Dari 43 kelurahan, baru 7 keluarahan saja yang mendapatkan bantuan sembako. Bantuan akan disalurkan jika data lengkap. Parahnya lagi muncul alasan gara-gara kantor kelurahan banyak yang tutup akibat covid-19.Â
Waduh, jika begini, apa menunggu yang sedang Isoman sehat dulu baru mendapatkan sembako? Iya, jika selamat, jika takdir berkata lain, bagaimana?
Wali Kota Cilegon Helldy Agustian seharusnya bisa menggerakkan bawahannya untuk bekerja lebih cepat tanpa terbentur birokrasi lagi.
Selama ini penyekatan dalam pemberlakuan PPKM saja sudah meresahkan aktivitas masyarakat. Tempat-tempat pedagang kecil dipaksa tutup dengan disemprot air. Belum lagi mobil patroli dan suara sirene yang terus meraung-raung.
Kondisi Kota Cilegon menjadi tidak menyenangkan dalam pemberlakuan PPKM. Masyarakat dipaksa patuh, sementara Pemkot Cilegon tidak kunjung membagikan kewajibannya dalam penyelamatan kesehatan masyarakat.
Kebijakan yang mengharuskan masyarakat berdiam di rumah saja, tapi tidak dibarengi dengan pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu pangan bagi warga yang tidak bisa bekerja.
Apakah slogan Cilegon Baru, Modern, dan Bermartabat tercermin pada pemberlakuan PPKM saat ini?
Persoalan yang masih lambat, tidak ada terobosan atau inovasi baru dalam mengatasi persoalan ini. Ini baru sembako yang dijanjikan kepada warga yang menjalani Isoman saja sudah gagap hanya karena menunggu data yang dilaporkan pihak kelurahan.
Persoalan kebutuhan bahan makanan dampak pemberlakuan PPKM tidak hanya warga yang sudah bersilaturahmi dengan virus, tapi akibat pembatasan kegiatan juga berdampak pada puluhan ribu masyarakat yang tidak bisa bekerja.
Wali Kota Cilegon dituntut cepat bertindak dan berani ambil kebijakan. Evaluasi kinerja ketua RT dan RW yang sudah digaji Rp 1 Juta itu, ultimatum pegawai tingkat kelurahan agar tidak main-main dengan data masyarakat.Â
Kendala kantor kelurahan tutup akibat ada yang terkena Covid-19 harusnya ada terobosan baru yang dilakukan. Sebagai kota modern, pelaporan harusnya lebih cepat dengan memanfaatkan teknologi.Â