Sudah hampir satu bulan di rumah aja. Menu makanan pun itu-itu saja. Bosan!
Sejak kemarin, Istri mengeluh mual-mual ketika mencium bau bumbu dapur dan pewangi (semoga positif). Sejak semalam hanya minum susu dan belum makan nasi.
"Pengen nasi goreng pucat, Emak," katanya.
Ada-ada saja permintaannya. Padahal tidak pernah merasakan nasi goreng yang pernah diceritakan Emak. Pernah Emak cerita masa-masa sulit dulu, nasi goreng pucat menjadi menu sarapan pagi.
Nasi goreng khas Emak, jangan berfikir akan berbentuk seperti nasi goreng di pinggir jalan atau resto. Nasi goreng orang miskin dengan bumbu sangat minimalis. Terlihat pucat karena tidak ada bumbu yang membuatnya berwarna.
Punya kesan yang sangat indah, meski pun kondisi yang sangat memprihatinkan. Nasi yang dimasak adalah sisa semalam. Setiap hari Ibu memasaknya agar anak-anak bisa sarapan sebelum berangkat sekolah.
Nasi goreng putih resep Emak tidak repot untuk disiapkan. Semua bahan sederhana sudah tersedia di dapur.Â
Kebetulan nasi kemarin di majikom masih cukup untuk dua piring. Keluarkan nasi dan dibiarkan dingin di atas piring.
Tahap selanjutnya adalah menyiapkan bumbu. Cuma butuh tiga jenis bumbu saja, yaitu cabe rawit hijau, garam, dan bawang merah. Tidak ketinggalan minyak secukupnya.
Sisir dua siung bawang merah. Kemudian cabai rawit dan garam diulek. Takaran tergantung selera tingkat kepedasan ya. Saya hanya pakai tiga butir cabai rawit dan seujung garam.
Panaskan wajan dengan api sedang. Masukan minyak goreng dan sisiran bawang merah. Setelah bawang terasa harum, masukan nasi. Aduk hingga rata.
Kemudian masukan bumbu cabai rawit dan garam. Aduk hingga rata dan tercium bau harumnya. Biar lebih seger, sedikit saya masukan daun bawang.
Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit, nasi goreng sudah matang. Selanjutnya tinggal letakan di atas meja.
"Sayang, nasi gorengnya sudah matang."
Nasi goreng putih resep Emak sudah dihidangkan di atas meja makan. Penyajian tanpa hiasan apa pun. Cuma ada nasi putih sedikit kelabu karena bumbu.
"Baunya harum bawang goreng," kata Istri sambil menahan mual. Weh, jangan sampai muntah mencium aroma masakanku.Â
Mencoba romantis dengan menyuapi seperti awal kehamilan anak pertama. Saat nasi goreng masuk ke dalam mulut istri, disitu rasa deg-degan muncul. Enak gak, ya?
"Udahlah, biar makan sendiri saja," katanya sambil merebut sendok di tanganku.
Istri sangat lahap makan nasi goreng pucat itu. Maklum sejak kemarin tidak mau makan. Alhamdulillah, kini menikmatinya.
"Enak juga. Gak mual. Gak banyak bumbu," ungkapnya. Saya hanya tersenyum saja menghadap wajahnya.
"Mau namba? Masih ada satu piring."
"Tidak usah. Udah kenyang. Abang makan saja."
"Oh, itu buat Chava saja."
Simpel ya buat bahagia pasangan. Istri jarang bermanja-manja. Ada giliriannya suami juga memasak di dapur.
"Saya keluar dulu, mau ke apotek."
"Buat apa? Aku gak suka minum obat. Nanti aja bikin jamu kunyit."
"Mau beli tespek. Tanda-tandanya mirip dulu awal hamil Chava." Istri hanya tersenyum salah tingkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H