"Belanja online saja, murah dan praktis" kata Bang Hasim memberi solusi.
Belanja online tentu akan terasa asing ditelinga Ibu. Sebagai orang yang sudah sepuh, transaksi belaja ya harus datang ke pasar, bertemu pembeli, melihat barang, tawar menawar, jika cocok langsung deal.
Persoalan yang tidak mudah untuk diputuskan oleh Ibu. Setiap tahun, Pasar Tanah Abang selalu dikejarnya demi membeli hadiah ramadan.
Biasanya di minggu pertama Ramadan, saya selalu menemani Ibu belanja ke Pasar Tanah Abang. Awal ramadan pengunjung pasar ini belum terlalu rame, masih bisa leluasa mencari dan melakukan tawar menawar sambil senda gurau dengan pedagang.
Setelah salat taraweh, kami berangkat dari Cilegon ke Jakarta, kemudian bermalam di rumah Engkong di Cempaka Putih. Pagi baru ke Pasar Tanah Abang.
Sudah menjadi rutinitas bagi Ibu untuk membeli hadiah lebaran untuk para pelanggan warung dan sanak saudara. Biasanya membeli kain benting 5 kodi dan sarung 5 kodi. Tidak lupa membelikan baju untuk anak dan cucunya.
Bagi ibu, hadiah yang diberikan kepada orang haruslah yang terbaik. Kain benting untuk para Ibu harus memiliki kualitas terbaik, karena banyak yang menggunakannya saat salat idul fitri. Begitu juga dengan sarung yang selalu digunakan untuk ibadah.
"Buat apa murah, jika jelek!" kata Ibu. Tau betul kualitas kain yang bagus punya nilai jual yang tidak murahan.
Soal memilih barang belanjaan yang tidak bisa sembarangan, Ibu kuat mengelilingi setiap lantai di gedung pasar demi mengunjungi setiap toko. Barang bagus dengan harga mirip itu yang dicari. Sulit memang. Butuh waktu berjam-jam untuk mendapatkannya.
Ibu sangat senang jika barang belanjaannya memiliki kualitas dan harga yang cocok, Pasar Tanah Abang emang tempatnya.
"Kasih hadiah ke orang jangan sembarangan. Kalau kain-kain itu dipakai salat dan ngaji, kan seneng. Ibadah kepada Allah harus berpakaian bagus," kata Ibu.
Tahun ini sangat nyesek bagi ibu. Tabungan selama setahun dari hasil laba dagangan memang sudah direncanakan untuk membeli hadiah ramadan. Tapi, karena Jakarta masuk zona merah pandemi Covid-19, oprasional Pasar Tanah Abang pun ditutup.
Ibu sebenarnya ingin beralih ke Pasar Rau Serang, tapi karena menjelang ramadan diumumkan adanya pasien Covid-19, rencana itu pun dibatalkan.
Ibu memang tidak begitu paham tentang virus corona, namun anak-anaknya menahan agar Ibu tidak pergi ke pasar. Akibatnya, hingga menjelang pertengahan ramadan belum ada hadiah yang dibeli.
"Bagikan uangnya saja, Bu," saya mengusulkan.
Bagi ibu hadiah berupa kain dan uang itu hal yang berbeda. Biasanya, jika pelanggan warung terlihat mampu secara ekonomi, Ibu hanya memberinya hadiah kain. Namun jika pelanggan termasuk keluarga miskin, hadiah dobel dengan sebuah amplop berisi uang.
"Ke pasar tidak bisa, Bu. Jangan memasakan diri," kata saya mencoba memberi pemahaman.
Hingga kemudian Abang menyarankan untuk membeli hadiah lebaran melalui belanja online.
"Harganya murah. Tinggal pilih dan transfer saja," kata Abang sambil menunjukan aplikasi belanja online di HP.
Banyak pertimbangan untuk membeli belanja online. Apalagi Ibu sering mengungkit-ngungkit jika saya sering mendapatkan baju yang dibeli online tidak sesuai dengan ukuran yang ditawarkan.
"Nanti gak bagus," kata Ibu.
"Bagus, Bu. Apalagi kain benting dan sarung itu ukurannya sama. Tidak bakal kekecilan atau kebesaran," kata Abang.
Dilema Ibu kemudian berakhir ketika nurut perkataan Abang. Melalui aplikasi kain benting dan sarung pun dipesan. Pembayaran ditransfer dari M-banking Abang. Harganya lebih murah dari budget yang biasa dihabiskan Ibu di Pasar Tanah Abang.
Hanya butuh tiga hari saja barang pesanan sampai rumah. Dikemas dengan satu karung besar.
Setelah salat taraweh Ibu kemudian membuka paket itu. Mengecek satu persatu kain benting dan sarung.
Keningnya mengkerut dengan buliran keringat yang membasahinya. Jari telunjuk dan jempol merasakan kualitas barang. Hingga sampai tengah malam, Ibu baru selesai mengecek semua barang.
Dari raut wajahnya tidak menunjukan ada kebahagiaan. Saya hafal betul, ketika Ibu menemukan kain yang bagus langsung ada senyum dan wajahnya berseri-seri. Tawar menawar pun terjadi sambil diselipkan guyonan dengan pedagang.
"Bagimana, Bu?" tanya Abang.
Ibu kemudian duduk di kursi. Menyeruput teh manis yang tak lagi hangat. Muka airnya tetap tenang.
"Pram, angkat ke gudang!" kata Ibu.
Wajah abang berubah pucat seketiks. Uang transfer belanja online belum diganti sama Ibu.
Saya langsung membereskan dan memasukan kembali ke dalam karung. Lalu menggotongnya ke gudang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H