Sehingga maksud lagi "cuci piring" itu bisa diawali dengan pemilihan pejabat yang akuntabel dengan mengedepankan prestasi, tanpa titipan kepentingan siapa pun, apalagi tanpa mahar.
Birokrasi bersih tanpa KKN menjadi dambaan masyarakat Kota Cilegon. Ini bisa dimulai dari Pak Wali di tahun pertamanya untuk menentukan pejabat yang akan mengalami rotasi, mutasi, dan promosi.
Terpilih menjadi Walikota dari arus perubahan sesungguhnya butuh pembuktian. Pak Wali harus bisa menunjukan bahwa birokrat saat ini tidak lagi main-main dalam praktek KKN.
Komitmen ini bisa membawa kepercayaan masyarakat bahwa perubahan itu nyata. Tidak hanya dalam satu tahun menjabat perubahan baru terlihat nyata pada dinding-dinding perkantoran dan sekolah yang menjadi warna orange dan hijau tosca saja.
Beberes kasus korupsi yang belum tuntas juga seharusnya menjadi perhatian Pak Wali. Salah satunya adalah kasus yang menyeret mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Cilegon tentang lahan parkir.
Pak Wali juga harus bisa membuktikan kesaksian terdakwa di persidangan yang menyebutkan Pak Wali kecipratan aliran dana Rp 20 juta. Katakan dengan lantang jika itu tidak benar kepada publik.Â
Lalu bagaimana dengan kasus korupsi lainnya yang menjadi peninggalan kepala daerah sebelumnya?
Pak Wali akan lebih keren jika bisa bekerjasama dengan instansi penegak hukum untuk membereskan itu semua.Â
Isu paling hangat adalah dugaan tindak pidana korupsi pada pemberian fasilitas pembiayaan PT BPRS Cilegon Mandiri.
Kasus di dalam BUMD itu kini dalam penanganan Kejari Cilegon. Sejumlah pihak yang diduga terlibat dan aset pun sudah diamankan, penyidikan terus dilakukan.
Lalu, Pak Wali akan lebih keren jika mampu menguak kasus dugaan tugboat fiktif di BUMD PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM).