Pertama adah puasa orang awam dengan menahan perut dan syahwat saja.
Kedua adalah puasa orang khusus dengan menahan pendengaran, pengelihatan, lisan, dan anggota badan dari dosa.
Ketiga adalah puasa orang paling husus yaitu puasa hati dari berbagai ambisi dari segala sesuatu selain Allah secara total. Golongan istimewah dari para nabi, rasul, dan wali.
Dilihat dari tingakatanya, jika kita hanya menahan lapar dan haus saja hanyalah golongan orang awam. Berbeda dengan orang khusus, tidak hanya menahan lapar dan syahwat, tapi juga masih bisa mengontrol segala perbuatannya.
Seperti halnya ketika kita sedang makan. Orang awan hanya memikirkan akan mengenyangkan perut dengan berbagai makanan dan minuman lezat ketika berbuka. Tidak heran jika kemudian acara buka puasa disibukan dengan menyiapkan berbagai hidangan yang paling enak dan tidak biasa.
Padahal tidak ada tempat yang paling dibenci Allah selain perut penuh dengan makanan halal. Tujuan puasa sendiri adalah mengosongkan dan menundukan hawa nafsu demi mencapai jiwa yang takwa.
Kita ternyata salah kaprah, ketika seharian perut kosong, kemudian saat berbuka diisi hingga kenyang, maka kekuatan akan melonjak lebih kuat dan berontaklah syahwat-syahwat lainnya.
Ruh dan rahasai puasa sendiri adalah memperlemah berbagai kekuatan yang merupakan sarana setan untuk kembali kepada kejahatan. Akan tetapi itu tidak akan tercapai jika mengurangi makanan, yaitu dengan makan apa adanya seperti malam-malam sebelum puasa.
Kesederhanaan dalam menyantap makanan secukupnya di malam hari pun akan membuat aktifitas ibadah lebih ringan, yaitu salat malam dan witirnya. Semoga setan tidak mengitari hatinya dan dapat melihat tanda-tanda turunya lailatul qodar.
Selama di rumah aja banyak hikmah yang kita dapatkan. Tidak terpengaruh dengan Pasar Ramadan yang membuat mata kalap membeli apa pun makanan yang enak-enak.
Acara buka puasa bersama yang begitu meriah dengan aneka makanan lezat. Sedangkan setelah perut kenyang tidak membuat kita lebih rajin beribadah di malam hari.