Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Tubagus Rahmat Saf Rai

Jurnalis || Founder Sekumpul EduCreative II Direktur Wilip Institute || Penulis Skenario Film || Bidang Pelatihan dan Peningkatan Kompetensi PWI Kota Cilegon || Humas

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Polusi Suara Unit 9-10 PLTU Suralaya, Jadi Ancaman Kesehatan Mental Anak-anak?

20 Januari 2025   06:08 Diperbarui: 28 Januari 2025   11:42 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pabrik Unit 9-10 dari jalan Kampung Kopi (Foto Pram) 


Di Kampung Kopi, pagi seharusnya menjadi waktu yang tenang. Burung-burung berkicau, ibu-ibu bercengkerama di depan rumah, dan anak-anak bermain di pekarangan dengan suka cita.

Tapi di sini, berubah ketika suara bising mesin pabrik dari Unit 9-10 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Kota Cilegon, Banten menjadi pengiring tetap menyambut pagi. Suara itu, dengungan dan deru yang tak pernah henti meliputi setiap sudut kampung.

“Sebelum ada Unit 9-10, pagi kami tenang. Sekarang, rasanya seperti hidup di atas pabrik,” kata seorang lelaki petani yang telah tinggal di Kampung Kopi selama lebih dari 30 tahun.

Bagi warga Kampung Kopi, suara dari Unit 9-10 PLTU Suralaya bukan sekadar gangguan telinga. Bunyi itu menyusup jauh ke dalam kehidupan mereka, menghantui hari-hari yang seharusnya damai dan mengusik pikiran yang semestinya tenang.

Menurut WHO, suara yang berlebihan sangat membahayakan kesehatan manusia dan mengganggu aktivitas sehari-hari baik di sekolah, tempat kerja, maupun di rumah.

Salah satunya adalah kebisingan industri, yaitu jenis  suara berintensitas tinggi yang dapat disebabkan oleh mesin industri berat. 

Polusi suara yang berasal dari aktifitas mesin pabrik Unit 9-10 PLTU Suralaya termasuk jenis pencemaran lingkungan yang sering kali tidak disadari. Berbeda dengan polutan seperti bahan kimia atau udara, polusi suara memiliki cara penanganan tersendiri.

Ketika suara atau kebisingan melebihi ambang batas pendengaran normal, suara tersebut tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan makhluk hidup, termasuk manusia.

Dampak polusi suara yang kini ditimbulkan, dirasakan dalam kehidupan sehari-hari warga Kampung Kopi. Ritme hidup terganggu, dan sejumlah masalah kesehatan pun muncul, seperti gangguan tidur. Jika terus-terusan dalam jangka panjang, akan mengancam masalah pendengaran, penyakit jantung, gangguan hormon, hingga peningkatan risiko diabetes.

Selain itu, paparan kebisingan berlebih dapat mempengaruhi kesehatan mental, terutama karena stres yang ditimbulkan. Anak-anak bahkan lebih rentan terhadap dampak kebisingan dibandingkan orang dewasa karena kemampuan mereka untuk mengelola stres belum optimal.

Polusi suara dari Unit 9-10 PLTU Suralaya telah menjadi teror yang perlahan tapi pasti menggerogoti kesehatan mental warga Kampung Kopi.

Para lansia di kampung kopi juga mengaku sering merasa cemas tanpa alasan jelas. Anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda gangguan perilaku, seperti sulit fokus saat belajar atau tidak bisa tidur lelap.

“Tidak ada yang tahu dampaknya pada anak-anak kami di masa depan,” katanya dengan dengan nada prihatin. “Tapi kami tahu, hidup seperti ini tidak sehat.”

Bagi warga Kampung Kopi, polusi suara dari Unit 9-10 PLTU Suralaya bukan hanya sekadar suara. Itu adalah simbol ketidakadilan. Mereka merasa hak  hidup dengan tenang—sebagaimana dijamin oleh konstitusi—telah dirampas.

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 jelas menyatakan bahwa segala kekayaan alam di Indonesia harus digunakan untuk kemakmuran rakyat. Tapi, apa yang mereka rasakan justru sebaliknya.

“Kalau  benar-benar ada yang peduli, seharusnya mereka memastikan kami tidak menderita, karena mesin-mesin proyek ini pun baru beroprasi,” ungkapnya dengan nada getir.

Di tengah kondisi tersebut, warga Kampung Kopi mencoba bertahan sebisa mungkin. Mereka bukan hanya membutuhkan solusi sementara, tapi ingin hidup tenang seperti dulu lagi.

Ketika ditanya apa harapannya untuk masa depan, Ia hanya menggelengkan kepala. “Saya tidak tahu, apakah suara itu bisa berhenti? ” katanya lirih. Ia berharap, setidaknya anak-anak kami bisa tumbuh tanpa harus mendengar suara mesin sepanjang hari.

Waktu beranjak siang, seperti biasa, Kampung Kopi masih diselimuti kebisingan dari Unit 9-10 PLTU Suralaya. Di dalam rumah-rumah kecil yang berdiri rapat, warga mencoba tetap beraktifitas meski tahu ketenangan hanya mimpi yang semakin jauh dari jangkauan.

Di bawah langit yang mendung, deru mesin terus berdengung, melawan bisikan doa yang dipanjatkan oleh mereka yang hanya ingin hidup damai. Seraya menanti penjelasan pihak proyek Unit 9-10 PLTU Suralaya yang kini masih tak bersuara.

(Identitas narasumber dirahasikan untuk mencegah adanya intimidasi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun