Kawasan vital pembangunan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9-10 di Kelurahan Suralaya, Kota Cilegon, Banten diterjang banjir, Selasa 17 Januari 2023.Â
Kurang dari satu jam lamanya, hujan deras yang terjadi di kawasan vital pembangunan pembangkit listrik di ujung barat Pulau Jawa itu sudah dihantam banjir.
Selasa pagi, langit Kota Cilegon diselimuti awan hitam pekat. Sudah tidak heran sebenarnya, ketika kemudian mendung menurunkan hujan deras, banjir tidak bisa dikendalikan.
Kawasan pembangunan Proyek PLTU Jawa 9-10 telah mengorbankan banyak sekali ekosistem lingkungan asri.
Teringat keberadaan Pantai Salira dan Pantai Kelapa Tujuh menjadi primadona tujuan wisata masyarakat Banten. Pantai yang berada di ujung Pulau Jawa itu memiliki keindahan pantai dan alam yang indah.
Sebagai anak generasi tahun 90-an, jejak keindahan Pantai Salira masih ingat betul. Perjalanan dari balik jendela mobil angkot, masih bisa melihat indahnya pantai dan hijaunya perbukitan yang asri.
Kawasan Suralaya sangatlah indah waktu itu, mempertemukan pantai membiru dan perbukitan yang menghijau. Keselarasan alam yang masih alami.
Kekaguman ketika dari kejauhan sudah melihat cerobong asap pabrik pembangkit listrik di atas bukit. Imaginasi luar biasa bagi seorang anak terhadap perkembangan teknologi.Â
Rupanya itu semua tinggal kenangan, kebutuhan listrik yang meningkat di Jawa dan Bali, alam menjadi korbannya.
Hingga kemudian Pantai Salira pun ditutup untuk perluasan kawasan PLTU. Selang beberapa tahun kemudian, Pantai Kelapa Tujuh hingga perumahan karyawan PLTU digusur. Perbukitan dikeruk, pantai diurug. Wajah alam Suralaya berubah gersang.
Kini jadilah kawasan Proyek PLTU Jawa 9-10 yang telah menghabiskan ekosistem hijau.Â
Mengutip dari www.ruangenergi.com, Direktur Utama PT Indonesia Power Ahsin Sidqi menjelaskan bahwa pembangunan proyek Jawa 9 dan PLTU Jawa 10 berkapasitas 2 X 1000 megawatt (MW).Â
Nantinya akan menjadi pembangkit listrik ramah lingkungan meski menggunakan bahan bakar batubara, karena menggunakan teknologi boiler ultra super critical.
PLTU ini dibangun oleh gabungan sejumlah perusahaan, seperti anak Usaha PLN Indonesia Power melalui PT Indo Raya Tenaga dengan kepemilikan saham 51%, Perusahan swasta Barito Pacific Group dan KEPCO, perusahaan luar negeri Listrik Korea Selatan dengan saham 49%.
Lembaga pinjaman asal Korea Selatan dikabarkan menjadi investor utama pembangunan PLTU unit 9 dan 10 yang diperkirakan akan menelan biaya US$3,5 miliar.
Pengerjaan kontruksi sudah dimulai sejak Januari 2020, namun kawasan yang digadang-gadang ramah lingkungan itu justru sudah terjadi beberapa kali banjir.Â
Kondisi lingkungan yang minum adanya pohon-pohon menyebabkan tidak ada serapan air. akhirnya ketika terjadi hujan deras, banjir sudah tidak bisa ditampung lagi.
Efeknya, masyarakat disekitar kawasan itu yang terdampak. Akses jalan umum masyarakat turut tergenang. Mesin kendaraan bermotor mati karena air bercampur tanah perbukitan.
Persoalan banjir ini, menjadi perlu mengkaji ulang dokumen AMDAL dan Piel Banjir proyek PLTU unit 9-10. Mestinya jika pembangunan sudah sesuai prosedur, setiap hujan deras sudah ada aliran air yang langsung dibuang ke laut atau tidak menyebabkan banjir.
Aktifis lingkungan Heri yang kini menjabat Ketua Umum Banten Antisipator Lingkungan Hidup Indonesia (BALHI), banjir yang terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap kondisi lingkungan dan antisipasi hujan deras saat pembangunan Unit 9-10 PLTU Suralaya.
Heri saat memberikan pernyataan di Trotoar Banten, menyebutkan bahwa Indonesia Power atau PLTU Suralaya seharusnya tidak ada banjir di kawasan proyek unit 9-10, karena sudah ada antisipasi perencanaan pembangunan yang lolos uji AMDAL dan Piel Banjir. Â
Sebagai kawasan pembangkit listrik, tidak elok rasanya ketika sudah mulai beroperasi nantinya, ketika terjadi banjir, padam pula aliran listrik.Â
Kerusakan alam dan banjir sudah terjadi sesuai ketentuan di kitab suci. "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,". (Q.S Arum:41)
Terjadinya banjir sejalan dengan sebab alam yang berubah sehingga ketika hujan deras menyebabkan hilangnya serapan air, kemudian terjadilah banjir. Pemenuhan kebutuhan listrik untuk kehidupan manusia seharusnya selaras dengan alam yang terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H