Dahulu jika ada anak muda mengkonsumsi minuman keras (miras) dianggap sudah melakukan dosa besar. Bahkan ada stigma orang yang suka mabok memiliki pergaulan yang tidak baik dan membahayakan.
Tapi itu dulu, masa dimana masih banyak orang tua, kiyai dan ustad sangat menjaga norma-norma sosial budaya masyarakat di Kota Cilegon. Pencegahan secara kolektif berusaha melindungi generasi muda dari dampak negatif miras. Oleh karena itu, orang tua dahulu menekankan pentingnya menjaga anak-anak dan remaja dari pengaruh buruk alkohol.
Namun kini Kota Cilegon sudah sangat berbeda. Peredaran miras sudah sangat bebas. Miras bukan lagi barang haram yang malu-malu membelinya, sekarang cukup datang ke kafe dan restoran yang didalamnya berwajah Tempat Hiburan Malam. Berbagai merk miras dari harga paling murah seperti ciu, hingga merk ternama dengan harga selangit.
Cara paling aman menikmati miras dengan datang ke kafe atau resto yang banyak beroprasi di Jalan Protokol hingga THM di Jalan Lingakar Selatan. Siapkan saja duitnya, harga lebih mahal dari warung jamu pun tidak masalah. Tongkrongan anak muda tidak lengkap tanpa botol miras di atas meja sambil menikmati live music.
Teringat tiga tahun lalu, Wali Kota Cilegon dengan bangganya akan memberantas peredaran hiburan malam. Masih ada dokumentasi, ada wajah Helldy-Sanuji di atas billbord  menyebutkan "Pemerintah Kota Cilegon Bersatu mencegah dan Mengawasi Peredaran Miras dan Narkoba, THM dan Warung Remang-remang yang Hadir di Kota Cilegon."
Wali Kota saat itu sepertinya masih sadar aturan yang tertulis dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras, Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya yang memblok kehadiran THM dan kafe penjual miras.
Sayangnya, selang tiga tahun saja, keberadan Perda seperti diabaikan oleh pemimpin saat ini, sehingga tak ada kontrol dan larangan orang bebas membeli miras di kafe dan resto.
Menjamurnya kafe dan restoran yang menjual miras di Cilegon menjadi sorotan, karena sudah jelas bertentangan dengan peraturan daerah (Perda) yang melarang penjualan dan konsumsi miras di wilayah tersebut.
Dahulu Kota Cilegon dikenal sebagai salah satu kota yang memiliki peraturan ketat terkait minuman keras, mengingat daerah ini memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Islam dan nilai-nilai religius yang kuat.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak kafe dan restoran yang secara terbuka menjual miras, seolah-olah mengabaikan Perda. Bahkan papan merk kafe disertakan merk miras ternama sebagai sponsor. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pengawasan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang kurang efektif.
Meski ada peraturan yang melarang, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tempat-tempat tersebut tetap beroperasi, sering kali tanpa ada tindakan tegas.
Penjualan miras di kafe dan restoran secara terang-terangan dianggap sebagai bentuk pelanggaran langsung terhadap Perda yang berlaku. Sebab Kafe dan restoran yang menjual miras sering menjadi tempat nongkrong anak muda yang berisiko terpapar konsumsi alkohol.
Dengan akses yang mudah, miras bisa memicu kebiasaan buruk di kalangan remaja, termasuk kecanduan, gangguan kesehatan mental, dan perilaku kriminal. Ini mengancam masa depan generasi muda dan merusak lingkungan sosial yang sehat di kota Cilegon.
Menjamurnya kafe dan restoran yang menjual miras serta meningkatnya konsumsi alkohol di Cilegon merusak citra kota sebagai wilayah religius dan julukan kota santri.
Peredaran miras di Cilegon juga telah melanggar Perda yang melarang penjualan dan konsumsi miras, serta menunjukkan ketidakpatuhan terhadap hukum lokal.
Ketegasan dalam pemberantasan miras merupakan langkah penting untuk melindungi masyarakat Cilegon dari dampak buruk yang ditimbulkan oleh alkohol, baik dari sisi kesehatan, sosial, maupun moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H