Saya kerap melihat para balita dijadikan sebagai objek untuk mendapatkan uang. Modusnya dengan menjadi pengamen.
Seorang dewasa membawa semacam Sound System mini yang mudah di bawah. memutar musik dengan keras tanpa menyanyi. Lalu, balita dengan wajah memelas menghampiri orang-orang dengan membawa wadah.Â
Siapa pun tidak akan tega jika ada anak lusuh dan dekil meminta uang. Rupanya inilah modus yang digunakan para pengemis untuk dapat meraup lebih banyak uang dari pusat keramaian.
Praktek melibatkan balita sebagai pengemis kerap menjadi tontonan yang biasa. Apalagi ketika sedang menikmati kuliner sepanjang trotoar jalan protokol.
Saat menjalankan aksinya, orang dewasa yang membawa Sound System justeru berada agak menjauh yang terpenting adalah suara musik terdengar. Lalu, balita akan mengitari dan meminta uang ke orang- orang.
Ironisnya aksi ini terus berlanjut hingga menjelang tengah malam. Para balita yang seharusnya mendapatkan kehidupan yang aman, nyaman dan bahagia, justeru bergulat dengan kehidupan jalanan yang membahayakan.
Lalu, sampai kapan aksi eksploitasi balita menjadi pengemis ini ada di jalanan? Bukankan Kota Cilegon kerap membanggakan penghargaan sebagai kota ramah anak?
Perlindungan terhadap hak-hak anak sebenarnya sudah diatur Pemkot Cilegon dalam Peraturan Walikota (PERWALI) tentang rencanan aksi daerah pengembangan Kota Layak Anak (KLA) Kota Cilegon tahun 2017- 2021.
Perlindungan hak-hak anak dengan jelas tertuang dalam pasal 3, yaitu maksud disusunnya RAD-KLA adalah untuk:
a. menjamin terpenuhinya hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.