Keberadaan Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras, Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya seperti mandul dan tidak difungsikan.Â
Dampaknya, anak muda bebas nongkrong di kafe-kafe dan tempat hiburan malam, bebas menikmati sajian minuman beralkohol. Sehingga ada anggapan, Cilegon sudah menjadi kota modern, tidak gaul tanpa alkohol.Â
Penjualan miras saat ini hampir menyerupai penjualan minuman es sirup yang siapa saja bisa membelinya. Banyak tempat yang secara bebas menjul miras.Â
Jika dibandingkan, jumlah tempat jauh miras lebih banyak dari keberadaan pondok pesantren di Kota Cilegon.Â
Tingginya peredaran miras menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Banyak yang merasa bahwa nilai-nilai keagamaan yang semestinya dijunjung tinggi di kota ini sudah mulai tergerus.Â
Generasi muda sangat rentan terhadap pengaruh buruk minuman keras yang dapat merusak masa depan mereka. Dampak konsumsi miras pada remaja dan pemuda tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga mental, sosial, dan moral.
Miris rasanya, kondisi di mana kota yang dikenal dengan julukan "kota santri" menghadapi masalah peredaran miras, tentunya merupakan situasi yang mengkhawatirkan dan penuh ironi.Â
Kota yang seharusnya menjadi teladan dalam hal nilai-nilai keagamaan dan moral kini dihadapkan pada tantangan serius yang bertentangan dengan identitasnya.Â
Jika sudah begini, masih ada yang perduli dengan marwah kota santri?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H