Selamat ulang tahun ke-23 Kota Cilegon.
Membayangkan usia 23 tahun sudah beranjak dewasa. Baru lulus kuliah dan memiliki semangat mengeksplorasi segala sesuatu hal yang baru, berani ambil resiko, dan memiliki pemikiran yang kritis untuk konsep masa depan.
Lalu, bagaimana dengan Kota Cilegon?
Diusianya kini, membawa harapan yang begitu besar terhadap sebuah perubahan. 452.991 jiwa penduduknya kini menanti janji politik Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) yang makin tenggelam dengan pamor 12 penghargaan yang diraih oleh Pak Wali Kota.
KCS adalah senjata kemenangan pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon. Narasi manis yang berisi 25.000 kesempatan kerja, Rp25.000.000 bantuan usaha, dan 5.000 beasiswa sarjana.
KCS masa kampanye tentu saja sekarang tidak berlaku. Kartu berwarna emas dengan wajah Helldy Agustian dan Sanuji Pentamarta tentu saja hanya alat kampanye untuk menyedot perhatian suara masyarakat.
75.449 suara yang berjasa menghantarkan pada kursi Cilegon 1, tentu memiliki harapan apa yang dijanjikan itu terealisasi, baik KCS ataupun 10 janji kampanye lainnya.
KCS semakin menjauh. Angka pengangguran masih sangat tinggi tanpa ada solusi penempatan kerja. Kasihan, berharap mendapatkan kesempatan bekerja, program ini berubah sekedar magang kerja saja. Usai itu nasib tidak ada yang tahu.
Lalu, bantuan modal usaha yang dijanjikan Rp25.000, apakah sudah menggerakkan UMKM? Nyesek rasanya, orang yang berharap mendapatkan bantuan membuka usaha, justru dijebloskan dalam kebijakan berhutang di bank.
Setahun berlalu, program 5.000 beasiswa baru tercapai sekitar 500 saja. Bagaimana dengan kelanjutan dimasa jabatan Wali Kota Cilegon yang akan berakhir hingga 2024 saja?
KCS bak cerita dongeng yang menggambarkan sebuah kehidupan sejahtera.
Narasi proses realisasi KCS makin tenggelam dengan gaya kepemimpinan yang gila pujian dengan belasan penghargaannya itu.Â
Bangga pamer kertas-kertas penghargaan yang tidak memiliki substansi dengan program yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Tapi ketika ditanya KCS kapan cair? Narasi jawaban akan ditanggapi negatif dan dianggap sebagai sebuah nyinyiran.
Ya, sudah. Memang begitulah cerita dongeng berjudul KCS. Kebutuhan dasar akan pentingnya kesejahteraan masyarakat yang mestinya berdampak manfaat.
Pemimpin di kota ini memiliki hak dalam mengatur dan menjalankan organisasi pemerintahannya. Pemerintah Kota Cilegon seperti kehilangan arah. Banyak program yang tak berjalan hingga terhenti di akhir 2021.
Dampaknya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) membeludak menjadi Rp 457,79 miliar. Tak mampu menyerap APBD sama saja merugikan masyarakat.
Anggaran yang tersedia begitu besar. Tapi tidak mampu memberikan program yang bermanfaat terhadap kebutuhan dasar masyarakat.
Lihat saja Dinas Pekerjaan Umum Kota Cilegon menyumbang Silpa terbesar. Padahal kondisi jalan di Kota Cilegon dikepung jalan rusak parah atau ajur mukmuk.
Gagal lelang lagi, gagal lelang lagi. Alasan yang menunjukan betapa ada kepentingan lain. Anggaran dana perbaikan sudah ada, tapi selalu gagal dalam pelaksanaan lelang.
Akibatnya, jalan ajur mukmuk makin tidak terurus. Kinerja Wali Kota Cilegon dalam memimpin pun dapat diragukan dalam menyelesaikan 10 janji kampanye lainnya.
KCS menghilang, Jalan Makin Ajur Mukmuk. Kepuasan publik dan elektabilitas kepemimpinan Pak Wali Kota kemungkinan bisa terjun bebas.
Masyarakat Kota Cilegon harus bisa terima, janji politik tidak usah ditagih, cukup kita apresiasi kehadiran Pak Wali yang rajin karaokean dipanggung hiburan warga dan berselfie ria.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H