour tahun lalu.Â
Aksi peduli bumi ini juga marak di sosial media. Sebanyak 2.5 juta orang berpartisipasi selama 3 bulan, tahun lalu dengan menunjukkan dukungan melalui hashtag #EarthHour. Hashtag ini menjadi tren di 33 negara di seluruh dunia. Di youtube, video yang diunggah organisasi Earth Hour telah ditayangkan sebanyak 853.493 selama Januari-Maret 2016. Dalam kurun waktu yang sama, situs Earth Hour telah diakses sebanyak 958.447 kali.
Di belahan dunia lain, kepedulian ini sangatlah tampak. Konsep pembangunan telah berubah. Mereka tidak lagi bergantung dengan energi batubara yang kotor dan negara-negara maju di dunia kini berlomba untuk mengembangkan sumber energi terbarukan.Â
Earth Hour adalah aksi sederhana yang dilakukan untuk menunjukkan kepedulian masyarakat akan isu-isu yang memengaruhi kehidupan mereka. Di Sydney, banyak bangunan di sisi pelabuhan mematikan lampu mereka selama satu jam dari 08:30 waktu setempat sebagai panggilan aksi dunia.
Earth Hour sebenarnya dicetuskan untuk merubah paradigma kita akan energi. Di Indonesia misalnya, energi minyak kita diprediksi akan habis dalam 11 tahun ke depan.Â
Penggunaan energi terbarukan adalah sebuah keharusan.Â
Kepedulian ini ditunjukkan dengan melestarikan hutan dan keberagaman lingkungan hidup. Aksi-aksi kepedulian juga telah dilakukan dengan beragam cara di seluruh dunia, seperti penandatangan petisi, penyusunan kurikulum berbasis lingkungan, sampai dengan menyediakan menu restoran dengan bahan-bahan yang "sustainable".
Perubahan iklim adalah masalah yang sangat krusial. Perubahan iklim berdampak pada kelangkaan sumber daya air. Pada sektor kesehatan, terjadi kasus demam berdarah dan penyakit lewat air terutama musim penghujan. Kerusakan jalan dan jembatan terjadi karena permukaan tanah turun. Sektor pertanian juga dipengaruhi oleh perubahan iklim seperti: penurunan produksi, perubahan pola tanam, dan kebakaran hutan yang kini terjadi lebih sering.
Dalam upaya mencegah perubahan iklim, Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris COP21. Dengan meratifikasi artinya Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Komitmen ini telah disampaikan oleh Presiden Jokowi di Paris, yaitu komitmen mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030, dan 41% dengan dukungan internasional.
Pemenuhan komitmen tidak bisa terimplementasi tanpa adanya kerja serius dan sistematis. Saat ini, pemerintah masih terpaku pada pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor hutan dan lahan, namun kurang serius dalam pengurangan emisi dari sektor energi. Padahal, dalam beberapa tahun kedepan emisi sektor energi akan meningkat secara signifikan.
Proyek pembangunan 35.000 MW misalnya, separuhnya masih berasal dari PLTU batubara. Bahkan, 55% rencana penyediaan tenaga listrik untuk tahun 2016-2025 masih disokong oleh PLTU batubara. Dengan meneruskan kebijakan energi yang disokong batubara, akan sangat sulit bagi Indonesia untuk memenuhi komitmen dalam Perjanjian Paris.Â
Pemerintah Indonesia seharusnya mengurangi ketergantungan terhadap batubara dengan mendukung pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi secara lebih baik. Tanpa keseriusan, Kesepakatan Paris yang telah diratifikasi, hanya akan berakhir sebagai "macan kertas".
Beberapa orang mungkin menghindari fakta bahwa perubahan iklim sedang terjadi, atau bahkan belum memahami betapa berbahayanya hal ini pada keberlangsungan hidup manusia di masa mendatang. Namun, jika Anda tinggal di kota yang telah dilengkapi dengan akses teknologi dan informasi, tentunya tidaklah sukar untuk menemukan informasi akan pentingnya kesadaran terhadap perubahan iklim.Â
Mari tunjukkan kepedulian kita dengan bersama-sama mendukung Earth Hour dengan mematikan lampu Anda satu jam hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H